Yoonji's sideAku berjalan sendirian di sebuah taman bunga berkabut, tanpa alas kaki. Dengan mini dress berwarna khaki yang entah milik siapa. Aku tidak pernah memiliki dress seperti ini sebelumnya.
"Yoonji.."
Itu suara Ayah. Aku mencari sumber suara tersebut. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, tapi aku tidak menemukan Ayah.
"Sayang, kemarilah.."
Suara siapa itu? Suara seorang perempuan. Jangan-jangan...
"Ini Bunda, sayang."
Perlahan kabut di hadapanku mulai memudar. Tampak sepasang insan yang saling menautkan jari-jari tangan mereka erat. Seakan tak sesosok pun boleh melerai tautan jari mereka.
"Bunda?" Aku mengerutkam dahi. Dadaku berdegup dengan kencang, sekujur tubuhku bergetar. Menatap dari jauh sosok yang selama ini aku dambakan dalam hidupku. Sosok yang selama ini selalu ku bayangkan, bagaimana paras lembut nan cantik yang selalu Ayah bicarakan.
Aku berjalan perlahan. Tapi kedua kakiku tidak sabaran, berpacu semakin cepat. Telapak kakiku bergesekan dengan rumput hijau yang lembut. Persis seperti pertama kali saat Ayah mengajariku berjalan dengan bertelanjang kaki di halaman depan rumah. Aku berlari semakin kencang sambil merentangkan kedua tanganku, bersiap merangkul keduanya secara bersamaan.
Hap!
Aku dapat memeluk mereka. Menghirup aroma Bunda yang selama ini hanya bisa ia bayangkan. Aroma seorang ibu yang tidak ada seorangpun dapat menyamai aromanya.
"Aku rindu Bunda. Aku selalu ingin memeluk Bunda dan Ayah bersamaan seperti ini. Aku selalu ingin melihat wajah Ayah dan Bunda bersamaan sedekat ini." Wajahku basah oleh air mata. Ayah menghapus air mataku.
Ah, Ayah..
Ini yang selalu Ayah lakukan saat aku menangis dulu."Jangan menangis.."
Aku rindu suaranya. Sungguh. Sangat-sangat rindu. Suaranya menenangkan, tapi justru malah membuatku ingin menangis lebih kencang.
"Semuanya akan kembali pada miliknya, Yoonji." Kata Bunda.
Kalimat sama yang Ayah katakan beberapa hari lalu. Ya. Memang benar. Semuanya akan kembali pada yang menciptakan.
Manusia hanya menjaga, dan merawat milik'nya'. Urusan pulang dan pergi itu sudah bukan urusan manusia.
"Bunda akan selalu menjaga Yoonji dari sini, bersama Ayah." Kata Bunda lagi.
Aku jelas menggeleng dengan keras. Tidak mau. Bagaimana aku bisa melihat kehadiran mereka atau melihat wajah mereka? Bagaimana aku bisa tahu kalau Bunda dan Ayah benar-benar di sini dan menjagaku?
"Ayah dan Bunda akan menunggu Yoonji di sini?" Tanyaku.
Ayah tersenyum sambil menggeleng.
Apa? Kenapa?
"Akan ada yang menunggumu besok-besok selain Ayah dan Bunda, di sini. Rasa cintanya besar, sebesar rasa cinta dan kasih Ayah kepada Bunda. Nanti saat waktunya tiba."
"Jimin?"
"Tentu." Ayah mengelus rambutku.
Ah, iya. Jimin.
"Sekarang waktunya Ayah dan Bunda pergi, dan Yoonji harus kembali."
Aku hanya bisa diam. Jelas aku tidak bisa melarang mereka berdua pergi. Melihat wajah sumringah Ayah saat menggandeng Bunda membuat mataku kembali panas.
Aku mundur perlahan sambil melambaikan tangan pelan. Memandang keduanya hingga benar-benar hilang dimakan cahaya putih berpendar yang menyilaukan. Aku terus mundur hingga telapak kakiku tidak lagi menapak pada rumput-rumput lembut itu. Aku merasa jatuh...
Yoonji's side end
"Ayah!" Yoonji tersentak kaget, bangun dari tidurnya.
Jimin yang tepat di sampingnya pun ikut terkejut.
"Hey, sayang ada apa?"
Yoonji diam sejenak sambil memegangi kepalanya.
"Mau minum air? Sebentar.." Jimin berlari ke dapur mengambilkan segelas air putih untuk Yoonji. "Ini. Pelan-pelan.."
Yoonji meneguk air putih tersebut hingga tersisa setengah gelas. Nafasnya terengah-engah.
"Ada apa?" Tanya Jimin sekali lagi.
"A-aku mimpi..."
Jimin diam. Tadi ia sempat mengintip Yoonji saat Jimin akan tidur di sofa. Memastikan istrinya baik-baik saja di dalam kamar, sendirian. Yoonji sudah tertidur lelap. Jimin jadi merubah pikiran untuk tidur di dalam kamar.
Tanpa dijelaskan pun, Yoonji tahu Jimin akan paham tentang mimpi apa yang ia maksud. Tapi Pria itu hanya diam sambil menepuk pundak Yoonji pelan lalu tersenyum hangat dan manis, menenangkan.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Jimin memastikan. Ia mengangguk pelan sambil tersenyum membalas senyuman Jimin.
Yoonji sadar, ia tidak boleh terlalu sedih berlarut-larut seperti ini. Karena itu bisa menyakiti hatinya sendiri dan membuat Ayah serta Bunda sedih di sana. Apalagi Jimin. Pria itu bisa terus murung kalau tau istri tercintanya terus bersedih.
Yang pasti, hidup akan terus berjalan bagaimanapun dan apapun yang akan terjadi.
Yoonji mengangguk pelan sebelum akhirnya kembali merebahkan diri. Diikuti dengan Jimin.
"Mau ku peluk?" Jimin merentangkan tangannya.
Tanpa menjawab, Yoonji sudah memeluk Jimin dan memejamkan mata, mencoba kembali tidur dalam pelukannya.
SELESAI
Inii diaa sedikit bonus chapter.
So sorry kalo misalkan kalian nggak puas sama buku ini mungkin karena aneh, kurang feel atau gimana gimana.. 😭 i did the best for this book. Setelah ini aku harus fokus ujian ujian.Tanggal 30 udh UN😭 do'ain aku ya semoga aku bisa lancar ngerjainnya dan dapet nilai sesuai yg aku inginkan. Do'ain aku juga semoga lolos SNMPTN😭
Also, aku bakal do'ain temen2 semua bisa sehat terus, karena kondisi sekarang lagi gak baik-baik aja🤧
Kurang lebihnya mohon maaf, dan TERIMAKASIH ☺️😊💕💜
Big love
-Alfa
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy, You're My Hero [MYG] ✔
FanfictionTangan mungil Yoonji, bibir tipis Yoonji, pipi gembul Yoonji, garis wajah Yoonji, semua mengingatkan Yoongi pada Park Seulji. Wanita itu pergi terlalu cepat, tanpa pamit. Yoonji bahkan belum merasakan hangatnya pelukan Seulji. "Yoonji sayang, mohon...