Derap kaki Minseo memenuhi halaman depan rumah orang tua Dahee.
Tangan yang mengepal beberapa kali dia pautkan dengan tangannya satu sama lain. Antara dingin dan juga gugup.
Hatinya terus berkomat-kamit agar semua hal yang ia ketahui tidaklah benar adanya.
Menilik beberapa waktu lalu, saat Minseo berada di rumah Yejin saat itulah dia mengetahui satu hal. Entahlah dia sendiri masih belum yakin jika dirinya terkait akan masalalu gadis itu. Selama yang dia ingat, Minseo belum lama sekali mengenal Yejin dibandingkan Dahee.
Namun, dimalam itu. Yejin dengan raut wajah meyakinkan malah berkata bahwa dirinya lebih dulu mengenal Minseo.
Semuanya semakin rumit begitu Yejin menunjukan foto dirinya tengah menginjak usia remaja yang baru berumur 20 tahunan. Dimana saat itu satu-satunya yang memiliki foto tersebut hanyalah Cho Dahee.
Kembali pada terakhir kali Minseo menghela napas berat berharap seseorang membukakan pintu bagi dirinya ditengah-tengah badan yang mulai menggigil, seseorang memanggil namanya dari belakang.
"Minseo-ya?" Panggil orang itu.
Minseo menoleh dan mendapati Dahee yang terkejut dengan raut wajah penasaran. Tak luput, Minseo juga melihat seulas gurat merah di pipi gadis itu namun dia sendiri tak yakin apa penyebabnya.
"Sejak kapan kau disini?" Tanya Dahee lagi.
Minseo berdehem, menetralkan suara serta perasaannya yang tiba-tiba bergejolak, "baru saja" singkatnya.
"Waeyo? neo isange." sela Dahee yang mulai sadar gelagat Minseo.
(Kenapa? Kau aneh)"Ani" Minseo berdehem lagi, "jika kau punya waktu ikut denganku sebentar".
(Tidak)Tanpa berkata lagi Minseo lebih dulu melenggang menuju tempat sepi. Menghiraukan Dahee yang semakin mengerutkan dahi-tak paham. Meski begitu Dahee tetap membuntuti Minseo dari belakang.
Cukup jauh dan cahaya redup-redup semakin tertutupi dinding batu yang mulai meninggi di sebelah kiri—menandakan jalanan yang mereka injak mulai menurun dan tempat ramai berubah menjadi perkebunan alang-alang disetiap sisi jalan.
"Yak, apa yang akan kau bicarakan? Kenapa harus kesini? Kenapa tidak bicarakan di rumah?" Tanya Dahee sambil terengah-engah.
Bukan karena lelah namun lebih kepada menahan kesal sebab dalam situasi itu Minseo sama sekali tidak bicara, sama sekali tidak seperti biasanya dan hal itu membuat Dahee semakin tidak sabaran.
Akhirnya Minseo berhenti. Tubuhnya sama sekali tak berbalik dan masih tetap bungkam. Seperti dugaan Dahee bahwa Minseo sedikit aneh. Dengan langkah cepat Dahee berjalan dan berhenti tepat di hadapan Minseo berdiri.
Dahee menghirup napas dalam-dalam, "bicara sekarang juga sebelum aku benar-benar tidak akan mendengarkanmu!"
Hening. Minseo masih tetap bungkam.
"Baiklah, aku tunggu sampai detik ketiga. Jika kau masih tidak mau bica-"
"Gga!!"
(Pergi)"Mwo?" Dahee terkejut.
(Apa?)"Bukankah kau ingin pergi? Pergilah."
Mata Dahee mengerling. Dia tidak menyangka bahwa Minseo mempermainkannya.
Tak butuh waktu lama, Dahee mulai mengambil langkah. Sampai langkah keempat telinganya mendengar suara Minseo yang samar-samar bergumam, "jalang. Cih"
Detik itu pula Dahee membeku. Kakinya membatu dan bibirnya merapat. Untuk pertama kalinya ia mendengar Minseo mengumpat. Terlebih umpatan itu seperti ditujukan hanya pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Man in Mind | Kim Namjoon
Fanfiction#NamjoonFanfiction "How can i hold any longer? No one else does" Ucap Dahee lirih seraya menunduk menatap tanah dibawah kakinya. "Everything goes" balas Namjoon sebelum akhirnya meraup kedua pipi Dahee dengan pelan takut jika kulit lembut pucat itu...