34. Between Like, Admiration, and Love (2)

620 52 4
                                    

"Aku mau ngobrol sama kamu." Suara itu membuat tubuh Kayla menegang dan langsung menghentikan kegiatannya memandangi foto Ali. Gadis itu pun menoleh saat seorang pemuda duduk di sebelahnya.

"Eh? A Ali ...." Kayla tersenyum kikuk, lalu mematikan kameranya.

"Kita ngobrol di tempat lain. Ikut aku!" Ali kembali bangkit dari tempat duduk dan berjalan keluar. Tidak ada pengunjung yang menyadari lantaran pemuda itu mengenakan masker dan topi. Sementara Kayla, mengikuti dari belakang dengan perasaan campur aduk.

Begitu tiba di tempat parkir, Ali langsung membukakan pintu untuk Kayla. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir pemuda itu. Kayla sampai tak berani protes lantaran lagi-lagi ia diajak pergi hanya berdua. Meski begitu, Ali tetap membuka kaca jendela, seperti biasa. Setelahnya, mobil melaju dan berhenti di danau tempat Ali menyatakan perasaan dua minggu yang lalu.

"Kamu sengaja menghindar dari aku, ya? Kenapa? Apa aku salah karena ungkapin perasaan sama kamu?" Mereka kini duduk di atas rerumputan. Duduk berjarak seperti biasa. Namun, Ali terus menatap Kayla dari samping, membuat gadis itu gugup luar biasa.

"Enggak, A. Tapi ... aku belum punya jawaban." Kayla masih menunduk dengan tangan di atas lutut yang ditekuk.

"Enggak apa-apa kalau kamu belum punya jawaban. Tapi enggak harus menghindar. Aku rindu."

"Maaf, A." Kayla semakin menunduk.

"Coba tatap aku. Sebentar aja," pinta Ali. Kayla mendongak, menatap sekilas pada sepasang mata pemuda itu.

'Jangan ngasih aku tatap, sebelum bisa benar-benar menetap. Aku enggak mau mata ini cuma jadi objekmu untuk menatap, sedangkan hatimu belum mampu menetap' batin Kayla. Entahlah, tatapan mata Ali yang meski hanya beberapa detik, membuatnya hampir goyah, hampir terlena.

"A---Ali---" Kayla merasakan jantungnya seakan ingin melompat saat tiba-tiba wajah Ali mendekat. Sampai-sampai, embusan napas pemuda itu dapat ia rasakan. Ia takut goyah, benar-benar takut. Apalagi saat tangan pemuda itu mengusap puncak kepalanya. Membuat ia menahan napas sambil memejamkan mata rapat-rapat.

"Maaf. Ada daun jatuh di atas kepala kamu. Aku cuma mau bersihin, biar jilbab kamu enggak kotor." Ali kemudian kembali ke posisi semula sambil membuang daun yang ia maksud. Kayla mengembuskan napas lega dan kembali membuka mata.

"Aku tahu apa yang ada di pikiran kamu tadi. Aku bukan Willy." Ali kemudian terkekeh.

"Maaf---"

"Enggak perlu minta maaf terus. Banyak banget stok maaf kamu." Ali terkekeh lagi dan itu membuat Kayla merasa bersalah. Gadis itu tahu bahwa tawa Ali saat ini hanyalah tawa penghibur diri.

"Kay?" panggil Ali setelah diam cukup lama. Kayla menoleh sambil tersenyum. "Aku lapar. Kamu lapar, enggak? Balik di Chokafe, yuk!"

Kayla kembali tersenyum. "Yuk!"

Kayla tahu bahwa Ali tidak sebahagia yang terlihat. Ada gurat kekecewaan di dalam diri pemuda itu. Karenanya, ia ingin sedikit menghibur pemuda itu. Setidaknya dengan menemani makan. Lagipula, berada di danau tempat pemuda itu menyatakan cinta, pasti membuat pemuda itu tidak nyaman.


***

Ali baru saja tiba di rumah. Benda yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan jam enam petang. Adzan maghrib sudah berkumandang sejak kurang-lebih dua puluh lima menit yang lalu, saat ia dalam perjalanan pulang. Hatinya terasa lebih lega. Meski belum juga mendapat jawaban dari Kayla, ia tidak ingin menyerah, apalagi putus asa. Setidaknya hari ini ia bisa melepas rindu, makan di Chokafe bersama gadis yang dicintai.

Kayla in Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang