Tiga hari menjelang acara wisuda Kayla, sang ibu dan sang kakak tiba di Bandung. Tentunya dengan Aira dan Diza---istri dan putri Hikam---yang ikut serta. Mereka berempat menginap di rumah keluarga Burhan. Burhan dan Mita pun sengaja meliburkan diri dari aktivitas padat mengurus perusahaan di Melbourne.
Kedatangan mereka bukan hanya untuk satu momen bersejarah bagi Kayla itu. Ada hal lain yang membuat mereka sangat antusias. Sampai-sampai Kayla dibuat heran dengan sikap mereka. Beberapa kali, seisi rumah menggodanya ketika sedang berkumpul dan berbincang mengenai Ali.
"Kamu serius sama Ali, Kay?" Hikam menatap sang adik yang menemaninya duduk di teras belakang.
"Iya."
"Ya Allah, adik Kakak udah besar." Hikam tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala Kayla dengan sayang.
Kayla tertawa pelan. "Udah besar dari dulu, kali, Kak."
"Iya, tapi badannya segini aja, enggak tambah tinggi," ledek Hikam sambil terkekeh. Sementara Kayla mengerucutkan bibir.
"Diza mana, Kak?" Kayla menoleh ke belakang, tepatnya ke arah dapur. Seingatnya tadi sang keponakan yang berusia lima tahunan itu mengikuti Aira yang sedang membuatkan susu.
"Enggak tahu. Jam segini biasanya Diza udah siap-siap mau tidur." Hikam tersenyum. Sementara Kayla manggut-manggut.
"Kamu baik-baik aja, 'kan, selama sama Ali?" Laki-laki berusia tiga puluh dua tahun itu menatap sang adik dengan khawatir.
Kayla menaikkan sebelah alis. "Kok gitu nanyanya? Kakak enggak percaya sama A Ali?"
"Bukan gitu. Jangan kira Kakak enggak tahu soal kamu yang sering di-bully fans Ali sama mantannya dulu. Walaupun Kakak sibuk kerja, Kakak tetap mengawasi kamu, enggak terkecuali media sosial kamu." Hikam menjeda kalimatnya. "Ali tahu soal itu?"
"A Ali tahu."
"Kamu yakin tahan dan kuat menghadapi bully-an penggemar Ali yang masih belum move on dari hubungan Ali sama mantannya? Kamu enggak kenapa-kenapa?"
Kayla menatap sang kakak yang juga masih menatapnya. Gadis itu melihat sorot penuh kekhawatiran di dalam mata beretina hitam milik sang kakak. Sejujurnya, ia memang tidak tahu sampai kapan menganggap kata-kata hinaan warganet sebagai angin lalu. Ia ingin mempertahankan cinta Ali yang begitu besar untuknya.
Kayla menghela napas. "Insya Allah, aku enggak apa-apa, Kak."
"Jadi istri yang baik, ya, Nak." Sebuah usapan lembut kembali mendarat pada puncak kepala Kayla. Kali ini dari tangan sang ibu yang baru saja muncul dari belakang kursi tempat Kayla dan Hikam duduk.
"Insya Allah." Kayla tersenyum. "Eh---kenapa bahas itu, sih, Bu? Kan masih lama. A Ali juga belum ngomong apa-apa."
"Pengen cepat, nih?" goda sang ibu dan sang kakak bersamaan. Kedua pipi Kayla pun langsung memanas. Gadis itu bergumam tak jelas sebelum meninggalkan keduanya.
"Adikmu itu lucu sekali, Kam." Husna tertawa pelan sambil geleng-geleng. Begitu pula dengan Hikam.
***Keesokan harinya, keluarga Kayla dijemput oleh mobil Ali. Tentunya Ali sudah menawarkan diri sebelumnya, meski harus sedikit memaksa Kayla yang masih merasa tidak enak hati dan tidak ingin merepotkan.
Kayla sendiri, berangkat bersama Andira dengan diantar oleh Nurdin. Kedua gadis itu tampak cantik mengenakan gamis berhias brokat di beberapa bagian. Sementara Burhan dan Mita, keduanya berangkat dengan mobil lain.
"Kamu cantik banget, Sayang," puji Rayhan pada Andira usai acara.
"Kamu juga." Rayhan menaikkan sebelah alis, bingung dengan ucapan 'gadisnya'. "Kamu tambah dewasa. Mau kerja di mana habis lulus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kayla in Love (END)
EspiritualKayla tidak pernah memikirkan apa kata orang lain tentangnya. Allah Maha Mengetahui, dan itu sudah cukup baginya. Hijrah mungkin mudah, tapi istiqamah itu yang sering kali susah. "Kamu pakai rok?" "Kamu enggak pakai make up, ya?" "Masa sih kamu engg...