EPILOG

652 61 0
                                    

Pagi itu hujan turun amat deras, bagai pertanda bahwa kabar buruk tengah dalam perjalanan yang akan sampai.. entah satu jam lagi, satu menit lagi, atau detik berikutnya

Surya terengah saat ia memarkirkan kendaraan roda dua miliknya di halaman kos-kosan, nafasnya sudah memburu sejak tadi perasaan nya kalut, wajah frustasi terukir jelas di raut wajahnya yang berusaha tenang. Sejak panggilan telpon beberapa menit lalu dari Bu Ani pikiran nya sudah kacau, menerka-nerka bagaimana kejadian itu bisa terjadi atau apa sebenarnya yang tengah mereka hadapi

"Bu, Bu Kalana mana bu Kalana"

"Kamu tenang dulu, ibu bicara sebentar dengan pak polisi"

Bu Ani mendudukkan Surya pada bangku panjang berbusa itu, sementara ia tengah berbincang serius dengan aparat kepolisian yang sedari tadi telah datang, meminta keterangan dari beberapa penghuni kos juga Bu Ani. Tak lama ia menghampiri Surya dengan segelas teh hangat di tangannya

"Kamu tenang dulu, di minum dulu tehnya"

Surya tak lagi ingin minum, dia tak ingin apa-apa sekarang yang dia inginkan sekarang hanya Kalana seorang, teman yang telah benar-benar membuat nya jatuh ke dalam lubang yang bernama cinta, ia belum tenang jika tidak mendengar bagaimana kalana sekarang

"Bu, Kenapa Lana bisa hilang? Dia gak ngasih kabar ke ibu apa gimana gitu?"

"Gak ada Surya, tadi.. pagi-pagi sekali Tari bilang Lana gak ada di kamarnya, terus dia cari-cari juga gak ada semua barangnya masih lengkap jadi Tari pikir dia pergi sebentar tapi gak datang-datang juga akhirnya dia baru bilang ke ibu terus ibu lapor polisi, katanya di suruh tunggu dulu mereka masih dalam proses pencarian"

Jelas Bu Ani panjang lebar, tampaknya itu semakin membuat Surya kacau saja wajahnya seolah berbicara ini tidak membantu membuat hatinya tenang

"Yaudah saya pamit yah bu"

"Loh loh udah mau pamit aja? Mau kemana?"

"Cari Kalana!"

Surya melajukan motornya, nafasnya masih terengah, motor nya melaju gesit di antara kendaraan yang sibuk berhimpitan, entah harus kemana lagi Surya mencari Kalana. Semua tempat yang sering Kalana kunjungi sudah ia jamah dengan teliti sampai ke sudut ruang, tapi nihil sampai sore ini pun ia belum menemukan Kalana

"Kamu kemana Na"

Hujan masih setia menemaninya di sore hari itu, seolah hujan tau apa yang tengah ia rasakan, perasaan campur aduk yang meresahkan

*****

Gadis itu berjalan di sepanjang trotoar tanpa alas kaki, mengusik perhatian orang yang tengah lari dari hujan yang jatuh terus menerus. Tubuhnya penuh lebam, pergelangan kaki tangannya lecet dan memerah mengeluarkan darah segar yang menetes perlahan

Matanya sayu, kantong matanya semakin menghitam. Tak ada semangat dalam setiap langkah yang ia pijak, seolah semua kekuatannya diserap oleh tanah bersamaan dengan kakinya yang melangkah, nafasnya berat, kakinya telah tak sanggup lagi untuk menopang tubuhnya

Ia ingat apa yang telah ia lakukan sejam lalu, mengubah 360% hidupnya. Yang ia yakini sekarang adalah keputusan nya telah final dan ia yakin dengan apa yang ia perbuat sekarang, kakinya melangkah ke arah jalanan besar itu dengan sia-sia tenaga yang ia punya

Kalana telah habis akal, setengah kesadarannya telah di renggut oleh gelap, memaksanya untuk menggerahkan tenaga ekstra, sejam lalu ia bersusah payah keluar dari rumah terkutuk itu berlari secepat mungkin keluar dari sana, berusaha pergi sejauh mungkin dari makhluk-makhluk kejam itu, sepertinya Tuhan masih memberikan nya sedikit jalan walau itu sangat kecil dan curam tapi setidaknya ia harus memutus mata rantai tak kasat mata ini, yang melilit seluruh tubuhnya

KUTUK!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang