22. Teman!!

466 55 0
                                    

"Na.. Lana..."

"Kalana..."

"WOI KALANA NAIDA!"

Dadaku naik turun, nafasku memburu, seolah baru saja aku melakukan lari maraton, bukan untuk pertandingan tapi untuk melarikan diri dari kenyataan ini, lagi-lagi aku  tenggelam.. dalam lautan pikiran yang dipenuhi semua kalimat yang selalu menerorku seolah musuh yang patut untuk mendapatkan itu. Bayangan akan kematian, seringai tajam mengerikan, mata merah darah, dan tumbal

Mereka semua seolah-olah memenjarakan ku dalam ruangan kecil tanpa oksigen dan penerangan, membuatku buta akan arah, tersesat dalam pemikiran ku sendiri, mati karena kehabisan nafas, jika terus begini aku akan kalah, semakin jauh dari kata menang, maka takdir menakutkan itu datang tanpa harus mendapatkan perlawanan. Aku melihat ke arah samping kiriku, menatap bola mata coklat itu dengan sendu, wajahnya sedari tadi tidak ada santai-santai nya, mungkin dia juga terlalu khawatir sekarang

"Jangan ngelamun terus, kesambet ntar lu"
Aku hanya menyungging kan senyum tipis, kedua tangannya mendekap wajahku, menghantar hangat yang mengalir jauh kedalam tubuh. Perasaan tenang, nyaman dan aman selalu kudapatkan dari lelaki bermata coklat teduh di hadapan ku ini

"Gue tau apa yang lu rasain sekarang dan apa yang lu pikirin, jangan terlalu dipikirin, Itu cuma asumsi gue kok belum ada bukti konkret nya, dan buat takdir itu.. anggap aja angin lalu, jangan sedih yah? Maaf gue malah asal ngomong dan gak liat situasi."
Aku liat ketulusan dalam matanya, mendengarkan setiap katanya yang ampuh untuk menenangkan, dia itu seperti penawar, senyumnya saja mampu membuat ku merasa lebih baik berkali kali lipat, walau ketakutan itu enggan untuk pergi di setiap sendi tubuhku

"Gak papa kok, jangan nyalahin diri sendiri gitu. Maaf aku udah libatin kamu dengan masalah kayak gini"
Matanya tak lepas sedetikpun dariku, menatap dengan tatapan yang sulit untuk aku artikan, tatapan yang tidak seperti biasanya..

"Gak perlu minta maaf, gue gak merasa terbebani kok, gue malah seneng bisa bantu lo kayak gini"

"Makasih yah Surya"

"Sama-sama"
Dia menjauhkan tangannya, lalu merentangkan nya dengan lebar seraya berkata
"Sini gue peluk"
Kedua ujung bibirnya tertarik ke atas, menampilkan wajah yang semakin tampan saja jika terus diperhatikan, deretan gigi putihnya itu terlihat jelas. Sukses membuat ku tersipu malu, wajahku memanas aku bisa rasakan pipiku semakin memerah

"Apaansi, modus kamu"
Aku mendorong tubuhnya pelan, membuat nya terkekeh, dia pikir lucu apa, aku yang mati matian nutupin malu

Setelah di perbolehkan untuk pulang oleh dokter aku akhirnya sampai di surga duniaku, walaupun aku harus berdebat dulu dengan Surya, dia kekeh ingin mengantarkan aku pulang sedangkan aku merasa aku bisa pulang sendiri, dia aja yang terlalu berlebihan, berakhir dengan aku yang memenangi perdebatan itu. Aku terduduk di ranjang ku, membuka jendela kecil yang menghalangi, merasakan setiap hembusan angin

Menatap bulan dari balik jendela kaca yang dingin membuatku larut dalam diam, bentuknya yang hampir bulat sempurna itu semakin membuat ku berdecak kagum, hanya sinar bulan yang masuk ke ruangan ini, temaram.. namun indah. Aku hanya membaca sekilas pesan-pesan Surya yang terus berdatangan, memintaku untuk segera beristirahat, tidak bergadang, jangan lupa makan ini dan itu, dia memperlakukan ku seperti anak dibawah umur yang terpaksa di lepas olehnya untuk tinggal sendiri

Ada dua notifikasi dari nomor tanpa nama menarik perhatian ku, memaksaku untuk membuka pesan itu

0895-xxxx-xxxx

Ada yang harus saya
bicarakan, besok temui
saya di taman kota tepat jam
makan siang

Om Adam

KUTUK!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang