27. Tumbal ke-enam

439 53 0
                                    

Adam menghentikan mobilnya di sebuah kos kosan putri yang cukup besar, bangunan itu berwarna putih polos dengan taman kecil di kedua sisinya, jalan setapak berkerikil yang berada di tengah menjadi pemisah, terhubung langsung dengan pintu utama. Adam berlari kencang tanpa perduli dengan semua halangan atau tatapan bingung semua penghuni kos, yang dia penting kan sekarang adalah membakar salinan itu. Dia berbelok ke arah kanan menuju kamar paling ujung di depan tangga lantai 2

Beruntung nya dia, atau Tuhan tengah memihak padanya? Pintunya tak terkunci memudahkannya untuk masuk kedalam. Tapi tentu semua tak akan berjalan mulus, Ibu Ani sang pemilik Kos mendatanginya dengan wajah gusar, tentu saja. Siapa yang tak akan marah jika orang asing tiba-tiba masuk ke rumahnya tanpa tau permisi dan sopan santun, saat melihat Adam yang datang dengan amarah dan sifat kasarnya yang membuat semua penghuni kos tidak nyaman dan takut, beberapa orang langsung memberi tahu Bu Ani yang kebetulan rumahnya tepat di depan kos

"Maaf mas ada perlu apa? Tolong tunjukkan sedikit rasa hormat dan etika anda saat bertamu"
Bu Ani berdiri tepat di depan pintu kamar kayu berwarna coklat dengan plat gantungan yang bertuliskan KALANA. Tangannya dia lipat di depan dada, dengan wajah kesal dan menahan amarah

"Saya ada perlu dengan keponakan saya"
Adam tak kalah gusar, wajahnya sudah memerah, nafasnya masih berusaha dia atur. Perasaan nya semakin tak menentu takut-takut semuanya akan terlambat, takut-takut malam ini adalah hari terakhir nya

Bu Ani menanyakan 'apakah kalana ada di kamarnya?'  pada salah satu penghuni kos, lalu di jawab dengan gelengan kepala. Kemudian dia mengibaskan tangannya kesamping, menyuruh semua penghuni kos yang sedari tadi menonton pertunjukan itu untuk masuk kedalam kamar masing-masing, itu bahkan tak cukup untuk mengurungkan niat mereka menguping, berdiri mengintip dari balik pintu
"Kalana tidak ada dikamar, jadi maaf mas tidak bisa menemui nya sekarang dan silahkan keluar dari tempat ini"

Rahangnya mengeras, lalu ia mengacak rambut belakangnya frustasi. Adam kekeh ingin masuk kedalam mencari benda yang sekarang membawanya berdiri di ambang batas kematian, hidup atau mati
"Saya perlu mencari barang saya di dalam"

"Maaf mas gak bisa"
Bu Ani tidak mau kalah, mengangkat kedua tangannya di udara tepat di depan wajah Adam, menghalangi aksesnya untuk masuk. Adam menghembuskan nafas kasar yang terdengar cukup nyaring

"BU! saya kesini karena hal penting! Ibu yang gak tau apa-apa sebaiknya jangan ikut campur. Hidup saya dipertaruhkan BU! SEKARANG MINGGIR!!"
Adam menaikkan suaranya, membuat  Bu Ani membeku di tempat terkejut dengan suaranya yang seakan adalah perintah dan tak bisa dibantah. Dia melangkah kan kakinya masuk, menghempas kasar daun pintu itu. Menjarah seluruh ruangan tanpa terkecuali, mencari sebuah kunci kehidupan nya. Bu Ani ingin masuk ke dalam menyeret Adam keluar dari kamar Kalana, tapi hal itu sungguh belum terlaksana, daun pintu kayu itu terhempas, tertutup rapat tanpa ada yang menutup nya

BRAKK!!

Adam mematung di tempat, menolehkan kepalanya pada pintu kayu yang terhempas menutup dengan sangat rapat. Bibir nya bergetar, jantungnya berdetak 2x lebih cepat, seakan ingin terbirit untuk kabur keluar menyembunyikan dirinya. Pintu itu terhempas dengan sendirinya bahkan di saat angin tak sedang berhembus. Sunyi. Diam. Mengintimidasi. Kelam. Dan Jahat

Itu yang Adam rasakan sekarang, aura gelap, kelam dan penuh amarah menyelimuti ruangan kecil ini, Dingin, terlalu dingin untuk ruangan yang tertutup rapat, meminimkan akses angin malam untuk masuk. Bulu kuduknya berdiri, kakinya seakan di paku bumi, tubuhnya basah sekarang oleh keringat dingin yang keluar dari pori-pori tubuhnya. Matanya fokus pada sudut ruang, yang tampak menyeramkan. Gelap. Bahkan terlalu gelap, mata ini tak bisa melihat apa yang ada di dalamnya, seolah menyembunyikan hal itu rapat-rapat

"Kau bermain-main denganku Adam! Ayahmu sudah memberitahu mu secara baik-baik, hal ini yang membuat ku sangat membenci dirimu. Keras kepala!"

Suara itu menggema di ruangan, menciptakan dengung tak berkesudahan di telinga, hembusan nafas kasar dan dingin di leher lelaki muda itu, seolah bagai ujung mata pisau yang sangat tajam, menggores kulit yang tengah kehilangan keberanian nya. Mulutnya membisu, menghilangkan salah satu indranya, rasa takut itu menyerangnya, kemudian hal lain membuat nya semakin dibisukan bumi, sakit sangat sakit, seperti ada benang kasar yang menjahit mulutnya, tak sedikit pun membiarkannya untuk bersuara. Adam mengangkat kedua tangannya, melihatnya dengan jantung yang semakin membuncah, nafasnya sudah tak teratur, ia sudah kehilangan semua keberaniannya, meninggalkan takut yang semakin menjadi, mengeluarkan bulir bening dari ujung matanya

Cairan merah kental itu terus menetes keluar, membasahi lantai dingin yang tak lagi putih, melainkan merah karena darah. Mulutnya tak henti-hentinya mengeluarkan cairan itu, mengalir seolah diizinkan untuk keluar, hidung dan matanya terasa sakit bahkan amat sakit, mungkin tak ada yang sanggup melihat kondisi nya sekarang. Matanya bengkak dan membiru, hidungnya perlahan hancur, mengeluarkan darah segar yang bahkan seperti hujan menetes tanpa henti. Kemudian menimbulkan sebuah benjolan kulit tipis khas kulit yang melepuh karena tersiram air panas. Mengeluarkan nanah yang bahkan baunya menyengat rongga pernapasan, dadanya sesak melebihi batas

"Tak ada lagi maaf buatmu Adam. Semuanya sudah selesai, gadis itu sudah tau, walau tak semua. Ini akhir dari hidupmu. Salahmu telah melanggar batas yang sudah kutetapkan dengan sangat jelas!"

"Kau tau konsekuensi apa yang akan kau dapat. Tapi kau selalu menganggap itu remeh, kau tau aku tak pernah bermain-main dengan ucapan ku. Tak ada lagi cara baik-baik Adam, gadis itu akan berusaha melawan cepat atau lambat. Kematian mu adalah takdir akhir mu, tumbal ke-enam ku"
Kalimatnya berakhir disitu, meninggalkan seringai tajam mengerikan yang menampakkan deretan gigi putih bertaring miliknya. Kekehan tipis terdengar bersamaan dengan mata merahnya yang semakin membulat seakan ingin keluar

Bibirnya kembali berucap, kali ini dengan kalimat asing yang seperti tak memiliki arti
"Diatázo ton diávolo, synthlívo ta ostá, apenergopoió tin psychí, me óli ti dýnamí tou, thysiázo tin psychí sto skotádi, gíno pistós opadós tou Antíchristou!!!!" (Bahasa Yunani)

Kepalanya terasa pening, kakinya tak lagi memiliki kekuatan untuk menopang tubuhnya sendiri, badannya seakan remuk tak tersisa. Suara tulang bahkan sanggup dia dengar, tubuhnya tak lagi memiliki kemampuan untuk sekedar merintih atas rasa sakit. Semuanya benar-benar akan berakhir, pikir Adam

Lalu matanya menghadirkan gelap, membawa serta tubuhnya yang tak lagi memiliki raga, terkapar di lantai dingin dengan darah yang masih setia mengalir. Keadaan nya masih sama, dengan mulut terjahit dan wajah yang mengeluarkan darah, kaki, tangan, dan lehernya patah. Berputar 90°

Kini makhluk itu menghilang, membawa serta buku salinan terkutuk yang dia dekap di tubuh gelapnya. Meninggalkan kematian yang sangat mengenaskan

*****

Jangan membaca di tempat gelap dan jauhi pandangan dari layar. Happy reading!!

Jika suka jangan lupa, vote, komen dan share ke temen-temen kalian!!

Filitia a.m

KUTUK!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang