Part 7

143 29 0
                                    

Yang tadinya matahari menemani kini menjadi bulan yang menerangi malamnya si gadis memakai piyama berwarna ping bergambar hello kitty dan tak lupa dengan hijabnya, siapa lagi kalau bukan Najwa. Setelah selesai belajar Najwa mengambil sebuah buku hariannya, beberapa hari ia tak menggoreskan pena diatasnya. Terakhir yang menjadi topik dibuku hariannya adalah sahabat.

Sekarang rasanya Najwa ingin menulis sesuatu yang belum pernah ia tulis selama dimuka bumi ini yaitu perasaannya. Najwa tak tahu pasti tentang perasaannya sebab ia tak pernah mengalaminya. Pasalnya pondok pesantren akhwan dan ikhwan dipisah jadi Najwa tidak bisa merasakan jatuh cinta lawan jenis.

Namun menurut Najwa, ia tak perlu merasakan jatuh cinta tapi ia ingin merasakan membangun cinta kerena jatuh itu sakit.

Ketika Najwa menuliskan kata-kata diatas buku hariannya, tiba-tiba...

Ceklek

Munculah sosok Furqon diambang pintu. Najwa langsung menutup bukunya dan menyembunyikannya. Ia tak ingin jika seseorang membaca kepribadiannya walaupun itu kakaknya sendiri.

"Kamu masih belajar?" tanya Furqon yang masih memegangi kenop pintu.

"Sudah selesai"

"Kakak boleh masuk?"

"Silakan!"

Furqon melangkahkan kaki masuk kekamar Najwa dan langsung membaringkan tubuhnya diatas ranjang. Jika Furqon kekamar Najwa berarti ia berada dalam keadaan boring, gak ada yang diajak bicara. Kalau ke kamar Najwa pasti ada Najwa yang siap mendengarkan curahannya entah itu tentang hidupnya yang gak nikah-nikah ataupun pekerjaannya.

Saat melihat kakaknya terbaring Najwa mengambil buku novel yang ia bawah dari rumah lamanya. Najwa mendudukkan tubuhnya kesofa yang tak jauh dari ranjangnya.

"Kak! Kakak pernah suka sama lawan jenis?" tanya Najwa tiba-tiba.

"Hah? Maksud kamu cewek gitu?" jawab Furqon dengan wajah menjaili Najwa. Sebab sangking polosnya Najwa hingga tak pernah bertanya soal saling suka dengan perasaan berbeda.

Najwa mengangguk sebagai jawaban. "Pernah" Najwa yang tadinya biasa saja kini berubah terkejut. "Karena cinta sudah menjadi fitra setiap manusia" jelas Furqon.

"Terus apa yang kakak lakukan? Apa menjadikan cinta dalam diam?" Najwa sangat antusias bertanya. Tak tahu mengapa saat ini ia sangat tertarik membahas tentang ini.

"Ehm, kalau cinta dalam diam sih tidak soalnya kakak selalu mendoakan namanya disepertiga malam. Berarti kan bukan jadi cinta dalam diam, kakak terang terangan curhat sama Allah."ujarnya, "Kakak cuman berpesan sama kamu. Jika kamu jatuh cinta kepada seseorang jangan simpan didalam hati karena sesungguhnya hati sifatnya berbolak-balik. Dan jangan lupa selalu libatkan Allah didalamnya." Najwa mengangguk paham.

"Udah malem sana tidur!" Furqan beranjak dari tempatnya. "Ternyata adiknya kak Furqan udah gede yah" ujarnya sembari mengelus kepala Najwa yang tertutupi hijab. Sebelem pemilik kepala marah Furqan segera pergi dari sana.

"Hiii, kakak kebiasaan" Setalah kepergian Furqan, Najwa membaringkan tubuhnya diatas ranjang.

Apa benar yang dikatakan Furqan? Cinta adalah fitra? Sebut namanya disepertiga malammu?

Kak Rafa?

Tiba-tiba di fikiran Najwa terlintas namanya.

'Ya Allah hamba harus apa?'

***
Kring...kring...

Bunyi bel istirahat terdengar ditelinga semua siswa. Kini Rafa sedang duduk dibangku pinggir lapangan bersama tiga sahabatnya. Entah mengapa Rafa memandang kosong kearah depan. Apakah karena keluarganya? Mungkin itu salah satunya.

"Bro lo kenapa sih? Mulai kemarin kayak gini terus" tanya Aldi antusias.

"Mikirin bokap sama nyokap lo?" Akmal ikut menimpali.

"Iya, gue pengen mereka pergi dari hadapan gue"

"Bukannya sebelum orang tua lo pulang kerumah katanya lo dilantarin sekarang udah pulang lo malah pengen mereka pergi, aneh lo Fa" ujar Aldi.

"Gue juga gak tahu, kenapa hati gue sulit memaafkan"

"Karena hati lo belum mengiklaskan," sela Fadli sembari berdiri dari tempatnya. "Gue cabut dulu yah, mau ketoilet perut gue sakit" pamitnya langsung pergi.

Setelah kepergian Fadli semua kembali terhanyut dalam pikirannya masing masing. Hari ini Rafa tidak ada niatan membuli siapapun tak tahu mengapa.

"Gue punya solusi buat masalah lo" Aldi yang sedari tadi sibuk memainkan bola basket kini berjalan menghampiri Rafa. "Lo harus cari pacar" ucapnya santai.

"Lo kalau ngomong slalu gak masuk akal" menurut Akmal ide Aldi sangatlah tidak berguna, coba bayangkan masalah keluarga nyangkutnya cari pacar gak efektif banget.

"Tinggal dimasukin apa susahnya"

Pletak

"Awh sakit bambang" Aldi memegangi kepalanya yang kena pukulan Akmal.

"Lebay amat"

"Gue akan ngelakuin apa yang dikatakan Aldi" ucap Rafa disela pertengkaran kedua temannya.

"Ini baru Rafanya babang Aldi, dengan lo cari pacar lo bisa curhat sama pacar lo terus cari solusi bareng bareng"

"Bukannya Rafa selalu curhat sama kita, terus buat apa cari pacar? terus kita gak berguna lagi jadi temennya Rafa?" tanya Akmal tak terima.

"Bedah, pokonya bedah. Kalau curhat sama pacar itu rasanya kayak ada romantis romantisnya gitu"

"Lo kira iklan. Yang ada manis manisnya gitu"

Rafa tidak menggubris perdebatan kedua sahabatnya. Ia memikirkan siapa yang akan menjadi pacarnya.

"Bro mikirin apaan lo?" Akmal membubarkan lamunan Rafa dengan menepuk pundaknya.

"Pasti lagi mikirin siapa yang mau jadi pacar lo kan? Ngaku aja?" goda Aldi. Rafa hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia tak tahu siapa yang akan menjadi pacarnya mungkin saja kedua sahabatnya bisa mencarikannya.

Kalau begini ceritanya jadi pacaran tanpa cinta. Asek...

"Gue tahu siapa yang harus jadi pacar lo" Akmal dan Rafa kompak memandang kearah Aldi. "Sisil, ketua geng girls dari kelas XI Ipa 2. Dia kayaknya cocok sama lo" lanjutnya yang diangguki setuju dari kedua sahabatnya.

***
Assalamu'alaikum,
Hai guys ceritanya segini dulu yah, soalnya author bingung mau nulis apa dipart ini. Mungkin obat yang ampuh buat author itu klik tombol bintang. Biar ada pemikiran yang bagus gitu.

Author modus yah, hehehe

Jazakumullah hairan.

Cinta DiamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang