Aku mendapatkan notifikasi pesan pagi ini, dari nomor tanpa nama yang tak ku tahu siapa pengirimnya. Dia menambahkan sebuah kalimat tak asing di akhir pesannya
"Bersama senja di ufuk barat, Di bawah bangunan tempat memori kita berulang"
Aku mengerutkan keningku sekali lagi, sungguh kalimat itu sangat tidak asing di telingaku. Otakku berputar, pikiran ku mengelilingi kalimat itu, berusaha keras mengingat siapa yang mengirim pesan tersebut dengan kalimat akhir yang terasa familiar
Pengirim pesan di ujung sana menyuruh ku menemuinya, dengan alasan ingin berbicara sesuatu yang dianggap penting, aku masih berkutat dengan ponsel ku di meja belajar ini. Dia tak memberitahu kapan dan dimana aku harus menemuinya, hanya ada kalimat tak asing itu si akhir
Bibirku terus menggumamkan kalimat itu dengan jariku yang mengetuk secara bersamaan di atas meja. Ah.. aku ingat sekarang, itu kalimat ibuku, saat ulang tahunku yang kelima dia memintaku mengingat kalimat ini, dengan wajahnya yang terbaca jelas tengah khawatir tak karuan
Ekspresi nya mengatakan ada yang tidak beres, seperti sudah tau bahwa itu di perlukan sewaktu waktu, seperti bermain kode rahasia dan saat itu aku hanya mengiyakan saja tanpa tau alasan nya, hatiku mengatakan bahwa ini hal yang penting
Aku melihat jam yang tertera di bagian atas layar ponsel. Waktu menunjukkan pukul 16.35, segera aku mengambil ponsel ku lalu menaruhnya kedalam saku, memakai sepatu putihku lalu bergegas pergi keluar. Menemui ibu... yang telah membuangku
*****
Aku berjalan di bawah deretan pohon kelapa yang mendominasi tempat ini, dengan anginnya yang menghembus kuat, rambutku sudah cukup untuk dikatakan berantakan karena ulah angin itu yang tanpa henti meniupnya.
Aku merogoh saku celana, mencari ikat rambut yang selalu ku selip, kemudian mengikat rambutku agar tak terlalu kelihatan berantakan, namun anak rambutku tak tinggal diam masih mengganggu penglihatan ku
Matahari sudah mulai turun di ujung sana, menampakkan rona wajahnya yang kemerahan bersamaan dengan retina mataku yang menangkap wanita paruh baya berdiri di bawah mercusuar, pandangan nya tak teralihkan sedikit pun dari senja yang selalu tampak indah
Aku menghampirinya, menatap punggung nya yang tegap, rambutnya yang hitam dan aroma mawar lembut itu tercium jelas olehku. Aku selalu merindukan aroma ini, yang membuatku selalu tenang, terlebih dalam dekapnya yang nyaman
"I-Ibu" sapaku ragu, apa benar dia ibuku? Pengirim pesan tanpa nama itu ?
Dia membalikkan badannya, dengan wajahnya yang tanpa senyum. Masih dengan dendam dan amarah yang terlihat jelas, dengan rasa tidak perduli dia menggerakkan sedikit kepalanya kekanan, mengarahkan ku untuk mendekat
Rasa sakit apa ini ? Yang jelas membuatku jatuh semakin dalam. Iyah aku yang terlalu berharap pertemuan ini di penuhi dengan senyum dan tawa, di penuhi dengan kebahagiaan. Segera senyumku sirna, berusaha menahan air mataku yang ingin jatuh
Aku pikir ibu sudah memaafkan ku, dengan mengajakku bertemu di tempat penuh nostalgia ini, namun itu hanya harapan kosong. Nyatanya realita ini berkata lain, wajah dan sikapnya tampak sangat tak nyaman
"Saya pikir kamu udah lupa sama kalimat itu"
Ucapnya tanpa ada niatan untuk melihat ku barang sejenak
Aku hanya tersenyum tipis menanggapi nya"Kamu pasti udh tau kan maksud saya ngajak kamu ketemu disini?"
Tanyanya yakin"Maksud ibu ? Lana gak ngerti"
Dia mengusap keningnya pelan seraya menutup mata dengan bibirnya yang menghembus nafas kasar
"Saya dengar kamu bunuh orang, bener?"
Belum sempat aku menjawab, perkataan ku di potong cepat oleh ibu
"Gak usah bikin masalah bisa kan? Udah cukup kamu bunuh ayah kamu sendiri jangan nambah perkara yang sama. Kamu udah malu maluin keluarga, gak usah nambah kita jadi gak punya muka ngerti?"
"Kalo aja kamu bukan anak mendiang suami saya udah lama saya putusin hubungan keluarga dengan kamu"
Ucapnya tegas, wajahnya sangat yakin bahwa aku benar benar bersalah, dan dalang dari semua iniApa aku seperti hewan buas yang tak punya hati? Menghancurkan apa yang aku benci
"Ibu, sumpah bu Lana gak pernah bunuh orang, bahkan niat jelek kayak gitu aja gak ada. Kenapa sih semua nyalahin Lana? Hal yang gak Lana perbuat aja itu salah Lana? Apa belum cukup Lana di caci di maki, diasingkan, dibuang. Apa harus sekarang Lana dikambing hitamkan ?"
Air mataku kembali membasahi pipi. Tak mampu lagi untuk di tampung, terlalu lelah dan sakit merasakan kenyataan yang pahit. Tak pernah ada yang percaya denganku bahkan keluarga ku sendiri
"Kamu gak usah merasa yang paling di pojokkan, gak usah buang buang air mata buaya kamu. Sekalinya anak sial tetap sial! Semua ini gara gara kamu. Mulai sekarang! saya dan kamu gak pernah ada hubungan papun! Camkan itu! Jangan pernah temui saya lagi"
Ucapnya sarkas, kemudian berlalu pergi tanpa rasa bersalah sedikitpun
Aku terduduk lemah, berpegang dengan pagar besi yang mulai berkarat. Air mataku tumpah setumpah tumpahnyaIngin rasanya aku mengakhiri semua drama kehidupan ini. Menguburnya jauh dalam ingatan. Kini hanya malam yang menemani luka
Aku tau, aku bukan anak kandungnya, ibuku meninggal saat melahirkan ku. Tapi rasa kasih sayangnya selama ini apakah sudah pusar? Atau mungkin itu hanya kepura puraan? Mungkin benar aku anak sial yang tak pantas untuk dilahirkan
*****
Jangan membaca di tempat gelap dan jauhi pandangan dari layar. Happy reading!!
Jika suka jangan lupa, vote, komen dan share ke temen-temen kalian!!
Filitia a.m
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUK!! (TAMAT)
RandomHoror-Thriller Ini sebuah kisah tentang seorang anak, yang harus menerima kenyataan pahit dalam hidupnya, di kucilkan, di buang, dibully, bahkan disalahkan atas perbuatan yang tidak dia lakukan Semuanya menjadi semakin runyam disaat dia harus membua...