9

4.3K 252 1
                                    

Raka menggigit bibirnya gugup saat melihat ayahnya yang duduk di meja kerjanya itu dengan berkas kerjaan yang menumpuk didepannya itu.

"Untuk apa aku harus menandatangani ini hah?suruh saja orang lain untuk menandatangani itu"ketus sang ayah ketika dirinya meminta tomi untuk menandatangani surat persetujuan orangtua tentang membangunan fasilitas baru untuk sekolah mereka(asal wkwkwkw).setiap siswa harus meminta persetujuan dari orangtua mereka tak terkecuali raka.

Namun kali ini, raka berharap ayahnya ini menandatangani surat itu,bukan karna surat persetujuan itu tapi surat yang di berikan riko dia selipkan di tengah beberapa lembar kertas itu.

"A_ayah,untuk kali ini saja,aku mohon"kata raka masih tidak menyerah untuk membujuk.

"Tidak akan.pergi dari sini"tegas tomi menatap marah putra bungsunya itu.tubuhnya yang lelah karna seharian ini bekerja dan kini raka mengganggunya membuat pria paruh bayah itu semakin muak melihat anak didepannya itu.

"Tapi ayah..."

"Arggghhh dasar menyusahkan"kesal tomi kemudian segera menandatangani semua tanpa membaca keterangan yang akan dia tanda tangani.dia cuma anak itu segera pergi dari hadapannya supaya dia bisa beristirahat.dia sudah terlalu malas untuk membentak anak itu seperti biasanya itu.

"Ambil ini dan pergi dari hadapan saya.saya muak melihat wajah kamu disini"ketus tomi yang berhasil menggores hati pemuda didepannya itu.

"Ma_makasih yah"lirih raka sebelum berlalu dari ruangan itu dengan perasaan yang bersalah.

"Maafin raka yah,raka hanya tidak mau riki terluka lagi.raka janji akan berusaha supaya perusahaan ayah tidak hancur"batin raka membayangkan jika dia memberikan kertas yang telah ditanda tangani ayahnya itu kepada raka,maka perusahaan yang susah payah di bangun sampai sesukses sekarang akan hancur karna dirinya.

.
.
.

Tomi menyerit heran melihat kertas yang diberikan putranya itu padanya.dia menatap riki yang duduk tenang didepanya itu dengan bingung.

"Ada apa ayah?kenapa tidak ditanda tangani?ayah tidak mau?baiklah,,,aku akan meminta bunda saja"gerutu riki karna dari tadi ayahnya itu hanya diam.

"Bukan begitu sayang.hanya saja,bukankah kertas yang ditanda tangani ada empat?kenapa milikmu hanya tiga hm?"tanya tomi membuat riki menjadi heran.

"Semuanya hanya tiga yah,"sahut riki.

"Tapi kertas anak itu ada empat.ahhh ulah apa lagi yang akan dia lakukan?dasar sialan"umpat tomi pelan membuat riki tidak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh ayahnya itu.

"Ayah mengatakan sesuatu?"

"Tidak,sini biar ayah tanda tangani"ujar tomi kemudian menandatangani kertas milik riki.

'Awas saja jika kau berulah anak sialan'batin tomi kesal karna telah dibohongi oleh putranya itu.

.
.
.

Raka menyenderkan tubuhnya pada balik pintu kamar mandi yang ada disekolah itu dengan nafas yang memburu,keringat sudah membanjiri wajah pucatnya itu.ringisan tertahannya itulah yang mengisi ruangan sepi itu.

Sakit itu datang lagi membuat dia kewalahan.padahal dia sudah meminum obatnya tadi tapi kenapa rasa sakit itu tidak berkurang sama sekali.

Raka semakin meremas dada bagian kirinya itu dan suara rintihan itu semakin terdengar keras.

"Arggghhhh hahhh ssssaa...kit aahhkkk"rintihan raka semakin kuat namun tidak ada yang mendengar karna kebetulan disana hanya ada dirinya.

Raka berusaha meraih ponselnya berniat untuk menghubungi sahabatnya itu karna raka sungguh tidak tahan lagi.

My PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang