"Kami melihatnya dengan jelas. Dia memang orang itu. Wajah mereka sama persis."
"Berhenti memfitnahku." kilatan marah terpancar dalam manik gagak itu, Zen segera mengibas tangannya untuk membuat Zaiga berhenti melangkah kedepan. Dia tahu bagaimana sulitnya Zaiga mengendalikan emosi saat sedang marah meski selalu menggunakan wajah papannya.
Mereka terlihat begitu ketakutan hingga bergerak memundurkan tubuhnya.
"Ampun tuan! Jangan sakiti kami, tidak cukupkah anda memberikan ancaman yang menakutkan bagi desa kami." salah satu menyuarakan pendapatnya dengan lantang, lalu menciut setelah teman di samping menyikutnya dengan kuat.
Zen menahan dada bidang Zaiga dengan sebelah tangannya, "Bapak bilang, bapak melihatnya dengan sangat jelas? Apa tidak salah orang, mungkin hanya seseorang yang kebetulan berwajah mirip?"
"Tidak, tidak. Aku mengingatnya dengan jelas. Dia juga punya tanda goresan di pipi kirinya persis seperti pemuda yang ada di belakangmu." telunjuk itu mengarah pada Zaiga yang memasang wajah murka.
"Kau!"
Zaiga bergerak sangat cepat.
"Zaiga, tenang! Lepaskan dia!" Zen segera berlari memeluk pemuda itu saat Zaiga sudah berdiri disana mencekik leher dari pria paruh baya yang tadi sedang bicara dengan Zen.
"Ghookhh!" Pria itu hampir kehilangan oksigen yang mengisi paru-parunya.
"Tuan, jangan! Jangan bunuh teman saya!"
"Maafkan kami tuan!"
Teman-temannya yang lain berlutut memohon dengan menyembah ke arah Zaiga.
"Zaiga, tenanglah! Aku tidak semudah itu percaya pada mereka!" Zen kembali bersuara. Keadaan sangat mendesaknya untuk mengalah.
Mendengar itu, Zaiga sedikit mengendurkan cekikannya. Zen segera menarik Zaiga menjauh sebelum ketiga manusia itu mati di tangan kapten galak ini. Saat fokusnya teralih ke Zaiga ketiga manusia itu memanfaatkan keadaan untuk kabur.
"Eh! Kalian mau kemana, berhenti! Aku belum selesai bertanya!" Zen mengejar ketiga orang yang berlari pergi menyelamatkan hidupnya. Melihat itu membuat Zaiga jengkel, dia tak suka Zen mengejar pria lain seperti itu. Baru saja ingin menyenderkan diri pada pembatas jalan tiba-tiba ada sebuah anak panah melesat ke arah jantungnya, dengan mudah Zaiga berhasil menangkapnya. Ia berbalik lalu mengejar sosok yang tadi menyerangnya. Pasti orang ini adalah mata-mata yang dikirim oleh musuhnya untuk membunuhnya.
Sosok berpakaian serba hitam seperti ninja itu melesat begitu cepat. Zaiga tidak tahu apa yang digunakannya tapi sepertinya memang sepantaran dengan sepatu militer. Hanya saja ini bukan sepatu, Zaiga tak bisa menebak apa yang membuatnya secepat itu. Bila dia vampir, tentu Zaiga sudah menyadarinya sejak awal, namun sosok itu adalah manusia biasa.
"Zaiga, aku sudah membawa mereka kembali!" Zen kembali dengan menyeret ketiga pria tua itu ke arah Zaiga.
Zaiga mengerling, melempari Zen tatapan tajam, "Berhenti mengurus mereka dan berhati-hatilah. Ada musuh!"
Mendengar itu membuat keempat orang yang sudah kembali terlonjak kaget, tak terkecuali Zen. Zen bersiap dengan kuda-kuda sedangkan tiga lainnya berjongkok ketakutan dengan memeluk kepala masing-masing.
"Dimana?!" Zen menoleh kesekeliling dengan siaga.
"Jangan kemari, berbahaya!" teriak Zaiga mengingatkan.
Terlambat, sosok yang tadi menghilang tiba-tiba muncul dihadapan Zen dan bersiap menikamnya. Syukurlah Zaiga datang tepat waktu lalu menendang tulang betisnya hingga suara tulang yang patah terdengar sangat jelas. Zaiga bersiap mematahkan tulang lain di tubuh mata-mata itu tapi Zen segera menghentikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Battle Against Vampire (BoyXBoy) 3
Fantasi[selesai] Happy ending Kisah baru dimulai. Dipungut lalu dibuang. Lima belas tahun kembali bertemu. Apakah ia mampu membunuh bangsawan yang telah menghabisi keluarganya ataukah terjebak kisah asmara dengan si pembunuh? CINTA atau DENDAM yang akan i...