26 | 🥀 Cup! ⚘

333 24 18
                                    

Di sepanjang koridor yang tampak lenggang dan sepi mengingat jam sekolah yang sudah berakhir sejak dua jam yang lalu, tampak Bima yang sedang menarik tangan Nata tak berperasaan. Entah apa yang ada dalam otak Bima setelah hatinya tadi merasa berbunga, kini malah bertindak kasar. Nata terlihat susah payah mengikuti langkah lebar Bima, berulang kali gadis itu berdecak.

"Lo tuh hoby banget sih narik-narik gue! Kalo lo mau latihan tarik tambang buat agustusan ya jangan jadiin gue alatnya bisa, kan?!" Nata memprotes sambil menghempas kasar tangan Bima. Seperti yang kalian duga, usaha Nata selalu berakhir sia-sia.

Bima tak merespon sedikitpun ocehan Nata, dia malah semakin mempererat genggaman pada tangan Nata dan menariknya lagi dengan langkah yang semakin cepat. Bukan tanpa alasan Bima melakukan hal itu, dia hanya sedang berpacu dengan waktu. Jam sudah menunjukan pukul tiga lewat empatpuluh lima menit yang artinya Bima sudah telat latihan basket.

Jadi jangan salahkan Bima untuk tindakannya kali ini. Disini menurut Bima, Nata pun juga salah. Iya, gara-gara daya tarik Nata yang selalu membuat Bima penasaran, bukannya langsung meluncur ke lapangan dirinya justru mengikuti Nata ke dalam gudang sekolah dan berakhir menjahili gadis itu.

Kaki Nata serasa kram karena ulah Bima, dengan tarikan yang tak juga kunjung mengendur tiba-tiba Nata tersandung dengan sepatunya sendiri hingga dia limbung dan benturan dengan lantai-pun tak bisa terelakan.

Bruukkk!

Bima langsung menoleh begitu mendengar suara debuman dan genggamannya pada tangan Nata terlepas. Mata Bima terbelalak begitu mendapati Nata tersungkur dengan posisi telungkup yang mengenaskan.

"Awss," ujar Nata kesakitan sambil bangkit dari posisi telungkup menjadi duduk. "Gara-gara lo gue jatoh!" Sentak Nata menatap nyalang Bima untuk meluapkan rasa nyeri pada pantatnya. Bukan hanya itu saja, lutut, siku, tangan, bahkan seluruh badan Nata juga terasa remuk.

"Lo-nya yang lambat," balas Bima dengan tanpa dosanya. Nata menganga lebar dengan mata mengedip berkali-kali mencoba mencerna ucapan Bima barusan.

Melihat raut Nata yang tampak mengenaskan Bima merasa iba, kemudian dia mengulurkan tangannya menawarkan bantuan kepada gadis itu. Nata tak merespon, dia justru membiarkan tangan Bima terulur untuknya cukup lama sambil menatap tangan itu malas. Rasa dongkol memenuhi hati Nata, dia benar-benar tak paham dengan tingkah Bima yang selalu berusaha membuatnya marah.

Bima berdecak, Nata ini memang tak tahu diri. Segitu susahnya menghargai bantuan Bima? Yang seperti Nata begini ini, tipe-tipe perempuan yang suka menyalahkan laki-laki. "Nih! Gue udah berusaha baik tapi lo-nya gak ngerespon. Entar gue diemin elo juga ngambek, mau lo apa, sih?" Katanya menatap malas Nata.

"Lo masih nanya ke gue?" Nata menunjuk dirinya sendiri yang malah ditanggapi putaran bola mata malas oleh Bima.

"Gue harap lo tadi denger dan gak budek!" Balas Bima menyentak Nata.

Memejamkan mata sambil mengatur napas, Nata merasa sangat lelah terus adu mulut dengan Bima."Perlu gue ajarin apa yang harus lo lakuin, hah?" Ujarnya dengan nada setenang mungkin. "Minta maaf Bimm, minta ma'af doang. Udah cukup, cuman itu--- gue cuman butuh itu," tambah Nata masih dengan nada tenang berusaha melebur gemuruh amarah di dadanya.

"Ohh," sahut Bima singkat padat dan jelas. Sontak Nata membulatkan matanya tak percaya dengan mulut yang menganga lebar.

Bima berusaha menahan tawa melihat ekspresi Nata yang sangat lucu menurut dirinya. Dengan sigap Bima merundukan badan, berjongkok dihadapan Nata. Menatap intens manik cokelat gadis itu, Bima mulai mendekatkan kepalanya ke wajah Nata. Lain hal-nya dengan Nata, gadis itu kini sibuk menormalkan debaran jantungnya. Semakin lama Bima semakin memajukan kepala membuat Nata menahan napas, pikiran-pikiran negatif bermunculan di kepala Nata.

Because I Love You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang