PART 11
Malika mengendarai motor ninja kesayangan Arka menuju kantor Bian. Rok pendek selutut miliknya sudah digantikan dengan jeans hitam sebatas lutut. Jika Bian tahu Malika mengenakan rok saat membawa motor, bisa-bisa rok kesayangannya pasti akan di gunting habis oleh Bian.
Ck, pacarnya itu posesif juga ternyata, ujar batin Malika baru menyadari.
Tiba di parkiran, Malika turun dari motor seraya membenarkan letak tas punggung hitam miliknya yang berisi makan siang untuk Bian yang tentu saja di masak penuh cinta oleh mamanya.
Masuk ke dalam kantor, Malika tidak menghampiri meja resepsionis lagi karena memang ia sudah dikenal oleh resepsionis sebagai pacarnya owner dari perusahaan ini.
"Oy, Mbak, gue ke tempat Bang Bian dulu, ya!"
Malika dengan santai melambaikan tangannya saat melewati meja resepsionis sehingga membuat mbak-mbak penjaga pintu tamu hanya menanggapi dengan senyum.
Bagi mereka sudah biasa dengan sikap Malika yang brsikap sedikit barbar. Tidak pernah menganggap orang lain lebih rendah atau tinggi jabatan darinya. Malika selalu bersikap santai bahkan ketika harus bertemu dengan CEO di sini sekali pun.
Saat memasuki lift, ponsel di sakunya berbunyi membuat mau tak mau Malika segera mengangkatnya.
"Apaan?"
"Apaan lo bilang?"
Malika segera menjauhkan ponsel dari telinganya ketika mendengar suara teriakan Arka dari seberang sana.
"Hehe, Arka." Sebut Malika gila karena berani mengangkat telepon dari sepupunya yang tengah murka di seberang sana.
"Malika, balikin motor gue! Tuyul ya lo, bisa-bisanya lo nyolong kunci di saku celana gue!"
"Ya ampun, Arka. Pita suara lo enggak akan rusak 'kan lo teriak-teriak kayak gitu? Gue khawatir tahu!" Malika keluar dari lift ketika pintu sudah terbuka.
"Enggak usah ngalihin pembicaraan deh lo. Gue enggak mau tahu balikin motor gue." Suara Arka tidak mengecil sedikit pun tapi justru volume suaranya semakin meninggi sehingga membuat Malika mendengkus.
"Iya-iya. Balik dari sini gue langsung anter ke rumah lo, sekalian gue beliin kelambu, biar lo kelambuin tuh si Jacky," sungut Malika seraya menutup sambungan teleponnya. Setelah itu ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan mendekati satu-satunya ruangan yang ada di lantai ini.
Malika membuka pintu ruangan Bian tanpa mengetuknya terlebih dahulu seperti biasanya.
"Bang Bian, aku bawa--"Malika tidak melanjutkan kalimatnya ketika melihat Bian tidak seorang diri di dalam ruangannya. Melainkan ada dua orang wanita yang dikenal Malika sebagai mantan dan teman SMA Bian.
Shela dan Arin. Malika kemudian beralih menatap meja yang berada di dekat meja kerja Bian. Ada wadah dan juga piring serta sisa makanan yang belum di rapikan oleh mereka.
Sepertinya mereka baru selesai makan, pikir Malika sinis.
"Malik," panggil Bian bangkit dari duduknya, menghampri Malika yang menampilkan ekspresi dingin.
"Jadi, sia-sia dong, Bang, gue dari kampus, pulang ke rumah buat ambil rantang makanan, dan langsung kesini," komentar Malika tanpa memasuki ruangan Bian. "Nyatanya lo udah makan siang duluan," tambahnya sinis.
"Malik, kenapa ngomong enggak sopan gitu sama abang, hm?" tegur Bian berusaha menggenggam tangan Malika. Namun, usahanya sia-sia karena Malika langsung menghempaskan tangan pacarnya itu.
Kalau dalam mode marah, Malika memang terbiasa menggunakan kata 'lo-gue' pada Bian. Tidak peduli Bian mau marah atau tidak, yang terpenting Malika saat ini tengah memegang sistim senggol bacok.
"Enggak usah pegang-pegang, Bang. Gue 'kan udah bilang sama lo, jangan makan siang dulu karena gue yang akan bawa makan siang lo. Tapi, apa ini?" Malika mencibir sinis, membuat Bian menghela napas sabar.
Malika masih 18 tahun dan pikiran serta perasaannya masih labil. Jadi, Bian mencoba memakluminya.
"Sayang, dengar, tadi abang itu lagi nunggu kamu datang. Tiba-tiba teman abang berkunjung dan bawa makanan buat makan bersama," katanya meminta Malika untuk mencoba mengerti. "Enggak mungkin 'kan kalau abang nolak?"
"Tujuannya apa? Buat godain abang 'kan karena abang sudah kaya?" sahut Malika sinis.
"Malika! Sopan bisa 'kan? Mereka itu teman-teman abang," kata Bian dengan suara membentak, membuat Malika tersentak mundur.
Di tatapnya tak percaya pria yang ia pacari selama satu tahun ini tega membentaknya.
Seakan tersadar atas apa yang ia lakukan, Bian mengusap wajahnya berniat untuk mendekati Malika, namun yang ia dapatkan justru tendangan di tulang keringnya dari Malika.
"Itu buat abang yang berani membentak aku!" Sekali lagi Malika menendang paha Bian dan kembali berucap, "itu buat abang yang enggak menghargai usaha aku!"
Setelah itu Malika berbalik dan berlari meninggalkan Bian yang tengah meringis kesakitan.
Bian mencoba mengejar Malika, namun telat karena gadis itu sudah masuk ke dalam lift yang pintunya sudah tertutup.
"Malika!"
Suara teriakan Bian membuat Shela dan Arin diam-diam tersenyum senang karena rencana mereka untuk menghancurkan hubungan Bian dan pacar labilnya tidak akan sulit bagi mereka.
Sementara itu, Malika yang sudah tiba di lantai dasar segera berlari mencari motornya yang terparkir dengan rapi.
Tanpa kata, Malika segera menghidupkan motornya dan melaju dengan kecepatan penuh. Gadis itu berlalu begitu saja meninggalkan gedung perkantoran Bian dengan perasaan kesal yang menghantuinya.
Malika tidak memperhatikan jalan, sehingga ketika melewati sebuah perempatan, ia tidak melirik ke sisi kanan dan kiri langsung menerobos jalan sehingga ketika lampu hijau menyala di perempatan jalan, sebuah mobil pajero melaju kencang menghantam motor yang ditumpangi Malika hingga membuat gadis itu terpental jauh.
Motornya terbalik beberapa kali dan berakhir dengan menindih kakinya.
Bola mata Malika membulat ketika melihat bagian motor yang ringsek sehingga tak menyadari rasa sakit di kakinya.
"Mampus gue. Arka bakal ngamuk ini," gumam Malika sebelum ia jatuh tak sadarkan diri.
Kakinya tergores banyak hingga mengeluarkan banyak darah terlebih Malika tidak mengenakan celana panjang. Daging putih bercampur darah membuat kondisi Malika tampak mengenaskan setelah di angkat oleh pengendara lain menuju mobil ambulans yang baru saja tiba.
Beruntung helm yang dikenakan Malika berstandar nasional dengan kualitas terbaik sehingga meski ia jatuh dan terseret seperti tadi, kepalanya akan tetap aman karena terlindung oleh helm.
Suster dan perawat yang berada di dalam mobil ambulans dan tengah memberikan pertolongan pertama pada Malika, tersentak saat mendengar suara dering ponsel Malika yang berada di saku celana gadis itu. Ajaibnya ponsel tersebut tidak rusak atau mati padahal terkena benturan.
Seorang suster mengeluarkan ponsel berukuran kecil yang meski terjatuh berkali-kali tidak akan rusak. Pantas saja ponselnya masih menyala, ujar batin suster tak percaya karena di zaman modern seperti ini masih ada yang menggunakan ponsel yang hanya bisa menelepon, SMS, dan bermain game ular.
![](https://img.wattpad.com/cover/203418705-288-k291753.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OMG! MALIKA
General FictionMalika Tresia Jarec, cewek cantik yang baru menduduki bangku kuliah semester awal. Cewek biang onar yang selalu bikin ulah dimana pun kakinya berpijar. Cewek cantiknya yang sialnya adalah pacar dari Bian Baskara, seorang pengusaha sekaligus dosen ga...