18. Konspirasi #3

480 58 0
                                    

Aku menatap rona langit yang memerah dibalik jendela kaca dingin, merasakan angin yang masuk menyelinap dari berbagai celah ruangan. Pikiran ku sedari tadi terasa tidak enak, merasa khawatir tapi tidak mengerti apa yang aku khawatir kan, perasaan mengganjal yang sedari tadi mengusikku sampai suara ketukan di pintu kayu berukir bunga itu terdengar, menarik paksa aku untuk kembali tersadar

"Kalana.. ini gue Surya"
Suaranya terhalang oleh pintu dan dinding beton, membuat suara itu terdengar seperti tertahan akan sesuatu

Aku turun dari ranjang kemudian berjalan untuk membuka pintu, aku berusaha memberikan senyum terbaikku padanya, menghilangkan rasa gelisah yang menggangu
"Kenapa Surya?"
Tanyaku berusaha terdengar natural dan memberikan seulas senyum, tapi wajahnya tampak tidak enak sekarang, cemas, seperti ada hal penting yang ingin dia katakan

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo, boleh gue masuk?"
Tanyanya memastikan, kakinya bergerak kecil tidak nyaman sedari tadi

"Boleh tapi pintunya aku buka dikit ya"
Ucapku seraya memberikan nya ruang untuk masuk lalu menutup pintu itu yang terhalang oleh celah kecil

Aku duduk di kursi ruang sebelah kanan tepat di samping Surya, yang memang aku peruntukan untuk tamu atau sekadar santai. Akan aku jelaskan sedikit agar ini tidak membingungkan

Kamar kosku cukup luas dengan pintu utama yang berada di tengah berhadapan langsung dengan pintu kamar mandi, anggap saja itu seperti pemisah ruang. Dari pintu utama, ranjang ku berada disebelah kiri pojok ruang dengan jendela kecil di atasnya, lalu ada lemari besar yang ku letakkan di pojok sebelah nya, meja belajar ku letakkan tidak jauh dari kasur dan pintu utama anggap saja itu berada di tengah, di dekat pintu kamar mandi aku letakkan beberapa gantungan kain

Di sisi sebelah kanan aku gunakan untuk meletakkan beberapa kursi dan meja untuk bersantai atau mendudukkan tamu seperti sekarang, lalu di dekat pintu utama sebelah kanan aku letakkan rak sepatu. Untuk masak dan menyimpan peralatan makan, kosku memberikan dapur umum untuk semua penghuni kos yang terletak di ujung kiri, sedangkan kamarku berada di ujung sebelah kanan tepat di depan tangga untuk menuju lantai 2

"Kamu mau minum apa ya?"
Tanyaku tak lama setelah duduk, dia hanya menggeleng

"Gak usah, hal ini lebih penting"
Ucapnya tergesa gesa, aku mengerutkan keningku bingung

"Bicara pelan pelan"
Ucapku padanya masih dengan tatapan ku yang fokus

Dia membuka laptop yang berlogo apel tergigit miliknya, lalu membuka sebuah artikel dan menunjukkan nya padaku
"Kematian tragis pewaris keluarga Sanjana"

Aku mengerutkan keningku semakin dalam, menatap mata coklat nya dengan penuh pertanyaan, tanpa sadar aku menggaruk tengkuk ku yang terasa gatal. Ia mengubah posisinya kembali menghadap ku, tatapannya serius

"Tadi pas pulang sekolah otak gue selalu terusik karena cerita lo kemarin, tentang semua kejadian kejadian aneh itu, terus gue coba gali informasi terkait tentang pembunuhan ayah Amira sampai ke pembunuhan ibu lo"

Dia berhenti di tengah kalimatnya, menarik nafas lalu menatap ku, seperti meminta persetujuan untuk kembali melanjutkan perkataannya nya

"Lanjutin aja, aku bakal coba denger dulu"
Ucapku menenangkan

"Gue udah coba cari tentang masalah pembunuhan ayah Amira, tapi polisi bilang itu gak bisa disebut pembunuhan karena gak ada bukti konkret untuk itu dan disimpulkan lah bahwa itu adalah kasus bunuh diri. Lalu gue coba cari tentang berita kematian Ibu lo, tapi sekeras apapun gue berusaha buat cari berita itu, tetep hasilnya nihil, seolah semuanya bungkam, atau tidak tau menau  tentang masalah ini. Lalu gue nemuin artikel "Kematian tragis pewaris keluarga Sanjana" "

Dia menunjuk artikel itu dengan dagunya, mengisyaratkan aku untuk membaca kata demi kata di dalam artikel tersebut, yang membuat ku terkejut di menit berikutnya

"A-ayah"
Ucapku terbata seraya kembali menatap Surya yang membalas tatapanku

"Jadi bener itu Ayah lo?"

"Kalo namanya bener itu ayah aku, tahun terjadi pembunuhan nya juga sama, tapi aku gak pernah tau kalo ayah adalah bagian dari keluarga Sanjana, aku pikir cuma kebetulan namanya sama. Dan ayah gak cerita tentang keluarganya, setiap aku tanya ayah selalu ngalihin pembicaraan, dan aku juga cuma tau Om Adam sebagai satu satunya saudara Ayah"

Surya tampak berpikir, ia mengusap dagunya dengan mata yang terpaku pada laptop di hadapannya
"Kalo bener itu ayah lo, gue rasa kematian ayah Amira telah direncanakan"
Ucapnya tanpa beban

Aku semakin bingung, semakin susah untuk ku mencerna semua perkataannya, ini terlalu rumit
"Maksud kamu?"
Tanyaku memastikan

"Gini, kita anggap dulu korban dari kasus yang di ulas artikel itu bener ayah lo, berarti ayah lo dan lo sendiri adalah bagian dari keluarga Sanjana, dan di posisi ini lu sendiri gak tau kenyataan itu"

Aku mengangkat kedua tanganku, menahannya di udara
"Tunggu tunggu arah pembicaraan kamu ini kemana? Aku gak ngerti"

"Dengerin dulu Kalana, anggap aja lo sedang berada di posisi itu"
Dia memegang kedua bahuku dengan tatapan serius yang mampu membuat ku bungkam

Aku mengangguk menanggapi nya lalu dia kembali bicara
"Di artikel itu bilang, ayah lo meninggal di bunuh oleh pesaing bisnis keluarga Sanjana, yang bermotif iri dalam bisnis, dan gue dapat satu artikel lagi yang terkait dengan pembunuhan itu. Ayah lo meninggal bukan kesalahan lo Kalana"

Dia berkutat sejenak dengan laptopnya, aku masih terdiam dengan semua perkataan nya barusan, aku speechless dibuatnya. Lalu dia menunjukkan lagi sebuah artikel lain

"Mantan pesaing bisnis keluarga Sanjana mati bunuh diri"
Aku terkejut dengan apa yang dihadapanku sekarang, membaca sebuah nama yang kutemukan di tengah artikel tersebut bersama fakta yang mengejutkan

"Ayah Amira yang bunuh ayah aku?"
Aku masih terkejut dengan fakta menohok yang kuterima, pikiran ku bergulat dengan kenyataan itu

Surya mengangguk sebagai jawaban
"Jika artikel itu benar adanya, ayah lo dibunuh oleh ayah Amira maka ada dendam dan konspirasi yang bermain di balik kematian ayah Amira. Kita gak tau, ayah Amira benar mati bunuh diri karena semua beban yang dia tanggung atau ada hal lain dibalik itu. Itu yang perlu kita cari tau dan satu hal lagi"

"Apa ?"
Aku baru tersadar akan satu hal yang menghantui ku selama ini
"Eh lalu? Kenapa Amira bisa bilang dia liat aku pas ayahnya bunuh diri?"

"Itu yang gue maksud Lana. Gue takut ini bukan masalah yang bisa kita selesaikan. Terlalu banyak teori yang gue pikirin di otak gue, dan yang lebih gue takutin, masalah ini gak bisa diselesaikan dengan logika"

Aku terdiam membisu, dengan ribuan kemungkinan yang terlintas di otakku, kemana arah masalah ini berakhir, terlalu banyak rahasia yang harus aku robek secepat mungkin sebelum hal ini semakin membuat ku tenggelam dalam ribuan misteri dan ketidak tahuan

*****

Jangan membaca di tempat gelap, jauhi pandangan dari layar. Happy reading!!

Jika suka jangan lupa, vote, komen dan share ke temen-temen kalian!!

Filitia a.m

KUTUK!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang