27

19.3K 1.2K 15
                                    

PART 27

"Arka!"

Suara teriakan nyaring Sista menggema di penjuru koridor ketika melihat sosok biang onar yang sudah membuatnya rugi.

Sosok yang diteriaki berbalik menatapnya dengan ekspresi sombong yang membuat Sista semakin meradang.

"Maksud lo apa bilang ke anak-anak kalau barang yang gue jual itu hasil utang ke elo, hah?" bentak Sista ketika tiba di hadapan Arka. Gadis itu berkacak pinggang seraya menatap tajam Arka yang masih menampilkan sikap sombongnya.

"Faktanya begitu 'kan?" sahut Arka santai, membuat Sista kesal bukan main.

"Fakta mata lo ijo. Gue enggak pernah utang duit lo. Enggak pernah ambil barang di elo," ujar Sista menatap Arka geram.

"Lho?  Berarti gue mimpi dong kalau lo utang barang ke gue?" sahut Arka dengan tampang polosnya.

"Arka!" Sista berteriak kesal. Tangannya terulur memukul pundak Arka, membuat pemuda itu kesakitan.

"Wah, main kasar ya lo." Tak terima dipukul oleh gadis yang beberapa hari terakhir sering berurusan dengannya, Arka menjambak rambut Sista yang terikat.

"Wah, nyari ribut ya lo."

Kesal Arka asal main jambak rambutnya, Sista dengan penuh amarah membalas perlakuan Arka dengan cara menarik rambut dan telinga pemuda itu.

Aksi keduanya menjadi tontonan para mahasiswa dan mahasiswi di kampus.  Bahkan, beberapa ada yang merekam aksi tidak waras kedua remaja yang tidak pernah menyadari jika mereka menjadi tontonan.

"Ayo, Sist, tarik bibirnya juga!"

"Haduh Arka, jangan mau kalah dong. Tarik rambut panjang Sista juga!"

"Sista, keluarkan jurus tendang sapi beranak! Tendang masa depan Arka. Jangan mau kalah!"

"Arka, ayo semangat!  Sebagai sepupu yang baik, gue wajib mendukung lo!"

"Sista, pergunakan tangan kiri lo buat tarik hidung Arka yang kurang mancung!"

Suara teriakan heboh dan tepuk tangan dari Malika menambah suasana yang memang sudah memanas semakin panas.

Malika yang sedari awal menonton pertengkaran Arka dan Sista cukup senang melihat keduanya saling menjambak sampai sebuah tangan besar menarik telinga Malika hingga membuat gadis itu berteriak kesakitan.

"Sakit woy! Telinga gue copot enggak akan ada gantinya!"

Malika berusaha menepis tangan gemuk yang sudah bertengger di telinganya.

"Kau bilang apa tadi? Telinga kau hilang tinggal aku ganti dengan telinga harimau! Tahu rasa kau!"

Malika melotot mendengar suara teriakan dosen killer bernama Tambo, pria asli batak tepat di telinganya.

"Haduh,  Tulang. Tolonglah. Aku tidak bersalah. Kenapa pula tulang tarik-tarik nyawaku?" ujar Malika mulai mengeluarkan logat bataknya.

"Kau bilang apa tadi? Tulang kau bilang? Aku bukan tulang dan yang ku tarik-tarik ini telinga kau bukan nyawa kau." Pak Tambo mulai melepaskan tangannya dari telinga Malika.  Tatapannya kini beralih menatap Sista dan Arka yang berdiri berdampingan dengan kondisi mereka saling menyenggol satu sama lain.

"Kalian bertiga, ikut aku ke ruang dosen sekarang!" perintah Pak Tambo keras, membuat ketiga orang yang terlibat dengan pasrah mengikuti pria bertubuh gemuk itu.

"Lo berdua sih yang salah. Jadi, gue di bawa-bawa juga," ujar Malika menyalahkan Arka dan Sista. 

Mereka saat ini tengah mengikuti langkah Pak Tambo dengan posisi Malika di tengah-tengah keduanya.

"Bukan salah gue. Salahin aja si tukang kredit itu." Arka tak mau di salahkan sehingga ia melempar kesalahan pada Sista.

"Heh, Raja nyirnyir, yang salah itu elo. Elo yang mulai duluan," sahut Sista tak mau kalah.

"Oh, iya? Ini semua berawal dari lo yang mukul gue duluan."

"Lo dulu yang sebar fitnah."

"Heh, hantu kredit. Jelas-jelas lo yang nyamperin gue duluan."

"Heh Raja medit dari sejuta jin, lo duluan yang nyebarin hoaks tentang gue!"

"Kalian bertiga sama-sama salah. Jadi kalian bertiga diam!" bentak Pak Tambo dengan suara keras. Pria tambun itu memutar tubuhnya hingga tabrakan dari ketiga remaja yang tengah berjalan di belakangnya tak terelakan.

Pak Tambo jatuh dengan posisi terlentang, sementara ketiga remaja itu juga turut jatuh dengan posisi berlainan arah dengan Pak Tambo.

"Astaga kalian bertiga!"

                     ****

Malika menguap lebar sembari mendudukkan dirinya bersender pada rak buku. Tak jauh darinya, Arka juga duduk di lantai dengan posisi bersandar pada tembok di belakangnya. Sementara Sista, gadis itu tengah sibuk dengan buku dan pena miliknya. Apalagi pekerjaan yang dilakukannya jika bukan merekap utang piutang.

"Heh, hantu kredit. Rapikan lagi sana buku-buku yang ada di rak.  Lo di suruh rapikan buku malah asik rekap utang," cibir Arka menatap Sista sengit.

"Raja medit, dari pada lo selonjoran enggak ada manfaatnya, mending lo beresin itu buku-buku di rak."

"Gue nyuruh lo, hantu kredit."

"Gue juga nyuruh lo, raja medit tukang nyirnyir."

"Lo--"

"Sekali lagi lo berdua ribut, gue panggil penghulu," sela Malika membuka sedikit kelopak matanya.

"Penghulu buat apa? Bukan juga lo manggil Pak Tambo buat aduin si hantu kredit yang mangkir dari tugas," oceh Arka membuat Malika menatapnya malas.

"Buat nikahin kalian berdua. Apa lagi?"

"Idih, ogah gue nikah sama dia," cibir Arka menatap horor Malika.

"Kayak gue yang mau aja nikah sama lo. Bisa-bisa tiap hari gue makan hati karena di nyirnyir terus sama lo," balas Sista tak mau kalah.

Malika memutar bola matanya mendengar perdebatan kedua orang di dekatnya.

"Udah diam. Dari pada kalian ribut mending kita tidur siang sekarang. Tunggu dua jam lagi kita bakal keluar dari sini," ucap Malika setengah mengantuk. Bibir gadis itu menguap lebar dengan mata yang mulai terpejam.

"Iya.  Gue setuju. Lebih baik kita tidur siang. Jarang-jarang 'kan kita di kasih dispen dari dosen." Arka terkekeh senang. Pemuda itu mengambil posisi duduk di samping kiri Malika dan menyandarkan tubuhnya pada tembok. Ini adalah posisi nyaman yang membuatnya betah berlama-lama. Semantara Sista, gadis itu tidak bisa memejamkan matanya karena fokusnya hanya pada buku piutang yang ada di tangannya.

Ketiga remaja itu tidak mengerjakan hukuman yang di berikan oleh Pak Tambo dan membuat pria bertubuh gempal yang datang tiga puluh menit kemudian ke perpustakaan beteriak marah.

"Kerjakan hukuman kalian dan aku akan mengawasi kalian!" ujar Pak Tambo dengan suara keras. Pria itu tidak peduli jika saat ini ia sedang berada di perpustakaan.

Ketiga remaja biang onar ini sudah membuat Pak Tambo naik darah dengan kelakuan mereka.

Jadi, tidak salah 'kan jika ia memberi sedikit hukuman pada ketiga remaja itu? Batinnya berujar.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OMG! MALIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang