10 tahun kemudian..."Dengan ini, saya Park Jimin akan menjaga, mencintai, dan menjadi suami yang baik untuk Min Yoonji."
Riuh tepuk tangan menghiasi gedung pernikahan keduanya saat janji suci telah selesai diucapkan oleh Jimin.
"Jaga anakku." Yoongi menggenggam erat tangan Jimin dan menepuknya pelan. Ia menahan air mata saat menatap putrinya yang tepat ada di samping Jimin.
"Pasti. Sebagaimana Ayah telah menjaga Yoonji. Aku akan menjaga dan memberikan kebahagiaan padanya juga." Jimin tersenyum kemudian memeluk Ayah mertuanya dengan erat.
Yoonji kini berdiri tepat di depan Yoongi. Tersenyum sangat bahagia, persis seperti istrinya dulu, Seulji saat ia beri cincin. Sudah sejauh ini kah? Yoongi melempar waktu kembali dimana ia pertama kali menyentuh kedua belah pipi putrinya, menggendong Yoonji pertama kali meski dengan takut-takut dan dibantu oleh Seokjin.
"Ayah." Panggilan Yoonji menyadarkan lamunannya.
"Iya sayang?" Sambil menahan air mata yang hampir tumpah, Yoongi menarik tangan putrinya dan mengecupnya pelan.
"Ayah bahagia?"
"Tentu." Jawab Yoongi mantap sambil menarik bahu Yoonji dan memeluknya erat. Yoongi menangis tepat saat ia mencium wangi manis khas milik Yoonji.
"Ayah jangan menangis." Yoonji mengusap bahu Ayahnya pelan.
"Ayah sendirian di rumah. Sudah tidak ada Yoonji mulai besok di rumah."
"Yoonji pasti akan sering datang. Pasti. Yoonji tidak akan meninggalkan Ayah sendirian. Ayah jangan khawatir." Yoonji meyandarkan kepalanya pada bahu Yoongi.
"Harus." Yoongi menjauhkan dirinya. Menangkup wajah Yoonji sambil mengusapkan ibu jari pada permukaan pipinya.
"Ayah jangan lupa minum obat agar cepat sembuh." Yoonji menghapus air mata yang mengalir di pipi Yoongi. "Kalau sakit jantungnya kambuh lagi bisa telpon Jimin. Jimin akan menjadi dokter VIP untuk Ayah." Ucap Yoonji diselingi tawa. "Ayah jangan lupa makan juga. Jangan terlalu lelah." Yoonji menggenggam tangan Ayahnya.
"Iya. Ayah tidak akan lupa." Yoongi mengangguk pelan.
●●●
"Sudahlah, Ji. Jangan menangis terus." Jimin yang sibuk menyetir sambil sesekali memperhatikan Yoonji yang tak kunjung berhenti menangis tepat saat ia melihat Ayahnya melambaikan tangan di depan pagar rumah. "Perjalanan dari rumah Ayah ke rumah kita hanya 15 menit. Kapan saja kau mau ke rumah Ayah pasti akan aku antar."
"Siapa yang akan mengingatkan Ayah untuk minum obat, Jim? Aku khawatir meninggalkan Ayah sendirian. Ayah sudah tua dan pelupa."
"Kita akan menelpon Ayah untuk mengingatkannya." Ucap Jimin sambil menggenggam tangan Yoonji. "Ayah bilang tadi jangan terlalu khawatirkan dirinya. Ayah bisa menjaga dirinya."
"Ayah selalu berkata begitu. Tapi selalu berakhir tidak baik-baik saja."
Jimin dan Yoonji sama-sama diam. Benar. Yoongi memang begitu. Berkata bahwa ia baik-baik saja, padahal pada suatu malam, ia benar-benar sekarat. Meremat dada kirinya yang semakin hari semakin terasa menyakitkan hingga mati rasa. Lalu ambruk dan ditemukan Yoonji dalam keadaan pingsan di kamar. Yoongi menderita henti jantung dalam satu tahun ini. Entah sejak empat tahun ia menjadi perokok aktif dan sering mengonsumsi kopi berlebihan. Ditambah lagi ia tidak pernah olahraga dan pikiran yang menumpuk di kepalanya. Jimin pernah menyarankan berbagai cara agar henti jantungnya segera sembuh, tapi Yoongi selalu menolak dengan alasan biaya yang terlampau mahal dan katanya, ia masih baik-baik saja. Padahal berapapun biayanya akan Jimin keluarkan. Yoongi memang tidak berubah. Keras kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy, You're My Hero [MYG] ✔
FanfictionTangan mungil Yoonji, bibir tipis Yoonji, pipi gembul Yoonji, garis wajah Yoonji, semua mengingatkan Yoongi pada Park Seulji. Wanita itu pergi terlalu cepat, tanpa pamit. Yoonji bahkan belum merasakan hangatnya pelukan Seulji. "Yoonji sayang, mohon...