SEPULUH

23.2K 1.5K 43
                                    

                  PART 10

Malika pulang ke rumah setelah tadi malam dan hari ini ia tidak menampakkan wajahnya sama sekali di depan keluarganya.

"Assalamualaikum!" sapanya di depan pintu.

Rumah berlantai satu yang sudah ditempati Malika sejak kecil tampak sepi. Rumah mereka juga bertetanggaan dengan Alify dan juga Anaya.

"Wa'alaikumsalam.  Kamu dari mana aja, Malik? Udah sore baru pulang? Mama tadi ke tempat abang dan kata abang kamu lagi pergi,"  celoteh Prissy menatap anaknya sambil berkacak pinggang.

"Aku dari nemeni ibunda ratu ke kantor ayah Reno terus ke sekolah ibunda, Ma." Malika dengan manis merangkul lengan Prissy untuk membawanya masuk.

"Kamu enggak buat ulah 'kan?" Prissy memicing matanya menatap putrinya curiga.

"Enggak dong, Ma. Aku 'kan anak baik-baik yang jarang buat ulah," jawab Malika polos, membuat Prissy memutar bola matanya.

"Anak baik-baik dari China," cibir Prissy sebal. Putrinya ini selalu saja membuat ulah di mana pun dia berada. Terkadang Prissy waswas sendiri jika Malika tidak ada di rumah.

"Dari Indonesia dong, Ma. Memang kita ada keturunan China?" balas Malika menatap mamanya polos.

"Enggak tahu. Pikir aja sendiri. Udah sana kamu mandi terus bantuin mama buat siapin makan malam." Prissy sedang malas jika harus berdebat dengan putrinya itu. Jadilah ia meminta Malika untuk mandi dan menyiapkan makan malam.

"Ahsiap, Ma!" Malika memberi hormat pada mamanya sebelum berbalik pergi meninggalkan mamanya yang hanya  menggeleng kepalanya menatap punggung Malika yang menghilang di balik pintu kamar.

Seingatnya saat masih muda, ia tidak seperti Malika. Prissy di masa mudanya adalah gadis lembut seperti putri keraton. Lalu, mengapa anaknya justru seperti setan yang sering mengganggu manusia lainnya? Entahlah Prissy juga tidak tahu.

Untung saja ia masih memiliki satu putri  yang kelakuannya baik, lemah lembut, dan juga penurut seperti Arabella Sofia.

Malam harinya ketika selesai makan malam dengan orangtua dan adik-adiknya, Malika segera bergegas menghampiri rumah Anaya untuk mencari Naomi yang katanya memiliki informasi penting.

Setibanya di pintu rumah, Malika memanggil nama Naomi dengan suara cempreng sehingga membuat Naura keluar dari ruang belajar bersama Nathan.

"Ya ampun, Malika, sudah aku bilang, kamu itu harusnya menjaga sikap. Perempuan itu harus lembut dan halus suaranya.  Jangan bar-bar," ujar Naura yang memiliki hobi berceramah.

"Iya-iya, maaf deh lupa gue." Malika nyengir santai seraya melangkah masuk. "Naomi mana?" tanyanya tak melihat sosok Naomi di ruang belajar. Hanya ada Lyla, Rora, dan Tasya saja. Sementara Nayla dan Naomi tidak terlihat.

"Naomi sama Nayla lagi jemput anaknya sepupu papa yang tinggal di London dan bakal tinggal disini selama beberapa bulan," sahut Naura dengan suara lembutnya.

"Haduh!" Malika menghempaskan tubuhnya di atas sofa seraya menghela napas berat.

"Padahal gue ada perlu sama dia," katanya, membuat Naura menatapnya penasaran.

"Kamu ada perlu apa? Nanti aku sampaikan sama Naomi."

"Gue cuma mau tanya, cowok ganteng yang jadi ketua BEM di tempat kita itu siapa namanya. Soalnya itu cowok ganteng banget, Nau. Lo kalau lihat dia pasti lo naksir deh!" seru Malika bersemangat.

Naura mendelik. Cewek itu mengambil posisi duduk di samping Malika seraya menggenggam tangannya.
"Sadar, Malika. Kamu itu udah punya abang Bian. Jangan naksir sama cowok lain lagi. Jangan pernah selingkuh, nanti kamu di selingkuhin balik sama abang. Ingat, karma itu kejam, Malika."

Di antara banyak orang yang mengenal dirinya, Naura adalah satu-satunya orang yang memanggil Malika dengan lengkap.

"Siapa yang mau selingkuh? Gue cuma suka lihat cowok ganteng aja kok," sahut Malika santai. "Lagian hati, jiwa, dan raga gue punya abang Bian seorang," tambahnya dengan ekspresi malu-malu.

Naura mengelus kepala Malika seperti mengelus anaknya sendiri. Gadis itu berujar, "memang harus seperti itu karena abang Bian sangat mencintai kamu."

"Ah, lo kok baik banget sih, Nau sama gue?" Malika memeluk Naura, sementara gadis itu hanya menepuk kepala Malika dengan sayang.

"Karena kamu udah aku anggap seperti adik aku sendiri," balas Naura membuat Malika segera melepaskan pelukan mereka.

"Tua gue dari elo kali, Naura."

Keesokan paginya.

Malika dengan santai berjalan menyusuri koridor kampus yang terlihat ramai.

Tas merk dior ia sampir di pundak kanan, sementara tangan kirinya menggenggam ponsel pintar miliknya. Malika tengah berusaha menghubungi Bian yang katanya tidak bisa mengajar karena tengah disibukkan dengan kesibukan kantor.

"Halo, Abang di mana sekarang?"

Semua orang yang berada di dekat gadis itu kontan terperanjat ketika mendengar suara keras Malika.

"Kampungan banget 'sih itu cewek. Ngomong di hape langsung pakai suara keras gitu," cibir seorang gadis menatap sinis Malika, namun yang di tatap justru bersikap acuh.

"Oh, oke!  Nanti siang aku bawa abang makan siang ya ke kantor! Abang mau di bawain apa?"

Bukannya mengecilkan volume suaranya, Malika justru semakin mengencangkan suaranya sehingga orang-orang yang ia lewati segera menutup telinga mereka.

"Eek ayam mau, Bang? Nanti aku bungkusin khusus buat abang tercinta!"

Seketika itu suara muntahan masa terdengar di koridor saat Malika menyebutkan menu makanan yang membuat orang-orang jijik.

Cewek enggak waras!

  Hanya itu kalimat yang ada di benak orang-orang. Tampilannya cantik dan modis, tapi kalau sudah bersuara, hilang itu imej seorang Malika Tresia Jarec.

Usai menghubungi kekasihnya tercinta, Malika melihat sosok Arka, sepupunya yang tengah berjalan ke arahnya seraya memegang susu kotak rasa coklat di tangannya.

"Arka!" panggil Malika, membuat Arka mencibir.

"Enggak usah lo panggil, gue memang mau on the way ke tempat lo."

Malika nyengir. Kemudian menatap Arka dengan senyum manis, membuat pemuda itu menatapnya waswas.

"Kenapa lo?"

"Arka, lo 'kan sepupu gue paling gue sayang tuh. Terus juga satu-satunya sepupu yang sangat pengertian sama--"

"Intinya aja, please." Arka menatap Malika malas.

"Gue mau pinjem si Jacky. Boleh, ya?"

Malika mengedipkan matanya berharap Arka mau meminjamkan Jacky alias motor kesayangan Arka. Hal tersebut kontan membuat Arka mendelik dan menolak dengan tegas.

"Ayolah, Ar. Sekali ini aja gue pinjam. Gue jamin deh motornya bakal balik lagi," pinta Malika merangkul lengan Arka.

"Enggak. Sekali enggak tetap enggak. Gue enggak mau pinjemin Jacky sama lo. Titik." Arka menatap Malika tegas, membuat Malika mengerucut bibirnya.

"Pelit lo," cibir Malika kesal.

"Udah tahu gue pelit, masih aja berani pinjam sama gue," balas Arka tak mau kalah. "Lepas, gue mau ke kelas dulu." Arka melepaskan tautan lengan Malika dan berlalu begitu saja, meninggalkan Malika yang tersenyum puas.

Malika menatap kunci yang berhasil ia curi dari saku celana Arka sambil terkikik karena rencananya berhasil.

Mencopet memang sepertinya keahlian seorang Malika Tresia Jarec.

OMG! MALIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang