12. Tragedi Pembunuhan Ibu #2

555 61 0
                                    

4 Jam yang lalu

Author POV

Wanita dengan rambut kuncir kudanya itu melangkah pasti, melewati trotoar jalanan yang sepi, matanya membengkak dan terasa perih, matanya memerah, tangannya tak tinggal diam untuk mengusap pipinya yang basah

Hal yang di lakukan nya itu bukan inginnya, melainkan keluarga nya. Ancaman akan membunuh Puteri kesayangan nya itu membuat pertahannya runtuh,  membabat habis keberanian nya untuk melawan

Setiap hari pikirannya di hantui rasa bersalah, khawatir dan rasa rindu. Tangisnya semakin menjadi mengingat perbuatan nya beberapa jam yang lalu. Membuang puteri yang dibesarkan nya dengan kasih sayang, melawan rasa egonya untuk bersama
Yang dia pikirkan hanya keselamatan puterinya

Wanita itu menatap nanar bangunan kokoh di hadapannya, yang membawa aura kelam penuh kekejian. Ini bukan rumah, tapi layak untuk di katakan penjara yang bahkan tikus pun tak sanggup untuk tinggal

Wanita bernama Aisah itu masuk dengan wajah lesu, melangkahkan kakinya menaiki tangga, namun di cegat oleh lelaki berambut putih yang bahkan tak sanggup lagi untuk berjalan

Dia duduk di kursi roda, menatap lekat Aisah dengan wajah keriputnya
"Sudah lakukan apa yang kuperintahkan?"

Dia hanya mengangguk pertanda mengiyakan

"Apa yang kau tangisi? Seharusnya kau tau itu tak perlu. Aku saja mengorbankan anakku sendiri. Sudahlah pergi dari hadapanku, jangan lupa besok kau harus bawakan barang pesanan ku"
Ucapnya tegas sembari pergi menjauh

Wanita itu terduduk lemas, dia hanya jadi budak Keluarga Sanjana. Hidup lelaki tua itu hanya penuh dengan nafsu akan uang, apapun dia lakukan bahkan keluarga pun dia korbankan

*****

Dia ingat dengan jelas perkataan lelaki tua itu beberapa waktu yang lalu
"Cukup ambil barang pesananku lalu bawa kepadaku. Katakan pada Anton bawakan lagi 3 koper untukku besok"

Tatapannya mengintimidasi dengan cerutu yang selalu menempel di bibirnya

Wanita itu berpakain serba hitam membawa koper pesanan sang kakek, tak ada niatan membuka koper tua yang sangat berat itu, dia tau akan jadi apa dia nanti jika dia berani berpikir bodoh
2 pengawal yang di kirim lelaki tua itu menunggu di ujung jalan. Memperhatikan nya dalam diam

'Ceklik' (suara pelatuk di tarik)

Aisah tersontak kaget, dengan pistol yang di todong tepat di belakang kepalanya, kakinya sudah gemetar keringat dingin sudah membasahinya
Dia menatap ke sebrang jalan sana, bahkan 2 lelaki di sana sudah terbujur kaku tak berdaya

2 suara tembakan tadi memekakkan telinga, terasa ngilu dan menyakitkan

"Ibu ibu"
Itu suara kalana, terdengar jelas di telinganya. Dia ingat bahwa yang dibelakangnya tadi adalah Anton perantara yang di percaya oleh Tuan besar Sanjana bukan Kalana Naida- putrinya

"Ibu ibu tolong Lana!" Ucapnya semakin nyaring di sertai dengan suara tangisan histeris

Air matanya sudah jatuh, dia tau apa yang dihadapinya sekarang, ilusi yang di berikan ini selalu tampak nyata. Sudah berapa kali dia dihadiahkan oleh Tuan Sanjana itu, ilusi putrinya yang bahkan selalu berhasil membutnya tertipu. Bingung apa yang dia harus lakukan sekarang, berbalik dan masuk dalam jebakan kakek tua itu atau tetap diam 

"Ka-Kalana"
Ucapnya gemetar, nafasnya terasa sesak, dadanya seperti di tekan dengan kuat.

"Owh Ibu, kenapa tidak melihat ku? Apa kau tak rindu dengan putri cantikmu ini"

Suaranya berat, terdengar nyaring dan jelas, suaranya menggema bagai di ruangan. Jelas ini bukan Kalana bahkan sangat jelas, pria tua itu kenapa selalu memakai trik kotor yang payah dan klise, bodohnya dia selalu termakan dengan ancaman

"Apa maumu?"
Ia memberanikan diri, meski takut itu menyelimuti, sekali saja ia ingin melawan. Sekali saja ia ingin lepas dari jeratan rantai yang membelenggu

"Apa mauku? Kau...MATI!!!"

Ucapnya nyaring. Intonasi nya meninggi bahkan mampu untuk membuat telinga seseorang tuli

"Bunuh aku jika itu kemauan tuanmu. Tapi jangan sentuh anakku!!"
Ia tetap konsisten dengan pilihannya, keselamatan putrinya menjadi prioritas utama

"Wah, drama macam apa ini? Kau tau tak ada negosiasi"
Ucap makhluk itu, suara remukan tulang itu menyelinap masuk dalam pendengaran, asal suara itu dari orang lain bukan makhluk itu sendiri, dia juga bisa mendengar suara hembusan nafas yang tercekat dan  suara yang tertahan seperti leher yang tercekik.

Kakinya sudah mati rasa sekarang, semakin menyeramkan, dia sadar bahwa dia diambang kematian. Bahkan pistol itu tak mau melarikan diri dari belakang kepalanya

"SATAN!!!!!!!"

"Ka-Kalan"
"Maafkan Ibu"

"DORRR!!!"

Suara pelatuk itu menggema dengan darah yang mengalir bagai air. Di jalan sepi tanpa saksi, sebuah tragedi yang berjalan singkat tanpa tau ini semua adalah konspirasi

Wanita itu merasakan sakit, nafasnya terasa tercekat, penglihatannya semakin buram. Tubuhnya tak lagi mampu untuk bertahan

*****

Jangan membaca di tempat gelap dan jaui pandangan dari layar. Happy reading!!

Jika suka jangan lupa, vote, komen dan share ke temen-temen kalian!!

Filitia a.m

KUTUK!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang