22 • Our Prayers.

464 31 0
                                    

Ketiga motor sport bersama sang empunya itu berhenti di pinggir jalan sepi. Dua orang yang tidak bersangkutan dalam pemberhentian tiba-tiba itu hanya menatap pada laki-laki yang kini merogoh saku celana demi mengeluarkan benda pipih bermerek. Hingga raut muka Raffa yang terkejut sangatlah menarik keingintahuan dua sahabatnya.

"Kenapa Raf?!"

"Dari nomer Kai, bentar." Raffa menempelkan ponselnya di telinganya, ia berusaha berbicara dengan si penelepon yang ternyata bukan asli pemilik nomor tersebut.

"Apa?! Kirim alamat rumah sakitnya, gue kesana sekarang!" Dengan panik Raffa mengisyaratkan dua sahabatnya untuk bersiap dengan kendaraan masing-masing.

"Oke gue kesana. Thank's!" Raffa mengakhiri panggilan telepon dengan seorang laki-laki yang menghubunginya dengan nomor Kai.

"Kenapa, hah?!" Sentak Rean, ia sangat bingung dan khawatir.

"Kai di rumah sakit. Kalian ikutin gue aja." Jawab Raffa sembari menghidupkan mesin motornya dan melaju memandu jalan dua motor sahabatnya yang mengikuti dari belakang.

Mereka menuju daerah yang sangat jauh dari tempat mereka tadi. Mereka sempat heran sendiri-sendiri dengan lokasi yang sejauh itu. Raffa menghentikan motornya di depan sebuah bangunan besar rumah sakit bergensi itu. Ini kali pertama mereka bertiga menginjakan kaki di pelataran luas Klein Hospital.

"Yang bener Raf, Kai beneran di rumah sakit ini?" Tanya Marvel yang di angguki Raffa.

"Mana lagi coba yang namanya Klein Hospital kalau bukan ini? Gue masih sehat pendengaran, elah!!!"

"Udah udah, sekarang kita masuk cari Kai!" Tegas Rean, ia memimpin jalan dua sahabatnya masuk kedalam gedung rumah sakit terkenal itu.

"Gila mewah banget rumah sakitnya?" Celetuk Raffa yang di setujui Rean dan Marvel.

"Resepsionis nya letaknya mana nih?" Raffa kembali bersuara.

"Itu." Tunjuk Marvel pada tempat suster cantik-cantik yang sedang melayani beberapa orang.

"Astaga! Cantik-cantik banget susternya."

"Pikirin sahabat lo, nggak usah mikirin cewek dulu!" Cetus Rean, entahlah kenapa dia jadi acuh dengan cewek cantik.

Langkah mereka berhenti tepat di belakang seorang gadis tinggi berambut hitam panjang yang kini tengah berbicara dengan resepsionis itu. Mereka serentak mengerutkan dahi melihat perawakan tubuh gadis yang membelakangi mereka itu.

"Nanti kalau ada keluarga atau kerabat dekat dari cowok tadi. Langsung tunjukkin ruangannya. Kayaknya aku nggak bisa lama-lama nunggu keluarganya dateng."

"Baik, Nona."

"Oh ya, kalau Delon nanyain aku, bilang aja aku udah pulang dulu."

"Nona lagi sibuk banget ya?"

"Iya. Pagi nanti harus ke Thailand. Aku belum siap-siap, takut nggak nyampe waktunya."

"Baiklah. Hati-hati, Nona Colton."

Gadis itu tersenyum dan membalik tubuhnya bergerak pergi meninggalkan meja resepsionis. Namun belum sampai melangkah ke depan, pandangnya di kejutkan oleh tiga cowok yang tadi di belakangnya.

"Kebetulan sekali kita bertemu Nona Colton!" Rean tersenyum miring melihat gadis yang...sumpah sangat cantik.

"Oh, lo yang gue ajak balap tapi nyatanya pengecut. Bisa-bisanya di gantiin temen. Gimana temen lo? Patah tulang kah?"

"Maks---"

"Lo mau pulang, Va?" Suara laki-laki yang menjeda mulut Rean untuk berbicara.

"Hem. Lo tungguin cowok itu dulu. Gue mau ke Thailand. Kerjaan gue banyak!"

BABE [Beyond The Limit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang