Pergi

1.6K 80 34
                                    

Mungkin udah waktunya aku pergi

-AdaraAdrithaQueensha-

(︺︹︺)

"Gitu?"

Adara berdiri dari duduknya, menggeser kursi ke belakang lalu ia melangkah pergi.

"Dar," tegur Adit, ia takut Dara melakukan sesuatu hal.

Dara tersenyum kecut, lalu ia berbaik "Siapa ya?" tanyanya dengan mengangkat sebelah alisnya

"Kakak lo," gumam Adit.

"Oh." Dara mengangguk-angguk tak peduli.

***

Segalanya sudah dikemas, didalam dua koper satu ransel, yap segalanya telah Dara kemas dari mulai baju,celana,peralatan lukis serta dobok dan ti juga uangnya yang tak seberapa.

Setelah terasa selesai Dara turun ke bawah, ternyata di ruang tv mereka sedang berkumpul, termasuk Arif dan Nona.

"Mau kemana?" tanya Aghata aneh.

Dara tak menghiraukan, justru ia semakin mempercepat langkahnya.

Adit berdecak sebal, "Lo mau kemana?"

"Apa sih, nanya-nanya mulu."

Adit, Arif dan Nona mengejar Dara yang hampir keluar dari pintu rumah. "Lo ngapain sih!"


"Gue? Diusir dari rumah ini, makanya ini mau pergi, paham?" jawab Dara, membuat mereka bertiga tercekat.

"Dar, Papa gak maksud gitu."

Ekspresi Dara berubah datar. "Terus maksudnya gimana? Oh gue ngerti, maksudnya dia gak mau lagi punya anak kayak gue kan? Makanya dia usir biar gak nambah beban."

"Lo." Adit menunjuk Dara. "Bodoh!"


"Emang, makanya gua dibuang."

"Dar!"

Adara memejamkan matanya sebentar. "Mungkin udah waktunya aku pergi."

"Kak Arif selamat ulang tahun ya, Nona jaga diri baik-baik, maaf besok gak bisa antar," ucap Dara lalu segera pergi dari sana, ia menghampiri taksi yang telah ia pesan.

Adit mengejarnya, meneriakan nama Dara berkali-kali, ia bahkan menarik tas yang Dara kenakan. Arif dan Nona hanya bisa memperhatikan, mereka bingung harus melakukan apa, tidak ingin ikut campur dengan keputusan Dara yang tak bisa diganggu gugat.

"Diem, gue mau pergi!" sentak Dara, ia kesal dengan Adit yang terus menerus menahannya.

"Dar." Adit linglung, ia memang bukan Kakak yang baik bagi Dara selama ini, tapi ia tidak mengizinkan gadis itu jika ia ingin pergi.

"Apasih!"

"Dar, jangan pergi, lo harus paham alasan Papa sama Mama."

"Tapi mereka gak paham alasan gue Kak!" Dara menepis tangan Adit yang sedari tadi menarik tangannya.

Mungkin karena panggilan Adit yang cukup keras, Papa, Mama, Dela dan Mbok Tari terlihat keluar dari rumah.

Dara tergesa masuk ke dalam mobil. "Kak, biarin gue pergi, walau entah sampai kapan." Lalu setelahnya, ia menutup pintu mobil untuk menghentikkan percakapannya bersama Adit.

Taksi sudah berjalan, Adit mengetuk kaca mobil, ia ingin berbicara lagi dengan Dara, namun sepertinya gadis itu enggan untuk kembali berbicara terlihat ia tidak melirik sedikitpun kepada Adit.

"Dar, hati-hati. Telfon gue kalau lo butuh," ucap Adit, ia tidak perduli apakah Dara akan mendengarnya atau tidak.

Taksi sudah benar-benar berjalan, kaki Adit yang tidak beralaskan apa-apa berhenti berlari, ia menatap mobil yang ditunggangi adiknya, iya adiknya.

Semua orang yang ada di rumah keluarga ADRITHA melihatnya pergi, dengan wajah yang berbeda dari setiap individu.

Seperti halnya Adara, wajahnya datar-datar saja. Ia berusaha lega telah pergi dari kukungan itu, ia berusaha tidak menangis walau sebenarnya hatinya tersentuh saat Adit berkata ia harus berhati-hati dan tanpa ragu bilang telfon saja dia jika ia butuh, padahal kapan lelaki itu terlihat perduli padanya.

"Apa aku bisa nahan semuanya tuhan? Bantu aku, setidaknya agar aku tidak merindukan mereka untuk beberapa saat," gumamnya, megenggam sebuah album foto yang berisi foto-foto dirinya sejak kecil di sana, di rumahnya, di rumah Adritha.

***

Hari sudah semakin larut, waktu menunjukan pukul 22:39, sekarang Adara sedang duduk lesu di atas sebuah gedung, ia menatap jalan raya yang mulai sepi seraya menerawng apa yang telah ia lakukan.

Hatinya tak enak, seperti ada yang terus mengintainya tapi tak ia hiraukan, ia hanya sedang bingung sekarang ia harus kemana terlebih dahulu setelah ini? Waktunya entah sampai kapan ada di Bandung karena ia akan segera pergi dari sini.

Ia telah merancang semuanya, sekarang setidaknya ia harus pergi mencari kerja  untuk tambahan uang, lalu setelahnya ia akan pergi ke Yogyakarta tinggal bersama nenek, dan keluarganya yang lain.

Adara berdiri dari duduk nya, ia mencengkram pembatas gedung kuat-kuat.

"GUE BENCI MAMA!! GUE BENCI PAPA!! GUE BENCI KAK ADIT!! GUE BENCI ADEL!! GUE BENCI GUE BENCI BENCIIIIII!!!GUE BENCI SEMUANYA, GUE BENCI SEGALANYA," teriak Dara sekuat-kuatnya.

"Maafin gue Dar," gumam seseorang yang sedang melihat Dara dari jarak yang lumayan dekat.

"Kenapa tuhan? Harus seberat ini ya? Aku bisa gak ya jauh dari orang-orang baik disini, tapi ... Apakah aku bisa bertahan jika terus-terusan seperti ini? Aku capek." Dara menunduk, matanya mengeluarkan air mata. Untuk pertama kalinya, Dara menangis dalam menghadapi persoalan keluarganya.

Orang tadi pergi tak kuasa melihat seseorang kesayangannya menangis, namun ia bisa apa? Ia hanya bisa untuk tidak mengganggu keputusan Dara.

***

Dobok=baju dan celana yang dipakai taekwondo
Ti=sabuk taekwondo

Coment kalian dong?

Happy malming gayss:')hehe,jangan sedih bagi para jomblo, aku selalu menemani malming kalian

Mau tanya gak ? Sok atuh tanya , mau sama siapa?

AdaraAdrithaQueensha

AdelaAdrithaQuinnsha

AdithamaAdritha

PapaAdriana

MamaAgatha

MbonTari

KakArif

Nona

Author? :v

Btw maaf yakk, di chap ini gak ada bebeb ai nya :v

Jangan lupa tinggalkan jejak kalean dengan cara vote and coment!!karena dengan begitu aku jadi lebih semangat buat update!! Gak malming ae update nya hehe😅

Bye bye zheyeng :* sampai ketemu dichap zelanjutnyahhh

ADARA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang