19

7.5K 1.3K 125
                                    


[ m o t i o n s ]

Lana mengelus kening Biru yang sedikit hangat. Sementara Biru sudah meringkuk berbaring di kasur apartement studio Lana, mereka tahu Biru tidak seharusnya kelelahan, atau mengalami sesuatu yang membuat dia shock. Tapi kemarin Biru malah melihat hal seperti itu.

Setelah keluar dari Rumah sakit, Biru dititipkan di Apart Lana. Karena banyak yang harus diurus Julian.

Kalau kelelahan, Biru semakin menarik dirinya dari dunia luar. Itu yang Lana sadari. Anak itu tidak mau memasang alat bantu dengarnya. Karena itu membuat ia sensitif dengan sekitar.

"Istirahat Bi.." Alana berbisik. Menaikan sedikit selimut yang menutup tubuh Biru.

"Aunty.." Lana terkejut mendengar Biru belum tidur.

"Kok belum tidur Bi?"

Lana kembali duduk di samping Biru yang membelakanginya. Karena Biru meringkuk seperti itu, Lana jadi bisa melihat lagi bekas jahitan di leher Biru yang memanjang vertikal sampai tulang punggungnya.

Lana mengelus punggung Biru. Biru sedikit kaget tapi kemudian rileks.

"Aku minta maaf ya.."

"Minta maaf kenapa coba?"

".. aku bikin sial lagi."

"Bikin sial siapa?"

"Suster.."

"Bi.. jangan ngomong kayak gitu. Aunty gak suka. Kan itu bukan salah kamu."

"Bukan salah aku ya?.."

Biru merubah posisinya jadi terlentang. Lana memperhatikan Biru yang terlihat pucat, memakai hoodie miliknya yang kebesaran. Biru berbalik ke arah Lana.

"Aunty. Aku khawatir sama Papa.. Tapi aku capek.."

"Makannya tidur dulu, besok pagi kita ngobrol, sambil sarapan."

"Papa gak apa - apa. Tadi sore dia udah bawa sus nya Biru ke rumah sakit."

Lana meraih tangan Biru. "Sini tangannya."

"Biru, mau cerita?"

Biru menatap Lana. Air mukanya berubah, sedikit ragu, Biru berkata pada Lana.

"Aunty gak akan mau denger.."

"Mau kok, im all ears for you Biru. I trust you. You are my best best best friend."

".....aku nakal."

"Kok gitu? Ada yang nyakitin Biru lagi ya? Kaya waktu kita pertama ketemu?"

"...." Biru mengangkat bahunya.

Ketika pemeriksaan tadi ia dan Dylan tercengang sekali melihat punggung Biru. Penuh dengan luka memar kecil seperti bekas cubitan yang cukup keras. Lutut dan pahanya juga memar. Biru juga menyadari kalau Lana sudah sadar kalau dia korban neneknya yang abusif. Tapi di otak dan dalam dirinya Biru pantas menerima itu, karena dia.. si anak pembawa sial.

"Aku bikin sial."

Lana meringis. Dylan tadi menyarankan kalau Biru butuh pendampingan dari Psikolog karena apa yang terjadi pada Biru sudah terlalu parah. Sekarang Lana mengerti maksud Dylan.

I. MOTIONS [COMPLETED.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang