23. Sebuah Kisah

449 59 0
                                    

Siang ini seperti janji yang dibuat oleh Om Adam dengan sebelah pihak, aku menunggu nya di taman kota terdekat dari kos ku, sudah sekitar 15 menit yang lalu dari janji temu tapi dia belum juga sampai, dia tidak memberitahu kan dimana taman kota yang ia maksud, hanya "taman kota" tidak diberitahu kan lokasi yang tepat. Sedangkan ada banyak taman kota di Jakarta, aku jadi berfikir apa aku salah memilih taman yah? Atau dia hanya mempermainkan ku?

Pikiranku sudah kemana mana, bahkan semakin liar! Berfikir melewati batas logika, aku sendiri pun tidak paham dengan cara berfikir ku yang mulai aneh. Aku sudah berniat untuk pergi dari tempat itu, jika saja klakson mobil di belakang sana yang terasa semakin mendekat kemudian berhenti tepat di depanku

Aku berdiri mengamati siapa yang akan keluar dari mobil sedan hitam yang tampak mewah, boleh kutebak dia mungkin saja orang yang membuat janji temu sepihak itu, dan benar saja belum sempat aku berfikir jauh untuk menerka dia telah keluar dari mobil, melewati pintu bagian depan pengemudi. Rambutnya sedikit berantakan, khas anak muda trouble maker, dipadukan dengan kaos lengan panjang santai abu-abu dan celana jeans, kuakui jika Om Adam memang masih sangat muda, jauh berbeda umurnya dengan Ayahku, sekarang saja dia masih menginjak masa Kuliah, tapi sudah berstatus Om

Dia berjalan mendekat ke arahku
"Kita makan dulu bagaimana? Ini sudah masuk jam makan siang"

Aku hanya mengangguk kaku, jujur aku tidak dekat dengan keluarga ku sendiri, aku hanya bertemu om Adam 2 kali, itupun karena dia mempunyai urusan dengan Ayah dan itupun dulu. Sepanjang perjalanan tak ada satupun dari kami yang bicara, seolah hal itu hanya membuang waktu dan tenaga, aku keluar dari lamunan di salah satu ruang otakku, melihat ke arah depan. Kami berhenti di salah satu Restoran yang cukup mewah menurutku dengan nuansa klasik elegan

Om Adam berjalan di depanku, mengarahkan ku untuk kelantai dua, duduk di salah satu meja yang berada di pojok ruang samping jendela besar.

Kami makan dalam diam, sibuk dengan pemikiran masing-masing, tak ada satupun yang berniat untuk memulai obrolan, hanya suara sendok dan garpu yang beradu kasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kami makan dalam diam, sibuk dengan pemikiran masing-masing, tak ada satupun yang berniat untuk memulai obrolan, hanya suara sendok dan garpu yang beradu kasar

"Saya mengajak kamu untuk ketemu bukan tanpa tujuan"
Dia menaruh alat makannya di piring yang sudah tersapu bersih kemudian meneguk minumannya, aku memperhatikan nya sejenak kemudian menyelesaikan makanku

"Om mau ngomong apa sama saya?"
Tanyaku memberanikan diri, kemudian meneguk minuman yang tampak menggiurkan, kerongkongan ku terasa kering

"Sebelumnya saya mau minta maaf atas semua perilaku kasar dan tuduhan saya sama kamu. Saya tau saya salah, saya terlalu emosi"
Dia menatap ku lekat dengan tangannya yang sudah rapi terlipat di atas meja, seperti anak murid yang tengah mendengarkan gurunya menjelaskan

Aku tersenyum simpul sebelum menggapinya, syukur pikirku semua pikiran anehku itu bisa terpental jauh-jauh
"Gak apa-apa kok Om"

Dia mengangguk singkat, kemudian melanjutkan kembali pembicaraan nya yang tertunda
"Ini tentang orang tua kamu dan takdir kejam pemberian kakekmu. Saya pikir kamu harus tau tentang ini, kamu pasti ngerasain kan banyak hal aneh yang terus menimpa kamu, yang sulit buat di nalar"

KUTUK!! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang