Surya menghentikan motornya di pinggir trotoar, melepaskan helmnya lalu mengajakku untuk duduk di salah satu kursi yang berada di dekat lapak penjual nasi goreng kaki lima. Aku turun dari motor lalu mengikuti langkahnya untuk duduk. Matahari tak lagi tampak, membawa gelap yang kini menghantarkan dinginnya angin malam, membuatku tanpa sadar terus mengusap kedua lenganku mencari hangat untuk mengusir dinginnya malam. Surya memesan 2 porsi nasi goreng tetapi salah satunya tidak pedas beserta 2 es teh manis
"Tau aja aku laper"
Ucapku saat Surya sudah kembali duduk di kursinya yang tepat berada di hadapan ku, dia menyunggingkan senyum khasnya"Perut lu udah bunyi, ngalah ngalahin demo mahasiswa tau"
Aku hanya nyengir menanggapi ucapan nya dengan tangan yang refleks mengusap perut. Benar. Aku kan sudah bilang dia menghalangi acara ku untuk makan tadi"Kamu yang bayarkan?"
Rasanya urat maluku sudah putus atau terkubur jauh entah kemana, lagi pula aku tidak sepenuhnya salah kan, dia yang mengajakku makan"Iyah gue yang bayar"
Kami menghentikan sebentar obrolan santai kami, saat aroma nasi goreng itu sudah tercium menggerakkan seluruh cacing di perutku untuk berseru kegirangan. Aku dan Surya menyantap makanan kami dalam diam, tak ada yang berbicara apalagi berusaha mencairkan suasana"Emm Na.."
"Ya?"
Aku meletakkan alat makanku, makanan ku sudah habis tak tersisa, lalu beralih mengambil es teh manis, Surya tampak gugup di depanku sekarang, entah apa yang dia pikirkan. Jika aku pikir-pikir lagi, dia tidak pernah terlihat sangat gugup seperti sekarang, pertama kali aku melihatnya gugup saat sedang bersama gebetannya saat dulu waktu kami masih SMP, dan untuk kedua kalinya aku melihat dia gugup sampai tangannya mengeluarkan keringat begitu"Gue.. gue mau ngomong"
Dia meneguk ludahnya kasar, tunggu kenapa suasananya terasa aneh begini. Aku jadi kikuk sendiri
"Ngomong apa?""I-itu-"
"Itu apa ?"
"Nganu, gue.. gue ck aduhh susah banget sih ini mulut tinggal ngucap doang"
"Apaan Surya?"
Aku masih menunggunya untuk berbicara, bingung sendiri melihat dia tiba-tiba jadi orang gagap beginiDrett Drett
Aku mengangkat tanganku di udara, menghentikan apapun yang ingin di ucapkan oleh Surya, aku dapat telpon masuk dari Bu Ani suaranya terengah-engah, nafasnya memburu suara keributan di sekitarnya pun turut membuatku semakin bingung. Apa yang tengah terjadi disana, atau dia yang sedang berada dimana
"Halo bu. Kenapa? Nafasnya di tarik dulu, tenang dulu"
Aku berusaha menenangkannya dari ujung telpon, tapi sepertinya itu hanya sia-sia, terdengar suara sirine polisi dari sebrang sana. Dia mengatakan sesuatu tapi sungguh tidak jelas aku tidak bisa mendengar nya, teredam oleh suara di belakangnya yang riuh"Pelan-pelan bu, aku gak denger"
"Om kamu Na, Om kamu meninggal"
Jantungku mau copot, kepalaku pusing. Apa yang sebenarnya terjadi di sana"Sekarang kamu cepet pulang ke kos nanti ibu ceritakan"
Segera aku mematikan sambungan telpon, beranjak dari dudukku. Mengajak Surya untuk ke kos ku sesegera mungkin, wajahnya masih kebingungan dengan semua tindakanku yang tiba-tiba, tapi tetap saja menurutSampai di kos, aku lihat mobil polisi, ambulans, warga yabg berkerumun, sampai garis polisi yang dipasang tepat di depan pagar kos. Surya sama bingung nya denganku, langkahku menuntut untuk segera masuk kedalam tapi terhenti oleh orang-orang yang menggotong jenazah yang terbujur kaku, tertutup oleh kain putih dengan sedikit bercak darah di kain. Kaki ku melemah, berita tadi terngiang di kepala ku, walaupun aku tidak begitu dekat dengan keluarga ku sendiri tapi tetap, dia adik ayahku. Om ku. Kelurgaku. Satu persatu mereka melangkah menjauh untuk pergi, meninggalkan aku yang memang dari awal di takdirkan untuk sendiri dengan segala macam kekejaman dunia yang tak pernah sedikitpun untuk berpihak kepadaku
Ambulan itu menjauh, dengan warga yang mulai berjalan pergi meninggalkan kerumunan yang tadi sangat menyesakkan, Bu Ani memberiku segelas air yang tak ingin sama sekali untuk ku teguk, beberapa polisi mulai pergi setelah melihat TKP, hanya tersisa beberapa yang mulai menanyai para penghuni kos termasuk Bu Ani dan aku, bahkan aku tak ingin untuk berbicara sekarang.
Surya sedari tadi hanya diam, memegang tanganku yang masih gemetar, pikirku baru saja tadi siang dia berbicara panjang lebar denganku, tapi sekarang dia pergi pergi dengan cara yang sampai sekarang aku tak tau
"Nak Surya gak pulang? Udah malem, besok baru kesini lagi nemenin Lana"Seolah sudah mengerti kode yang diberikan oleh Bu Ani, Surya mengangguk tanpa protes
"Gue pulang dulu ya Na, kalo ada apa-apa telpon gue. Bu saya pulang dulu"
Surya melangkah pergi, setelah tadi mengucapkan salam pada Bu Ani, anak-anak kos juga sedari tadi di suruh untuk ke kamar masing-masing oleh Bu Ani, hanya tinggal kami berdua di ruang tamu depan"Apa yang terjadi Bu? Kok bisa tiba-tiba? Di kos lagi"
Tanyaku gugup, aku menatap lekat-lekat manik mata hitam itu, menuntut penjelasan yang sedari tadi sudah ingin kudengar. Bu Ani mengehela napasnya pelan, beralih menggenggam tanganku yang masih berkeringat dingin,"ibu akan ceritakan semuanya"
Beliau bercerita dengan sangat jelas, bahkan setiap kata yang diucapkan olehnya tercetak jelas di otakku. Tapi yang membuatku bertanya, apa yang Om Adam cari sampai harus segera seperti itu, dan lagi.. apa yang terjadi di dalam kamarku sampai membuat nyawa seseorang meninggal, dengan kondisi yang mengenaskan, aku dengar tadi Bu Ani bilang, dia sendiri di dalam sana lantas? Bagaimana hal itu terjadi jika dia seorang diri?
"Ah iya Lana, ibu sempet dengar suara orang lagi ngomong di dalem kamar, tapi suaranya gak jelas, yang satu suara Om kamu yang satu lagi ibu gak tau siapa, suaranya berat besar tapi anehnya ibu gak bisa paham mereka ngomongin apa, suaranya samar. Tapi kok bisa ada orang lain di dalam? Apa dia masuk lewat jendela?"
Bagaimana aku bisa tau, jika yang berada ditempat kejadian saja tidak tau apa-apa akan hal itu. Kepala ku berputar, bekerja 2 kali lebih keras, seolah semuanya sudah tersortir dengan rapi ciri-ciri yang diberikan Bu Ani itu terbaca di otakku seperti cara kerja komputer. Hanya ada satu dalang di balik semua ini. Yang mati-matian ingin membuat ku menjadi tumbal persembahan nya
"Bu, Lana ke kamar dulu ya"
"Eeh lupa yah kalo kamar kamu di kasih garis polisi? Kamu bisa tidur di kamar Tari tadi ibu udh ngomong sama dia "
"Iya bu, makasih ya Lana permisi"
"Istirahat yah Lana"
Setelah mastikan Bu Ani pergi
Aku melangkah dengan tergesa ke arah kamarku, Aku bisa lihat garis polisi yang melintang di pintu, juga noda darah yang masih segar dibiarkan begitu saja di lantai, kamarku yang berantakan lemari buku yang semula tegak, kini tergeletak lemas di atas lantaiAku mencari lagi buku salinan diary milik kakek ku, berharap bahwa itu bisa menjadi jawaban. Berharap itu bisa menjadi petunjuk. Berharap setidaknya ada celah untuk ku melawan
Atau mungkin memang ada? Hanya aku yang tidak bisa. Tapi lagi-lagi pencarian ku hanya sia-sia, nihil. aku tak mendapatkannya di sudut manapun seolah hilang bersamaan dengan gelapnya malamLantas apa yang harus kulakukan sekarang? Kepalaku sudah hampir pecah! Kumohon.. berikan aku sedikit petunjuk..
*****
Selamat pagi, sudah berapa lama aku gak update yah?
Maaf yah, kesalahan ku terlalu sibuk dengan hal yang lain
Semoga suka dengan part ini yah, sepertinya akan segera selesai dalam beberapa part kedepan
Pendek? Ah gak juga
Kasihan Lana udah pusing mau cepat kelar katanya. (Gak)Selamat membaca!! Terimakasih telah menunggu
Maaf jika kurang berkesan, aku benar-benar masih amatir wkwkFilitia a.m
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUK!! (TAMAT)
RandomHoror-Thriller Ini sebuah kisah tentang seorang anak, yang harus menerima kenyataan pahit dalam hidupnya, di kucilkan, di buang, dibully, bahkan disalahkan atas perbuatan yang tidak dia lakukan Semuanya menjadi semakin runyam disaat dia harus membua...