TIGA

32.1K 1.7K 34
                                    

PART 3

Malika mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin mencari sosok sepupunya yang telah membuatnya berada di dalam masalah tadi.

Matanya menyipit ketika melihat sosok yang tengah ia cari sedang duduk sendiri dipojokan kantin.

Segera Malika mendekatinya dan menepuk pundak pemuda itu dari belakang dengan keras.

"Astaga Malik!"

Arka, cowok ganteng yang doyan nyinyir itu memelototi sepupunya tajam. Dirinya tersedak minuman kotak yang ia beli tadi.

"Sorry, gue enggak tahu kalau lo lagi minum. Lagian, ya lo enggak kasih tulisan di punggung lo kalau lo lagi minum," ujar Malika santai.

Tangannya terulur berniat untuk mengambil kentang goreng yang ada di depan Arka, namun belum sempat tangannya menyentuh kentang goreng tersebut, Arka sudah lebih dahulu menarik piringnya menjauh.

"Punya duit beli sendiri. Ini kentang goreng empat biji sepuluh ribu. Mahal banget menurut gue," ujar Arka seraya menatap kentang di piringnya. "Ini ibu kantin kayaknya niat banget dapat untung banyak. Tepung harganya paling enggak sampai sepuluh ribu, kentang sekilo lima ribu. Wah, mau naik haji ini ibu kantin."

Malika mengedip matanya memberi kode pada sepupu embernya itu untuk menghentikan ocehannya karena ibu kantin yang tengah dibicarakan sudah berdiri tepat di belakang Arka.

"Setahun gue yakin banget kalau itu ibu-ibu bisa liburan ke Jepang. Gue doain itu ibu-ibu kalau meninggal kain kafannya hilang dicuri kuntilanak buat ganti baju."

Telinga ibu kantin memerah karena amarahnya sudah menyebar. Matanya menatap tajam punggung Arka bak leser yang siap untuk menembak punggungnya.

Ibu kantin panas. Tangannya terulur menepuk pundak Arka hingga membuat pemuda itu menoleh.

"Kenapa, Bu?" tanya Arka santai. Dirinya tidak takut karena dipergoki ibu kantin tengah menggosipkan jualannya.

"Apa maksud omongan kamu itu? Kalau kamu enggak sanggup bayar makanan itu enggak usah nyirnyir mulut kamu," marah sang ibu membuat semua pengunjung kantin menoleh.

"Lho,  saya ngomong fakta ya, Bu. Makanan ibu ini terlalu mahal bukan karena saya enggak sanggup bayar. Seisi kantin ini aja bisa saya beli," balas Arka yang kini sudah berdiri dari duduknya.

"Halah!  Bilang aja kalau kamu enggak mau bayar. Enggak mampu enggak usah sok-sokan ke kantin deh," nyirnyir ibu kantin tak kalah pedas.

"Ibu enggak kenal saya? Anak kandung Moreno Davis Jarec dan Alify Sholeha yang punya perusahaan dan usaha dimana-mana. Mana mungkin cuma lima belas ribu aja saya enggak bisa bayar."

Arka dengan wajah sombong mengeluarkan dompet hitamnya di depan ibu kantin. Di keluarkannya tujuh lembar uang dua ribuan dan satu uang koin nominal seribu.

"Ini ambil buat bayar kentang goreng dengan tepung yang harganya dua ribu seperempat. Terus sisanya bayar minuman saya yang harganya lima ribu, padahal di luar kampus harga minumannya tiga ribu." Arka mencibir habis-habisan hingga membuat ibu kantin smakin berang.

Tangan ibu kantin terulur hendak menampar Arka, namun pemuda itu lebih dulu bisa menahannya.

"Jangan main kasar dong, Bu. Ibu mau saya laporin ke komnas perlindungan anak biar ibu di penjara sekalian?" ancam Arka tak main-main. Tangannya kemudian melepaskan ibu kantin tersebut dan menarik Malika yang sudah menandas habis kentang goreng miliknya yang sudah ia bayar.

Ini yang dinamakan aku yang berjuang dan kamu yang kenyang, membuat Arka memutar bola matanya malas.

"Arka, lo enggak boleh kayak tadi dong. Itu namanya lo ngancurin usaha orang. Enggak baik tahu," ujar Malika sambil mengunyah kentang terakhir di mulutnya.

"Itu ibu-ibu yang dari kemarin cari gara-gara terus sama gue. Bukan salah gue dong," sahut Arka tak mau di salahkan.

"Halah. Lo merasa benar terus perasaan. Enggak pernah merasa salah!"

Malika mengusap bekas minyak di tangannya pada jaket yang dikenakan Arka sehingga membuat pemuda itu berteriak kesal.

"Malik!  Ini jaket gue beli mahal! Satu juta dua puluh ribu harganya dan lo usap dengan tangan berlumuran dosa punya lo?"

Arka menatap wajah Malika dan jaket putih mahalnya nanar.

"Serius lo itu jaketnya satu juta? Bukan yang seratus ribuan?" Malika menelan ludahnya menatap wajah sangar Arka.

"Iya! Ini jaket mahal gue, Malik. Astaga!"

Malika yang melihat kemarahan Arka segera melarikan diri agar tidak terkena damprat sepupunya yang paling cerewet itu.

"Malik, jangan kabur woy!  Loundry jaket mahal gue!  Bayar lima rebu, Malik!" teriak Arka sambil mengejar Malika yang sudah pergi menjauh.

Aksi kejar-kejaran antara dua mahasiswa di koridor kampus menyedot perhatian mahasiwa kampus.

Ada yang menganggap mereka berisik, lucu,  dan tidak tahu malu karena membuat kekacauan di sepanjang koridor kampus.

Malika terserak saat tubuhnya hampir saja menabrak seorang pemuda tampan yang mengenakan kemeja biru tua dengan ransel hitam di punggungnya.

Untung saja Malika memiliki rem yang bagus sehingga membuatnya berhenti tepat waktu dan tidak menabrak pria tampan berkulit putih bersih itu.

"Aduh, coba tadi itu gue enggak usah ngerem mendadak pasti gue sekarang udah jatuh ke pelukan cowok ganteng ini," ujar Malika menatap pemuda di depannya penuh kekaguman.

"Hei, lo enggak apa-apa?"

Cowok ganteng yang bikin Malika ingin khilaf membawanya pulang dan menjadi koleksi hias di depan kamarnya menyentak lamunan Malika.

"Ah, hehe. Gue enggak apa-apa kok. Lo bukan bidadara yang diturunkan Tuhan dari langit buat nyuci mata gue 'kan?"  tanyanya  konyol.

Pemuda itu di depannya menggeleng sambil terkekeh kecil.

"Lo lucu," komentarnya melihat tingkah Malika.

"Ah,  kutang gue bakal melorot enggak ya dengar pujian dari lo," ujar Malika dengan mata yang ia kedip-kedipkan agar terlihat seperti boneka Susan. Namun, bukan seperti boneka susan yang terlihat, tapi mirip boneka Chucky yang terlihat tampak menyeramkan.

"Ya ampun, lo vulgar banget, sumpah!"

Pemuda itu terbahak mendengar ucapan vulgar dari gadis tak dikenalnya itu.

"Ya ampun, tawamu melemahkan saraf-ku," puji Malika lagi. Kali ini tangannya terulur merapikan rambutnya yang keriting di bagian bawah dan menatap pemuda itu dengan senyum menggoda.

"Astaga." Pemuda itu kembali menggeleng untuk yang ke berapa kalinya.  "Nama lo siapa?" tanya pemuda itu menatap Malika dengan senyum yang masih tertahan di bibirnya.

"Nama gue bukan Jessica Jung." Malika mengedipkan matanya pada pemuda dengan sejuta pesona di depannya.

"Terus apa dong?"

"Ariana Grande. Lo bisa panggil gue dengan sebutan itu," sahut Malika seraya terkekeh lembut. Rambut keriting bagian bawahnya ia putar-putar dengan gerakan yang terlihat centil.

"Kalau begitu gue panggil lo--"

"Malik jangan kabur woy!" sela teriakan yang berasal dari Arka.

Pemuda itu akhirnya bisa menghela napas lega karena sepupunya sudah ada di dekatnya, namun kembali ia mempercepat larinya ketika melihat Malika kini berbalik berlari kembali meninggalkannya.

"Malik jangan kabur woy. Bayar lima ribu buat laundry jaket mahal gue!"

OMG! MALIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang