5

9.8K 1.6K 116
                                    

[ m o t i o n s ]

Setelah dibawa ke rumah sakit, Biru akhirnya ditangani oleh beberapa dokter sekaligus. Ada dokter anak, dokter syaraf, dan bahkan dokter bedah disana. Suasana ruangan pemeriksaanya menjadi ramai. Biru sedikit tertekan, karena tirai yang tadinya membuat ia bisa melihat ke ruangan luar menjadi tertutup, dipenuhi dokter dan suster.

"Ayo, digerakin Biru.. dicoba dulu,"

Perlahan ia menggerakkan telunjuknya.

Bisa!

Biru menghela nafas lega. Ia mengangkat kedua tangannya. Menatapnya lama.

Biru takut.

Benar - benar takut jika terjadi sesuatu dengan tangannya. Terlebih lagi, beberapa orang yang ada dihadapannya seperti menunggu momen ini.

"Its alright, Biru.."

Dokter Dylan. Meraih tangan kiri Biru. Mengambil bola berukuran hampir sebesar telapak tangan Biru dari saku snelinya.

Dylan meraih pergelangan tangan Biru, menaruh bola itu di telapak tangan Biru yang terbuka. Ia menutup tangan Biru, melepaskan tangannya perlahan. Membiarkan Biru menggenggam bola itu sendiri.

"Good Job.."

Dylan membuka selimut yang menutup kaki kiri Biru. Memerintahkan Biru untuk menekuk jari kakinya pelan - pelan. Biru bisa melakukannya.

Dylan mengangkat kaki kiri anak itu pelan.

"Tahan."

Biru bersiap menahan kakinya. Saat dilepaskan dokter, kaki kiri biru kembali terjatuh lemas.

"Coba pelan - pelan tekuk kakinya. Hitungan ke tiga ya.."

Satu.. Dua.. Tiga..

Dengan susah payah, kaki Biru tertekuk.

"Oke, gak apa - apa kok ini.. Biru kecapean, sama kurang vitamin, hari ini kita suntik vitamin aja dulu ya.. kita lihat seminggu kedepan setelah bedrest perkembangannya gimana."

"Biru bedrest dulu ya?,"

"Di rumah?," tanya anak itu pelan sekali, hampir tidak terdengar.

"Biru.. gak sabar pengen pulang ya? Iya, bedrest nya di rumah, tapi tetep terapi ya? Nanti biar Dokter Dylan yang atur jadwalnya sama Papa."

Wajah Biru terlihat sedih, ia hanya diam saja. Menatap kedua tangannya yang diinfus dan dipasang oxymeter.

"Gak sekolah dong?"

Sekarang Lana yang heran, melihat bagaimana teman sekolahnya memperlakukan Biru, Lana sedikit heran kenapa anak itu masih memiliki semangat untuk sekolah.

"Oh iya.. Kalau Biru pindah sekolah, gak apa - apa kan?."

Biru menatap Papanya seperti kaget, kemudian Lana bisa melihat anak itu menekan emosi dan perasaan nya sekuat mungkin sampai wajahnya kembali datar.

"Terserah Papa.."

"Dipindah kemana?," Dokter Dylan yang bertanya.

"I actually have this one school in mind. Sekolah inklusi khusus, jam belajar nya nggak terlalu padet kaya sekolah Biru yang sekarang, dan gak terlalu banyak physical activities."

"Loh selama ini di sekolah reguler ya?" Dylan melirik Julian.

Julian mengangguk, "Iya.."

Dokter Dylan menatap Julian dengan pandangan seperti — yang bener aja lu?

I. MOTIONS [COMPLETED.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang