26 | Behind the Mask

968 109 4
                                    

Cho Dahee, Home.

Sudah lebih dari tiga hari aku tinggal di tempat yang sama sekali tak menyambut baik diriku.

Aku nyaris terkekeh pelan begitu banyak ingatan terlintas di benakku. Tentang bagaimana diriku, keluargaku, dan kedua orangtuaku yang cocok dikatakan sempurna jauh dari keadaan sekarang ini.

Ku hela nafas berat seberat denyutan yang sering kali terasa di kepala akhir-akhir ini. Baik, aku sering tidur larut sampai rasanya kedua pupilku perih.

Lagi-lagi yang kulakukan hanya memandangi satu benda pipih bernama foto usang itu lagi. Bertanya-tanya siapa pelaku yang samar-samar dalam gambar tersebut.

Mendadak ponselku bergetar. Kulihat siapa yang menghubungiku pagi-pagi begini.

Namjoon is calling..

Sontak kutarik sudut bibirku ke atas. Satu hal yang dapat menyibukanku dari pikiran kalut. Lelaki itu.

"Yeobeoseyo?" Sahutku lebih dulu.
(Halo?)

"Apa hari ini bisa bertemu sebentar?"

"Kenapa hanya sebentar?" Godaku sembari tertawa halus.

Setidaknya Namjoon menanggapi dengan deheman kecil, dia selalu terdengar serius.

"Aku harus kembali ke seoul siang ini."

Aku hanya tertawa renyah lantas berkata, "arraseo. Aku akan ke penginapanmu dalam 30 menit"
(Baiklah)

"Ne. Gomawo"
(Iya. Terima kasih)

"Mwoga gomawo?"
(Terima kasih apa?)

"Ani, geunyang—"
(Tidak, hanya saja..)

"Pokoknya tunggu sebentar. Aku akan bersiap sekarang", Kuputuskan sambungan lebih dulu. Mendadak aku merasa senang.

Selama perjalanan aku terus memikirkan apa yang akan ku lakukan selanjutnya. Dengan perkataan Namjoon yang akan kembali ke seoul otomatis aku akan sedikit kesepian selama di desa ini. Namjoon pasti akan sangat sibuk.

Sesampainya di depan halaman, aku sengaja tidak memberitahu kedatangannku. Mungkin ini seperti kejutan kecil karena sebelum tiga puluh menit pun aku sudah lebih dulu sampai.

Ku duduk di kursi yang tersedia di dekat pintu. Sembari membolak-balikan ponsel, aku kembali mengenang hari dimana aku dan Namjoon pergi ke beberapa tempat di desa. Bukan hal istimewa tapi cukup membuatku merasa lebih baik selagi menunggunya keluar dari dalam kamar.

"Ani, kenapa harus besok pagi? Bukankah jadwalnya diundur hingga dua hari kedepan?"
(Tidak)

Terdengar suara orang berbicara. Kepalaku menoleh ke samping kanan. Tepat pada saat Namjoon membuka tirai jendela berwarna putih—sangat kontras dengan kayu coklat tua pekat.
Lelaki itu belum menyadari keberadaanku. Sebelum akhirnya aku sedikit melambaikan tangan dan menarik perhatian Namjoon dari dalam.

"Ah, ok ok! Kalau begitu sudah dulu", sepertinya dia langsung mematikan telpon.

Dan pintu terbuka.

Oh, maaf aku keliru telah membayangkan jika Namjoon sudah sangat rapi dengan baju-baju bagus miliknya.

Aku setengah menangkup dahi dan mataku menghalangi pandangan yang tidak sengaja kulihat. Namjoon dengan celana sport short sebatas dengkul dengan kaos slip over tank hitam polos—menampilkan bahu lebar hingga ketiaknya yang bebas tanpa terhalangi apapun.

"Kukira akan sedikit terlambat" basa-basinya yang mencoba menampilkan lensung pipit menawan itu.

"Kukira kau sudah bersiap-siap" timpalku.

Man in Mind | Kim NamjoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang