Yejin's House, Midnight.
"Eonni!!"
Yejin tersentak. Seluruh badannya basah kuyup karena keringat. Tidak biasanya dia bermimpi buruk selama bulan-bulan terakhir ini.
Tangannya yang gemetar meraba-raba nakas disamping ranjang. Ia mencari air minum. Setelah ia rasa memegang gelas itu dengan seluruh kekuatannya lantas ia meneguknya membabi buta. Sebagian air itu tertumpah diatas kasur serta selimutnya.
Tibak bisa. Ia tidak bisa tidur lagi setelah ini. Ketakutannya akan mimpi yang baru saja dia alami membuatnya sedikit trauma untuk sekedar terlelap. Takut kalau mimpi itu kembali menyapanya.
Tangannya meraih ponsel tanpa melihat layarnya. Sudah tentu dia akan menelpon orang dengan nomor darurat yang sudah dia atur sebelumnya.
Eomma
Itulah yang pertama kali muncul di layar handphonenya.
Dia menempelkan benda ajaib itu tepat di telinganya. Tidak ada jawaban selain suara sistem yang menandakan bahwa nomor itu tidak bisa dihubungi.
Lantas ia menundukkan kepala. Air matanya jatuh berkali-kali tepat di pipi mulusnya. Untuk sekedar meminta bantuan pun ibunya tidak bisa diandalkan.
Bibir serta pipinya begitu basah karena air mata. Ia pikir sekarang hidupnya hanya sendirian. Kakak perempuannya yang biasa ia peluk disampingnya pun sudah tiada. Malam ini dia benar-benar merindukannya.
Jika saja semuanya tidak terjadi saat tujuh tahun ke belakang. Saat dirinya berseragam rok pendek serta dasi berpita dianggap cantik oleh semua orang. Disaat itulah ia merasa menyesali semuanya. Jika saja Yejin tidak mendengarkan kakaknya dan ikut pergi bersamanya walau omelan akan terus menghujaninya harusnya Yejin tetap bersama.
Dulu Yejin seringkali mengunjungi kampus kakaknya yang tidak jauh dari letaknya sekolah. Setiap kali pulang, Yejin akan menunggu Gwon Yerim di samping kampusnya. Lucunya ia sering dianggap remeh oleh kakaknya itu karena benar-benar merepotkan. Yerim merasa jika Yejin selalu mengintil kemanapun dia pergi.
Suatu hari kakaknya itu ingin pergi berkencan dengan seseorang namun Yejin tetap merengek ingin ikut agar bisa memastikan kakaknya baik-baik saja. Namun lagi-lagi Yerim selalu melarangnya.
Hingga malam hari Yerim belum juga pulang. Yejin semakin panik dan khawatir jika sesuatu telah terjadi pada kakaknya itu. Meski sempat kebingungan kemana ia harus menyusul akhirnya Yejin memutuskan untuk ke rumah gisaeng yang katanya dulu sering kakaknya kunjungi.
Karena Yerim penari tradisional yang hebat maka dari itu dia di kontrak untuk bekerja disana sebagai gisaeng.
Kakaknya bilang bahwa menjadi gisaeng itu sangat menyenangkan. Dia bisa menyalurkan keahlian serta hobinya disana. Walau orang-orang mencap gisaeng sebagai pelacur bagi para pejabat tinggi, nyatanya itu tidaklah benar. Gisaeng sama seperti mereka para musisi di televisi.Alih-alih pulang, Yejin malah menunggu hingga larut malam.
Matanya menangkap seseorang yang sangat familiar. Wanita berumur sama persis seperti kakaknya itu menoleh pada Yejin.
"Eoh, eonni" tutur Yejin yang heran melihat sahabat kakaknya itu.
"Yejin-ah. Kenapa kau ada disini?"
"Aku sedang menunggu kakakku. Apa eonni melihatnya?" bibirnya sedikit bergetar karena dingin yang sudah mulai menyengat kulit hingga tulangnya.
"Tadi sempat kesini. Tapi dia sudah pulang sedari siang. Apa kakakmu tidak memberi kabar?"
Yejin menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Man in Mind | Kim Namjoon
Fanfiction#NamjoonFanfiction "How can i hold any longer? No one else does" Ucap Dahee lirih seraya menunduk menatap tanah dibawah kakinya. "Everything goes" balas Namjoon sebelum akhirnya meraup kedua pipi Dahee dengan pelan takut jika kulit lembut pucat itu...