2

13.4K 1.7K 57
                                    

[ m o t i o n s ]

Julian menoleh ketika mendengar suara sepatu beradu dengan lantai marmer koridor rumahnya. Pintu kayu besar itu terbuka, menampakan kaki jenjang Ibunya yang terbalut stilleto berwarna hitam.

"Masuk rumah sakit lagi?," suara meremehkan itu menyap telinga Julian.

Julian mengabaikan Ibunya, kembali sibuk mengumpulkan selimut dan boneka beruang coklat milik Biru yang sengaja ia siapkan untuk dibawa ke rumah sakit.

"Suruh susternya aja yang ngurus. Kan kamu ada conference hari ini, penting loh. Kalau bukan kamu siapa lagi coba?"

"Julian udah bilang Dariel, dia bisa wakilin kok. Julian mau ngurusin Biru, Mam. Mau sekalian pindahin sekolahnya juga. Gak cocok Biru disitu,"

"Kok ga cocok? Kan kamu juga dulu sekolah disitu. Bagus - bagus aja kok. Biru nya aja kali yang nggak bisa fit in."

Julian diam.

"Julian gak tuli dan bisu Ma. Jelas Julian gampang fit in."

"Nah itu dia Julian, Biru itu harus sering gaul sama anak normal. Jangan dimanja terus, apalagi disatuin sama anak - anak yang sama. Nanti kalau keterusan kayak gitu gimana? Jangan terlalu dimanjain."

"Emangnya Biru gak normal Ma?"

Julian berjalan melewati Mamanya begitu saja, dengan tas berukuran besar yang diisi barang - barang milik Biru.

[ m o t i o n s ]

Biru membuka matanya, mendecih sebal ketika menatap sekeliling. Ia sudah terlalu hapal tempat ini.

Rasanya bukan Biru namanya jika tidak pergi ketempat ini untuk satu bulan saja.
Biru menatap tangan kanannya yang terbalut perban tebal.

"Sakit?"

Biru terkejut. Ternyata sedari tadi ia tidak sendirian. Disebelah kasurnya ada Papa yang memperhatikan gerak geriknya.

Biru tersenyum kecil dan menggeleng.

"Biru, jangan bohong."

"Pa... Ha..us." Biru mengabaikan tuduhan Papa, kemudian melirik segelas air putih yang tersimpan di meja.

Julian menyodorkan botol minum dengan sedotan untuk Biru.

Biru menerimanya dengan tangan kiri karena tangan kanannya tidak mungkin digunakan.

Baru satu sedotan air menyentuh tenggorokan, Biru merasa tangan kirinya kehilangan tenaga. Hampir saja ia menjatuhkan botol itu sebelum Papa menangkap dengan sigap.

Beberapa mililiter air tumpah ke selimut yang semalaman menutupi tubuh Biru.

Julian menggenggam tangan kiri Biru yang gemetaran diluar kendali.

Biru menatap tangan kirinya sedih. Julian memeluk tubuh anak itu erat.

"Its okay.. its okay.."

Biru bergetar didalam pelukan Julian. Terisak pelan.

"Tanganku... Nggak bisa tulis..,"

"Gimana belajar.. Nggak bisa..Sekolah.."

"Sekolah? Libur dulu ya sekolahnya?"

Julian memotong Biru yang kesulitan melanjutkan kalimatnya.

Biru menatap tangan kiri dan kanannya bergantian.

Ia semakin membenci dirinya sendiri.

[ m o t i o n s ]

Alana, melangkahkan kakinya cepat menuju mobilnya. Hari ini ia resmi berhenti bekerja sebagai chef yang selama ini merupakan sumber penghasilan terbesarnya selama 10 tahun belakangan.

I. MOTIONS [COMPLETED.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang