7. Gadis Pembully #2

784 83 0
                                    

Author POV

Gadis itu menatap kesal lelaki dengan seragam kerjanya, berjalan kearahnya yang berada di ambang pintu rumah. Rokok di tangannya itu tak ada niat untuk di buang, dia menghembuskan nafas kasar bersamaan dengan asap putih yang mencuat keluar

"Udah bawa duit? Kalo pulang belum bawa duit mendingan gak usah pulang sekalian"
Ucapnya santai, kemudian berjalan masuk kedalam, duduk di sofa tua berwarna coklat itu. Benda itu sudah tampak kusam dengan warna yang mulai memudar, kerutan dan sobekan di sofa itu tak luput menjadi perhatian

"Ayah gak ada duit. Kamu kerja sanah, biar bisa dapat duit sendiri terus beli apa yang kamu mau. Kamu gak ada sopan santunnya sama orang tua, main bentak, suruh. Kamu pikir ayah babu kamu?"

Lelaki tua itu tampak kesal, wajahnya sudah cukup mengatakan dia lelah, bahkan sangat lelah. Di tambah persoalan keluarga yang semakin runyam, ekonomi mereka sudah memburuk, bisakah dia tenang sedikit saja. Bahkan untuk makan saja susah, di tambah lagi dengan anaknya yang terus menuntut ini itu

"Emang ayah pikir ini semua kesalahan siapa? Siapa yang bikin kita bangkrut? Ayah! Ayah sendiri yang bikin beban keluarga! Kalo ayah gak bodoh, dan ngebunuh kolega ayah sendiri apa kita bakalan bangkrut kayak gini?! "

Nada bicara gadis bernama Amira itu semakin meninggi, dagunya sedikit naik, seolah menantang lelaki paruh baya di hadapannya. Bibirnya sedikit bergetar, tapi itu saja tak membuat nyalinya menciut

Lelaki itu hanya menatap nanar lantai dingin yang di pijak olehnya, berusaha menguasai emosinya yang sekarang sudah semakin panas.
"DIAM! Kerjaan kamu cuma bisa nyalahin orang, kamu seharusnya sadar diri, kamu selalu nuntut ini itu. Ayah pusing! Gaya hidup kamu yang selalu maunya mewah mewah mewah!"

Amira bahkan tak mengacuhkan hal itu, dia berjalan cepat keluar rumah, berbekal ponsel dan rokok miliknya. Entah dia harus kemana, kepalanya rasanya mau pecah, terus mendengar ocehan orang tua bangka itu

Gadis bertubuh semampai bak model itu berjalan santai, masih dengan puntung rokoknya yang di selipkan diantara 2 jari. Kemudian dia terduduk di bangku taman yang tak jauh dari rumahnya, menenangkan pikiran katanya, bangunan rumahnya masih tampat jelas dari taman itu

"Bangsat! Gue benci lahir dari keluarga Kerta!"
Teriaknya keras, membuat beberapa orang yang lewat terkejut dan menatap kesal.

Pipinya sudah basah karena tangis, hidungnya mungkin sudah penuh karena cairan kental itu. Mira mengepalkan tangannya, menatap kesal keatap bangunan tua di ujung jalan sana, dengan dominasi warna putih yang mulai kusam. Seorang lelaki paruh baya dengan beberapa helai uban di rambutnya, berdiri dengan tatapan kosong di pinggir atap

Kemudian menghempaskan tubuhnya kebawah, menghantam aspal kasar. Suaranya cukup keras, cukup untuk membuat orang-orang sadar bahwa ada kematian di depan mata mereka

*****

Hari ini adalah hari pemakaman ayah Amira, sekarang dia hanya tinggal berdua dengan adiknya. Matanya sudah membengkak, tangisannya tak berhenti dari tadi. Entah sudah berapa kali tangannya mengusap kasar pipinya yang terus basah

Lelaki tua yang beridiri dengan tatapan kosong malam itu, ia Ayah Amira. Mungkin dia benar-benar sudah lelah dengan segala beban yang terus memberatkan punggungnya, berusaha mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya

Sebenci bencinya Amira pada ayahnya, ia juga seorang anak.. seorang manusia yang masih mempunyai hati. Ia juga sayang pada ayahnya yang sudah banyak berkorban untuk keluarga. Rasa bersalah itu menyelimuti seluruh tubuh amira

Dia menghentikan isaknya, saat segerombolan orang berdiri disampingnya, membawa rasa bela sungkawa.

"Ngapain kesini? Bukannya kalian gak mau ketemu sama penipu kek gue?"
Ucapnya tegas, matanya sudah memanas berusaha menahan air mata yang ingin keluar lagi, tangannya di kepalkan, membendung semua amarah yang meronta ingin keluar

Wanita paruh baya dengan keriput di matanya itu mendekat kan diri, duduk disamping Amira. Tangannya tak lupa untuk mengusap pelan punggung gadis itu
"Amira.. ibu sama temen temen kamu, kesini ingin ikut berbela sungkawa atas meninggalnya ayah kamu. Kami semua juga minta maaf atas semuanya"

"Gak perlu" ucapnya seraya mendorong pelan wanita itu
"Gak usah sok baik deh kalian" sambungnya

"A--"
Belum sempat Guru itu berbicara, Amira sudah menyela dengan keras, bersamaan dengan tatapan tajam penuh kebencian, badannya reflek berdiri, tangannya mengarah ke ambang pintu

"PERGI!! Gue gak butuh kalian semua! Terutama lo cewek sial! Lo yang bunuh ayah gue! Gue bakalan bikin lu tanggung akibatnya!"
Matanya menatap kalana, mengintimidasi, tatapan ingin membunuh itu tersirat jelas bagai belati

Semuanya tersentak kaget, termasuk adiknya yang sedari tadi hanya menangis, kemudian berdiri mendekati amira
"Aku liat kak, aku liat dia bunuh ayah! Dia penyebab semuanya!"
Ucapnya dengan terisak, memegang tangan kakaknya yang juga ikut menangis

Semua menatap Amira dan Kalana bingung, 'Kalana? Membunuh ayah Amira? Atas dasar apa?'

"Amira! Kamu keterlaluan! Ibu tau kamu terpukul karena ini. Tapi jangan menuduh orang tanpa bukti, ibu tau Kalana, dia gak mungkin kek gitu"
Guru bernama Tina itu sudah muak dengan semua kelakuan Amira, membuatnya menentang dengan sangat

"Bukti? Mata saya buktinya, adek saya buktinya! Apa itu belum cukup? Pantes keluarga nya bilang dia pembawa sial, pantes keluarga nya buang dia! Dasar MONSTER!!"

Air mata Amira lolos, kembali jatuh membasahi pipinya. Sementara semua orang mulai berbisik atas semua perkataan Amira
"Aku gak bunuh ayah kamu. Lagian untuk apa aku bunuh ayah kamu? Memang aku pembawa sial, diasingkan, tapi aku bukan monster yang gak punya hati. Sejahat apapun kamu, aku gak bakalan membunuh orang demi bales dendam atas semua perbuatan kamu selama ini!"

Ucapnya tegas, semua orang di ruangan itu menegang, membisu bagai batu. Tertohok atas perkataan Kalana, mereka tau rasanya.. hati yang dilukai kemudian di pecahkan bagai kaca tak berharga. Anggap saja ini pukulan telak bagi mereka yang selama ini berbicara tanpa dosa di belakang nya

"Kemarin sepulang sekolah aku ke mini market buat kerja part time sampai malem, terus pulang dan gak keluar lagi sampe pagi. Aku keluar juga kesekolah, kalo gak percaya bisa cek cctv kos ku, sekalian tanya pemilik dan penghuni kos"
Bibir nya sudah bergetar, menahan tangis. Sakit, kecewa selalu dituduh melakukan hal yang buruk

Kenapa dia selalu di kambing hitamkan atas kesalahan yang bukan dia perbuat

*****
Jangan membaca di tempat gelap dan jauhi pandangan dari layar. Happy reading!

Jika suka jangan lupa, vote, komen dan share ke temen temen kalian!

Filitia a.m

KUTUK!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang