16. Suara Lirih

533 61 0
                                    

Author POV

Sinar kekuningan membias diruangan kecil itu, membuat tirai putih yang menghalangi cahaya untuk masuk tampak kemerahan.
Gadis mungil dengan rambut panjangnya masih meringkuk memeluk dirinya sendiri, enggan untuk bangun dari tidurnya

Agaknya dia kelelahan terus menangis sepanjang malam, matanya merah dan tampak sembab, wajahnya lesu tanpa semangat, bagaimana tidak rasanya dia sudah lelah dengan semua tuduhan dan cacian yang dia terima, bahkan disaat seperti ini tak ada tempat baginya untuk bersender dan berbagi, tak ada penyemangat dalam hidupnya bagai tubuh tanpa jiwa, terasa kosong dan hampa

Ia mengedipkan matanya beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk terlalu banyak ke retina matanya, menggunakan tangannya untuk menghalau cahaya. Ranjang yang berada persis di bawah jendela kaca membuat sinar matahari itu leluasa untuk masuk tanpa perlu mengetuk kata permisi

Dia mengambil ponsel nya yang di letakkan di atas meja belajar, tangannya berusaha menjangkau ponsel tersebut yang sedikit berada di tengah, ia memperhatikan dengan jelas waktu yang ditunjukan di ponsel tersebut. Tertera pukul 07.57 WIB

Gadis itu berusaha untuk bagun dari tidurnya, kemudian berjalan ke arah kamar mandi dengan tangannya yang sedari tadi tidak bisa diam terus, mengusap matanya yang terasa perih. Dia membasuh mukanya, menatap nanar pantulan dirinya di cermin kemudian tersenyum kecil

"Aku harus kuat bukan? Kalana kau yang terbaik! Jangan lupakan Surya teman bodohmu itu masih ada untukmu" ucapnya seraya mengusap kepalanya sendiri

Kuharap batinnya. Lukanya tidak akan sembuh dalam semalam, bahkan ribuan plaster pun tak cukup untuk menutup luka itu, perekat pun tak cukup untuk menyambung puing hati yang telah hancur

Jika dia tau pertemuan menyakitkan itu adalah hari terakhir dia bertemu dengan ibunya, mungkin dia tidak akan tinggal diam. Dia akan memeluk ibunya, menumpahkan segala kasih sayang dan kerinduan yang telah tertumpuk. Setidaknya dia harus bersyukur, dia masih sempat menemui ibunya itu, melihat wajah yang selalu dia rindukan

Kalana sempat beberapa kali melihat seseorang yang dia pikir ibunya, berdiri di tengah kerumunan, hanya punggung yang dia lihat tapi ia yakin itu ibunya, bahkan itupun cukup untuk mengobati rasa rindunya yang teramat dalam. Kalana tau mungkin rasa sayang ibunya telah pudar, mengingat dia hanya anak tiri, bukan benar benar darah dagingnya, dan mungkin ibunya hanya cinta pada ayahnya bukan dia

Memikirkan hal itu hanya membuat hatinya semakin pedih, Kalana menghembuskan nafas kasar kemudian pergi untuk mandi, membersihkan dirinya. Mungkin itu cukup untuk membuat pikiran dan hatinya segar kembali

Ia ingat dulu saat tau Aisah, bukan ibu kandungnya. Dia bertanya pada ayahnya dimana ibu kandungnya? Tapi yang ia terima adalah pukulan telak yang membuat hatinya semakin patah. Ibunya meninggal dunia beberapa jam setelah melahirkan dirinya, sungguh itu membuatnya semakin sedih. Bahkan dari kecil pun rasanya dia sudah membawa sial, pikiran itulah yang tertanam selama ini dalam benaknya

Ketika Kalana bertanya di mana makam ibunya ayahnya hanya membalas dengan senyumnya, seolah Kalana tidak perlu tau akan hal itu, terlalu banyak hal yang tidak dia ketahui tentang keluarganya sendiri, seolah dia diharuskan untuk bisu dan tuli. Semuanya terasa sangat mengganjal baginya, terlalu banyak puzzle yang harus dia kumpulkan agar menyatu

Kalana bergegas keluar dari kamar mandi setelah selesai berbasuh diri, dia hanya memakai celana jeans pendek dan kaos putih santai, tak ada niatan untuknya pergi ke sekolah. Sekolah hanya wadah untuk anak anak nakal dengan leluasa membully nya. Bahkan guru seolah tak ingin tau, membiarkan seluruh murid bermain dengannya seolah benda tak berguna

Ada satu perasaan yang membuatnya sedari tadi tidak enak, membuatnya terus gelisah diterjang badai amarah, rasa dendam dan kekecewaan yang teramat dalam. Kalana terperanjat dari duduknya saat mendengar suara lirih tak bertuan dari balik lemari kayu di ujung ruang

"Kalana"
Suara itu terdengar lagi, kini semakin lirih nyaris tak terdengar, suaranya menyayat hati bagai mengantar rasa sakit dan kepedihan. Kalana meneguk kasar ludahnya, perlahan bangun dari kursi belajarnya tersebut dan melangkahkan kakinya untuk mundur

"Kalana"
Suara itu lagi, kali ini terdengar dari balik pintu kamar mandi yang berhadapan langsung dengan pintu kamarnya, pupilnya bergetar menatap pintu kayu dengan ventilasi kecil di atasnya

Nafasnya tercekat saat kakinya menyentuh ujung ranjang, pikirannya sudah kemana mana, rasa takut itu menjalar keseluruh tubuhnya menyatu dengan darah. Dia mengalihkan pandangannya ke pintu dengan ukiran bunga di sisinya, mengumpulkan keberaniannya untuk berlari keluar, belum sempat kakinya melangkah. Seperti tahu niatannya untuk pergi, suara pintu terkunci terdengar jelas ditelinga nya, dia ingat jelas kunci kamarnya dia simpan di laci meja belajarnya bukan tercantol di lubang kunci

Kalana berlari cepat ke arah pintu itu,  memutar kunci agar dia bisa lolos dari perasaan menakutkan ini, tapi sekuat apapun dia mencoba dan membuka pintu itu, yang dia dapatkan hanya rasa lelah, pintu itu sekeras batu, seolah ada seseorang yang menahan agar pintu itu tak bisa terbuka. Kalana berteriak berharap ada orang yang membantunya keluar

"Tolong!!! Tolong!! Siapapun tolong aku!!!"

"Bu ani!! Risa!! Tari!!!"
Sudah berulang kali dia berteriak, tapi tak ada satupun orang yang membuka pintu. Seolah suaranya di redam oleh amarah makhluk di balik kamar mandi itu, dadanya naik turun berusaha mengatur nafas dan rasa takutnya

Srak

Tirai jendela itu menutup dengan kencang seolah di hempas, oleh tangan tanpa wujud. Adrenalin Kalana meningkat rasa takutnya kini mendominasi, seketika kamarnya remang remang, dengan aura mengintimidasi yang terasa kejam

"Kalana"

Suara itu lagi kini lebih lantang, dan jelas terdengar di telinganya. Perlahan namun pasti, sebuah tangan terjulur keluar dari balik tembok di samping pintu kamar mandi, tangannya pucat pasi dengan kuku panjang tak terurus yang menghitam

Rambut gimbal panjang berwarna hitam keluar perlahan, lalu diikuti kaki kecil penuh luka terkoyak yang membusuk, bau anyir dan bangkai tercium jelas, rasanya ingin muntah. Isi perut Kalana bergejolak merangkak naik, memaksanya untuk muntah.

Tak lagi mampu untuk menahannya, Kalana memuntahkan isi perutnya, cairan hitam pekat membasahi lantai dengan beberapa belatung yang meliukkan badannya, kakinya melemah, ia terduduk di lantai kamarnya dengan keringat dingin yang membanjiri tubuh, wajahnya pucat pasi mengetahui benda menjijikkan itu bersarang di perutnya

Punggung nya menempel di tembok bersamaan dengan wajah hancur yang menyeringai jelas dihadapannya

*****

Jangan membaca di tempat gelap dan jauhi pandangan dari layar. Happy reading!!

Jika suka jangan lupa, vote, komen dan share ke temen-temen kalian!!

Filitia a.m

KUTUK!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang