40 | 🥀 Air Mata ⚘

306 20 26
                                    

Setelah bertemu Nadia, Nata memutuskan untuk pergi ke rumah sakit tempat Namira dirawat. Melirik jam tangan ternyata hari sudah beranjak malam, namun itu tak mengurungkan niat Nata untuk melihat Namira. Berada di dalam taksi, Nata menyandarkan kepalanya pada kaca pintu mobil. Dia melamun, masih memikirkan Bima. Tak disangka air mata Nata  kembali luruh, sesekali gadis itu menyeka lembut pipinya.

Sampai di rumah sakit, Nata melangkah terburu-buru mencari ruang rawat Namira. Dia menengok ke kanan dan kiri menyusuri satu persatu ruangan sesuai petunjuk dari  Nadia. Tepat berselang dua ruangan setelah pintu masuk, mata Nata menangkap pintu bertuliskan ruang ICU. Tanpa menunggu lama, Nata langsung berjalan menuju ruangan itu dengan jantung mendadak memompa begitu cepat.

Berada tepat di depan pintu ruang ICU, Nata terlihat ragu. Gadis itu berulang kali mondar-mandir sambil memilin tangannya, rasa cemas membuat Nata bimbang untuk sekedar mengetuk pintu. Titik-titik keringat mulai membasahi dahi dan pelipis Nata, sesekali dia mengatur napasnya mencoba mengusir perasaan takut akan menemui Namira. Meremas kuat slim bag-nya, Nata meyakinkan diri dan hati agar kuat menghadapi gadis pujaan Bima.

Merasa dirinya sudah cukup tenang, Nata memajukan kepala memilih mengintip Namira dari kaca kecil pintu ICU memastikan keadaan apakah memungkinkan dirinya untuk masuk atau tidak.

"Kamu kenapa sadarnya lama banget, sih? Aku hampir gila gara-gara kamu." Bima menggenggam mesra tangan Namira. Tatapan lelaki itu menyiratkan kerinduan, sementara Si gadis berdesis sebal.

"Biarin aja! Aku tuh males tau gak, liat kamu yang kerjaannya cuman berantem terus," protes Namira pura-pura marah dengan bibir mengerucut, tampak imut di mata Bima.

Bima terkekeh, lalu sebelah tangannya terulur mengusap lembut pipi Namira. "Aku berantem juga buat kamu. Biar cowok- cowok tuh gak pada ngintilin kamu terus." Sudut bibir gadis itu tampak berkedut menahan senyuman, namun tak lama mimik gadis itu berubah masam.

"Tapi gak pakek kekerasan juga, kan aku khawatir sama kamu," kata Namira terdengar manja di telinga Bima. Cubitan gemas mendarat di kedua pipi gadis itu, tidak tahan rasanya Bima mengabaikan ekspresi lucu Namira.

"Unyu banget sih!" Bima masih belum melepaskan tangannya dari pipi Namira. Gadis itu mencebik menampilkan mimik lucu dan menggemaskan menurut pandangan Bima.

"Ihh sakit," rengeknya sekali lagi terdengar manja sambil mencoba melepas tangan Bima. Lelaki itu terkekeh lagi, hatinya berbunga-bunga sangat bahagia. Ini yang dia rindukan dari Namira, sifat manja gadis itu sungguh membuat candu.

"Tau ah ngambek!" Namira membuang muka enggan menatap Bima. Tangan gadis itu bahkan menyilang di depan dada, jangan lupakan bibirnya yang maju beberapa senti.

Cup!

Kecupan singkat mendarat mulus di pipi kiri Namira membuat Sang empunya merona. "Cari-cari kesempatan ih!" Desisnya kesal dengan tangan menghapus bekas bibir Bima, namun lagi-lagi bibir gadis itu berkedut menahan senyuman.

"Seneng, kan?" Bima menoel dagu Namira berniat menggoda. Dia tahu betul kalau gadisnya tersipu, Bima tidak bisa dibohongi semudah itu.

Terlanjur malu, Namira langsung menubruk dada bidang Bima menyembunyikan wajahnya di pelukan hangat lelaki itu. Bima terkekeh pelan, kemudian membalas rengkuhan Namira sambil menghirup dalam-dalam aroma gadis itu melepas kerinduan. Mereka berdua terlihat sangat serasi, sorot mata Bima dan Namira membuat siapa saja langsung tahu kalau mereka berdua saling mencintai seakan tak bisa terpisahkan sampai mati.

Sementara di balik pintu ruang ICU, Nata menggigit dalam bibir bawahnya menahan isak tangis. Air mata gadis itu turun dengan derasnya seakan tiada henti. Sebelah tangan Nata menekan kuat dadanya, menahan gemuruh sakit dan sesak melihat kemesraan Bima dan Namira. Dia tak sanggup melihat lebih lanjut keromantisan dua sejoli yang sedang dimabuk asmara, Nata membalikkan badan menyandarkan punggungnya pada pintu ICU.

Because I Love You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang