13. Sebuah Kesalahan

551 63 0
                                    

Kami duduk di sebuah ruangan putih dengan banyak komputer, tumpukan kertas yang berdebu dan orang-orang yang sibuk saling tuduh dan menyangkal, melihat beberapa orang dengan tangan yang diborgol berbaris rapi di pojok ruang

Aku memperhatikan pria baruh baya di depanku ini fokus dengan komputer miliknya seraya terus bertanya, tentang masalah apa yang terjadi. Kemudian dia beralih menatap ku

"Jadi, apa benar kamu melakukan pembunuhan tersebut?"

"Sumpah pak, saya gak ngelakuin itu. Gak mungkin saya bunuh ibu saya sendiri"

"Masih bohong aja kamu. Udah ada bukti kamu masih mau menyangkal" ucap Om Adam di sebelahku, seakan muak dengan pernyataan ku yang itu itu saja

"Lana gak bohong Om!"
Dadaku naik turun, muak rasanya terus dituduh pembunuh pembunuh pembunuh! Apa sebenci itu kalian sampai berbuat ini kepadaku!

"Sudah sudah. Tolong pak Adam untuk tenang terlebih dahulu, boleh saya cek cctv nya?"
Ucap lelaki itu menengahi, lalu mengulurkan tangannya. Meminta salinan cctv yang sedari tadi Om Adam sebut sebagai bukti

"Ini pak dan ini bukti video pernyataan saksi, dia Sandi. Anak buah Ayah saya yang ada di tempat kejadian tersebut"
Ucapnya sembari memberi salinan cctv dan ponsel pipih miliknya

Pria berseragam coklat itu sigap menanggapi, dan langsung melihat bukti yang diberikan. Lalu beralih ke komputer disamping kananya mengecek cctv di tempat kejadian perkara
"Dia memang tertembak, tapi terkena lengan kananya jadi tidak terlalu parah, dan yang satunya meninggal di tempat"
Ucapnya seraya menatapku intens
Pria yang diajaknya bicara hanya mengangguk menanggapi perkataan nya

"Mana pak? Mana pembunuhan yang Anda maksud? Ini hanya file kosong"
Ucapnya bingung seraya mengotak ngatik file tersebut, tapi nihil tetap saja file tersebut kosong

"Gak mungkin! Gak mungkin! Saya udah ngecek kok sebelum kesini. Bahwa filenya ada!"
Ucapnya tak terima. Wajahnya pucat pasi, bibirnya bergetar tangannya mengambil ponselnya cepat yang berada di atas meja

"Halo Ayah. Ayah kak Aisah--"
Belum selesai dia berbicara, terdengar jelas suara teriakan amarah dari ujung telpon itu. Kemudian bunyi sambungan terputus terdengar setelahnya

Kami semua menatapnya bingung, tak mengerti apa yang tengah terjadi. Dia berusaha menguasai air mukanya, kemudian berbalik dengan kalimat yang sangat membingungkan

"Maaf pak. Saya tarik tuntutan saya"
Lalu dia pergi tanpa penjelasan dari satu kalimat yang terlontar. Punggung nya menurun, tampak lesu

Aku masih sibuk mencerna kejadian demi kejadian malam ini. Semuanya terjadi begitu cepat, tanpa ingin menunggu ku untuk paham. Aku masih terlena dengan pemikiran ku sendiri, tanpa sadar Ibu Ani yang berpamitan untuk pulang terlebih dahulu karena ada urusan mendesak

Aku mengambil alih ponselku yang bergetar sejak tadi disaku sweater abu abuku, lalu menggeser tombol hijau, kemudian menempelkannya ke teling
"Halo"

"Kalana lu gakpapa? Tadi gue nelpon nelpon lu anj*r tapi gak di angkat, terus gue ke kos lu karena mikir lu kenapa kenapa. Eh malah di kasi tau lu di seret ke polisi"
Ucapnya cepat, nafasnya sudah menggebu, sebegitu khawatir nya dia

"Kalem kalem. Aku gak kenapa-kenapa kok"
Ucapku seraya terkekeh pelan

"Yakin? Alhamdulillah. Sekarang lu dimana ? Mau gue jemput?"

"Udah deket kok dari kos gak perlu jemput juga"

"Bener? Tapi ini udah setengah satu loh na. Gue jemput aja yah?"

"Gak perlu Surya, itu didepan udah kelihatan kok kos nya"

"Nah pas gue di depan kos lu. Nih kelihatan"

"Hah?"
Aku menatap ke depan melihat lelaki dengan senyum sumringah nya itu melambaikan tangannya semangat

Aku memlambaikan tangan singkat, membalas lambaian nya seraya mematikan sambungan telpon. Lalu meneruskan berjalan di trotoar dengan lampu jalan yang mulai meredup

*****

"Bodoh!"
Tuan besar Sanjana telah marah, suara pecahan kaca di hadapannya terdengar nyaring. Semakin memecahkan suasana, wajahnya memerah giginya mengatup rapat

"Maaf ayah. Tapi gadis itu membunuh ibunya sendiri!"
Ucapnya tak mau kalah berdiri tegap tak tergoyahkan

"Kamu bodoh Adam. Sudah berapa tahun kamu tinggal sama ayah tapi masih belum ngerti?!!"
Dia memegang kepalanya sesaat lalu melanjutkan kembali ucapannya yang belum tuntas

"Kalo sempat tadi polisi nyelidikin tuntutan konyol kamu itu maka kita semua akan masuk penjara! Bisnis kita akan hancur Adam! Kamu ngerti gak sih?!"

Mata lelaki tua itu membelalak, seperti akan keluar pergi dari tempatnya. Jika saja dulu Danu tak membangkang maka dia tidak akan kehilangan pewarisnya yang sangat kompeten, Bukan Adam yang lemah dan selalu membahas hal yang tak penting
Adam tak cukup bagus baginya, untuk bisa mengurus semua bisnis miliknya

"Ayah sekarang masih bisa mikirin bisnis kotor ayah itu? Nyawa kak Aisah melayang ayah! Ditangan putri ny sendiri!"
Ucapnya tak mau kalah. Dia bahkan berani menatap mata ayahnya tanpa rasa takut

"Dia pantas untuk mati, maka tak ada lagi yang perlu kamu khawatir kan sekarang, dan hapus rasa cintamu pada kakak iparmu sendiri!"

*****
Jangan membaca di tempat gelap dan jauhi pandangan dari layar. Happy reading!!

Jika suka jangan lupa, vote, komen dan share ke temen-temen kalian!!

Filitia a.m

KUTUK!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang