20

2.1K 196 23
                                    

Tubuh Zen seperti menarik cahaya biru untuk memasuki dirinya. Saat semua cahaya berkumpul, Zaiga merasakan ada hal buruk yang akan terjadi jika dia tidak memindahkan Zen dari sini.

Tiga detik, dia membuka portal yang langsung menghisap keduanya masuk dan jatuh kesebuah dimensi lain tak berpenghuni.

Ledakan besar terjadi begitu tiba-tiba dan menghancurkan pulau tersebut. Zaiga keluar dari pelindung buatannya yang sedikit retak karena terkena ledakan yang Zen keluarkan. Ia segera berlari mencari si mungil, takut bila kekuatan itu melukai pemiliknya sendiri. Namun saat menemukan Zen, ada yang membuatnya bimbang. Dia memang bersyukur karena Zen baik-baik saja, tapi di sisi lain, dia juga takut kekuatan itu mengambil alih seluruh fungsi tubuh Zen.

Tubuh si kecil melayang, tak menapak pada tanah. Rantai yang tadinya terpasang di kaki tangan dan lehernya sudah hilang entah kemana. Ia segera berbalik saat menyadari kehadiran Zaiga, tubuhnya menekut dalam posisi siaga.

"Zen, dengarkan aku. Berusahalah mengendalikan dirimu sendiri!"

Tanpa mempedulikan ucapannya, Zen melesat begitu cepat bahkan pergerakannya tak terlihat oleh mata biasa. Ia seperti menghilang pada posisi awal lalu muncul tepat di depan Zaiga dan langsung menyerangnya. Kapten muda itu tak kalah cepat menangkis pukulannya. Serangan Zen tak main-main, anak itu berniat membunuhnya!

"Zen, hentikan!"

Pertarungan itu tak bisa dihindari, meski hanya menggunakan tangan kosong tapi Zen menyerangnya dengan kuku tajam khas seorang vampir sedangkan Zaiga hanya bisa menangkis atau menghindar tanpa berniat menyerang. Jika Zaiga tidak melakukan apapun Zen pasti akan berhasil melukainya, cepat atau lambat.

"Sadarlah! Apa kau tidak merindukanku?"

Pukulannya berhenti, ia menatap Zaiga sekilas dengan raut kebingungan sebelum kembali menyerang dengan sekuat tenaga. Batu dan beberapa tebing hancur karena cakarannya. Zaiga tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk mengembalikan kesadaran Zen. Anak itu sungguh berniat mencabik tubuhnya.

Kurang lebih dua jam, mereka masih terus bertarung. Kekuatan mereka hampir seimbang, Zaiga pun tidak ragu menyerang Zen karena sudah tahu bahwa anak itu tak akan mudah terkena serangannya. Disatu sisi Zaiga senang karena bisa berduel dengan anak ini, disisi lain dia tak ingin Zen melukai dirinya sendiri. Jika kekuatan yang dikeluarkan terlalu besar maka akan berdampak pada tubuh manusianya. Dia hanya setengah vampir sedangkan Zaiga adalah vampir murni. Itulah yang sedang dia pikirkan.

Anak ini membuatnya geram, baru hari ini Zaiga meneriakkan namanya seperti orang sinting, tapi tak menghasilkan apapun. Dia tak bergeming ataupun mendengar perintahnya. Tenggorokkannya terasa begitu kering.

"Zen, kau sungguh ingin membunuhku?"

Manik merah itu menatapnya tanpa ragu, "Ya!"

Mereka berpisah di atas tebing yang berlawanan arah sejauh lima belas meter. Perbedaannya hanya pada tempat pijakan mereka, jika Zaiga menginjak tanah maka Zen melayang di udara.

"Apa alasanmu?" tanya Zaiga sedih

Zen menggeram lagi, "Aku tidak menyukaimu! Orang asing menyebalkan, kenapa kau tidak membiarkanku memukulmu!"

"Apa yang salah denganku hingga kau tidak menyukainya?"

Zen berdecih, "Kenapa aku harus menjawab pertanyaan tak bergunamu!"

Zen melesat cepat ke arahnya, namun kali ini Zaiga juga tak tinggal diam membiarkannya menyerang seperti sebelumnya. Dia menghentak kakinya sebentar lalu membelah udara untuk menyambut Zen yang bersiap mencabik tubuhnya. Melihat itu manik Zaiga berkedip sekilas lalu berubah merah seperti milik remaja di depannya. Zen terkejut, dan kehilangan fokus sebentar.

The Battle Against Vampire (BoyXBoy) 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang