11. Hijrah?

680 67 1
                                    

Malam ini, Andira memilih tidur di kamar Kayla. Entahlah, sejak kejadian di kafe itu, ia merasa tidak tenang. Jadi, ia bermaksud menenangkan diri di kamar bekas almarhum Bara. Dulu, saat ia merasa takut lantaran ditinggal sendirian oleh kedua orangtuanya, kamar itulah yang selalu menjadi tujuan. Biasanya ia mendapati sang kakak sedang membaca komik.

"Kamu kenapa, sih, Ra? Cerita, dong, sama aku." Kalimat Kayla itu pun membuyarkan lamunan Andira tentang sang kakak. Ia pun duduk di ranjang yang sepreinya rutin diganti oleh Kayla. Dengan perlahan, ia menceritakan seluruh kejadian yang ia alami di kafe tadi. Tanpa menyembunyikannya sedikit pun.

Meskipun awalnya terkejut dan geram, Kayla mencoba untuk bersikap tenang. Di sini, Andira lah yang menjadi korban Willy. Jadi, ia harus lebih tenang dari gadis itu.

"Padahal setahuku dia tertariknya sama kamu. Tapi, dia enggak berani modus sama kamu. Apa karena kamu berhijab?"

Kayla diam sesaat mendengar kalimat terakhir Andira. "Hijab memang kewajiban bagi setiap muslimah. Begitu mulia dan berharganya seorang perempuan hingga Allah memerintahkannya untuk menjaga kemuliaan itu dengan hijab."

Sebelum Andira menjawab, Kayla buru-buru menambahkan, "Tapi apa yang dilakukan Bang Willy ke kamu enggak bisa dibenarkan sama sekali. Berhadapan sama perempuan yang berhijab atau enggak, laki-laki juga harusnya bisa mengontrol dirinya sendiri, 'kan."

***

Adzan isya' sudah tiga puluh menit yang lalu berkumandang. Fira yang baru selesai melaksanakan shalat pun bergegas mematut diri di depan cermin. Seperti biasa, ia memoleskan riasan pada kulit wajahnya yang terawat. Sambil merapikan tatanan rambut, gadis bertubuh tinggi semampai itu melirik ponsel di sebelah tasnya. Ada sebuah pesan dari Tyo. Padahal saat ini ia sedang menunggu pesan balasan dari Ali.

Tyo: Aku baru mau dinner dulu, Fira.
Maaf, tadi enggak bisa antar kamu pulang.

Syafira: Have fun, Yo!
Enggak apa-apa, kali, Yo. Kayak sama siapa aja.

Seulas senyum tipis menghiasi bibir merah Fira. Di saat suasana hatinya sedang tidak baik seperti ini, Tyo selalu mampu menenangkannya. Hanya dengan perhatian kecil yang sebenarnya ia harapkan juga datang dari Ali. Namun, kekasihnya itu memang terlalu cuek.

Setelah merasa siap, Fira menyambar kunci mobilnya. Dengan kecepatan sedang, mobil merah itu melaju di jalanan. Sambil fokus pada jalanan di depan, sesekali gadis itu melirik ponsel yang tergeletak di atas jok samping kemudi. Masih tidak ada pesan ataupun telepon dari sang kekasih.

Tak berapa lama kemudian, Fira tiba di tempat yang dituju. Rumah Ali. Seperti biasa, rumah itu tampak sepi. Pasti teman-teman Ahmad yang biasa berkunjung saat ada kerja kelompok, sudah pulang. Keadaan sudah kembali sepi, tapi begitu hangat. Terdengar lantunan ayat suci Al-Qur'an dari dalam kamar Farida. Wanita yang tetap terlihat cantik di usia senja itu sedang mengaji bersama sang suami. Kegiatan rutin mereka setiap selesai shalat isya' berjamaah.

Ali: Kita ngobrol di taman kompleks aja.

Setelah menerima pesan seperti itu, Fira yang sudah berniat memarkirkan kendaraannya di dalam halaman pun terpaksa mengurungkan niatnya. Gadis itu melajukan mobilnya sejauh dua ratus meter. Di sana adalah tempat yang dimaksud Ali. Beberapa kali mereka memang memilih tempat itu untuk bertemu.

"Maaf. Lama, ya?" Tiba-tiba Ali mengejutkannya dari arah belakang. Pemuda itu mengusap lembut puncak kepala Fira.

"Kamu ke mana aja seharian ini?" Fira yang sudah dilanda lelah dan dibakar cemburu pun tak menampakkan raut bersahabat. Nada bicaranya juga tidak lembut seperti biasanya.

Kayla in Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang