New York, USA
Sampai siang ini Rean masih bergulat dengan selimut tebal milik Mellody. Semalam ia susah tidur dan hampir minum obat tidur kalau saja Mellody tidak menyeretnya tidur selama dengan gadis itu. Awalnya Rean menolak, karena ia ingat pesan Papanya. Dan dalam diri Rean sendiri, ia tidak mau mengambil resiko bermacam-macam jika berada di satu ruangan sama dengan seorang gadis yang bukan muhrimnya. Namun saking pusingnya karena tidak bisa tidur akhirnya Rean ikut saja tapi ia berusaha membentengi diri jika tiba-tiba setan jahanam menghasutnya.
"Mel?" Panggil Rean, ia mulai mengerjapkan matanya.
"Ya Allah, apa Rean nggak dosa sudah tidur satu ranjang dengan gadis bukan muhrim Rean?" Cerocos Rean dengan mendudukkan tubuhnya di tempat tidur.
"Maafin Rean, Rean khilaf. Tapi Rean nggak lakuin apa-apa kok. Rean cuma tidur nggak ada raba-raba juga." Lanjutnya dengan terus meminta maaf akan kelakuannya.
"Tapi maaf, biasanya Rean raba-raba cewek Rean yang udah lewat. Ciuman juga pernah, tapi mereka dulu yang mulai jadi Rean mohon dosanya di tanggung mereka aja."
"Re? Lo kenapa?" Mellody yang baru keluar kamar mandi, menatap heran tingkah Rean yang bersila di atas tempat tidur dengan sikap berdoa.
Rean tersentak dari kegilaannya, ia menatap tanpa kedip pada Mellody yang berdiri di sebelah pintu kamar mandi hanya menggunakan bathdrobe. "Nggak apa-apa Mel. Maaf udah ngerepotin lo di sini."
Mellody tersenyum singkat sebelum masuk ke walk in closet miliknya tanpa menutup pintu. "Nggak Pa-pa Re, biasa aja kali."
Rean meneguk ludahnya kasar, ia langsung menyadarkan diri sebelum terlambat. "Gue ke kamar gue dulu, Mel. Mandi." Ucapny, ia ngacir pergi kembali ke kamar tamu yang di tempatinya semalam.
Mellody mengedikan bahunya, ia menutup pintu walk in closet dan mulai berpakaian sebelum ke dapur untuk makan siang. Sedangkan di luar kamar Mellody, Rean tengah mengatur detak jantung serta pikirannya yang mulai berkelana kemana-mana.
"Astaga, godaan di sini besar banget! Jadi pengen cepet-cepet nikah aja." Gerutu Rean.
Rean melangkah ke kamar yang tidak terlalu jauh dari kamar Mellody, ia masuk dan mengunci pintu. Takut jika manager centil Mellody tiba-tiba menyusup masuk di saat dirinya tengah mandi. Rean berniat pergi mencari hotel jika perempuan blonde yang mengatur jadwal Mellody itu tinggal menetap di apartemen Mellody.
"Astaga luar negeri emang bener bener menguji!" Pekik Rean, ia mengambil ponselnya yang semalam ia charger. Di nyalakan ponsel hitam bermerek itu hingga banyak sekali getaran yang terasa di genggaman tangannya.
"Ngapain coba grub Kampred rame? Tumbenan."
Drtttt....drtttt...
"Ngapain si Marvel telepon, tumben."
Jemari Rean menekan tombol accept, kemudian mendekatkan ponselnya ke telinga di barengi suara seseorang dari seberang telepon.
"Re, lo abis sekarang!"
"Apa sih Vel? Gue utuh!"
"Sekarang di situ siang ya?"
"Iya. Kenapa?"
"Lo tau di sini malam. Dan sekarang gue di arena balap."
"Oh, lo lihat balapan? Kenapa pakek nelepon gue?"
"Karena ini spesial buat lo. Malam ini seharusnya elo yang balapan, 'cause tiba-tiba ada yang nantangin elo."
"Ha? Gue? Kok bisa? Siapa yang nantang, terus gimana sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BABE [Beyond The Limit]
Novela Juvenil[ALREAN SERRANO] UPDATE SETIAP INGAT! 'Gue lebih suka lingerie daripada melody' "Nggak sembarangan kok. Gue cuman mau ngehemat duit, jadi gue bawain kalian ponakan aja. Byeeeee!!!"