PART 13
"Aduh, kakiku sakit! Aduh, tanganku sakit! Aduh, badanku sakit semua!"
Suara rengekan dan teriakan bergabung menjadi satu saat Malika tak kuat lagi untuk pura-pura tak sadarkan diri.
Bukannya anggota keluarga pulang, tapi justru bertambah banyak dengan formasi lengkap.
Ada Naya, Abi, dan ketujuh anaknya. Ada Alify, Reno, dan kelima anaknya. Ada kakek dan nenek dari papanya yaitu Dina serta Tomy. Lalu, Bian, Sofie, dan Dika juga ada di ruangan ini. Bahkan, sepupu mamanya Amara beserta keluarga kecilnya begitu juga dengan Amar berada di ruangan ini.
Dokter dan pihak rumah sakit sebenarnya ingin membatasi jumlah orang-orang yang berkunjung. Tapi, saat melihat wajah-wajah orang yang ada di dalam ruangan, pihak rumah sakit hanya bisa menutup mulut mereka dengan pasrah.
Pemilik rumah sakit dan penanam saham terbesar di rumah sakit yang berada di bawah naungan PC group mau di usir? Yang ada mereka justru di usir balik.
"Enggak usah akting deh lo, Malik. Gara-gara lo si jacky jadi enggak suci lagi," sungut Arka seraya menatap Malika sengit.
"Heh, kutil kebo. Siapa yang akting? Ini asli badan gue pada sakit semua. Ini real and no tipu-tipu." Malika menatap Arka sengit dibalas dengkusan Arka.
"Oh, Malik. Akhirnya kamu sadar juga, Nak. Mama khawatir lho sama kamu tadi," ucap Prissy seraya menatap anaknya penuh kasih sayang.
"Modus itu. Emak kamu nangis karena kamu merusak jam tangan mahalnya, Malik," celetuk Alify menatap Prissy seraya melipat tangannya di dada.
Alify masih tidak terima jika angsuran Prissy akan di lunasi begitu saja. Padahal itu angsuran tinggal 4 kali bayar lagi dan mau main seenaknya di lunasi begitu saja.
"Udah 'sih, Pit, amal."
"Gue sering beramal."
"Kalau amal itu enggak boleh setengah-setengah, Pit. Lo mau amal lo berkurang?" Prissy berbicara dengan bijak seraya menepuk pundak sahabat sekaligus kakak iparnya.
"Siapa yang mau berbuat amal sama lo? Gue itu berbuat amal satu tahun sekali. Langsung banyak. Itu waktu bulan puasa. Jadi--" Alify melirik Prissy sengit. "Walaupun gue enggak beramal sekarang, gue bisa ngumpulinnya bulan puasa," tandasnya dengan nada sebal.
"Ck. Lo berdua enggak waras. Anak lagi sakit bukannya di urus ini malah berdebat enggak jelas," celetuk Naya sambil berdecap sebal. Dari dulu Alify dan Prissy selalu saja mendebatkan hal yang tak jelas. Tapi, ujung-ujungnya mereka akan kompak kembali.
"Tahu tuh si Pit. Udah tua bukannya bertaubat ini malah makin jadi meditnya," timpal Prissy santai.
"Eh, bunglon belang. Ini semua juga salah lo yang selalu bersikap kayak orang miskin. Banyak duit tapi suka ngutang. Duit lo di tunggang sama tuyul baru tahu rasa lo," balas Alify tak mau kalah.
"Kalau gue kehilangan duit, itu berarti tuyul lo yang nyolong duit gue." Prissy menyaut santai. "Berapa tuyul yang lo pelihara? Pantas duit gue goceng kemarin hilang dari tas waktu kita pulang dari acara arisan."
"Astaga, Prissy. Lo enggak ingat kemarin kita mampir makan siomay di tengah jalan?"Alify memelototi Prissy gemas. "Duit lo yang goceng itu lo beliin es doger. Ingat enggak lo? Harga es doger lima ribu satu, tapi lo tawar dua jadi lima ribu?"
"Oh, iya." Prissy nyengir, membuat Alify memutar bola matanya.
"Kalau di pikir-pikir, lo traktir gue es doger dua ribu lima ribu. Nah, gue traktir lo siomay 10 ribu. Wah, itu sama aja gue justru beli minum sendiri, Pris." Alify berkacak pinggang di depan Prissy. "Kenapa gue baru sadar kalau gue di kadalin sama lo?"
Para suami, Naya, dan anak-anak hanya bisa mengelus dada melihat perdebatan tak jelas dari dua orang wanita. Entah apa yang di perdebatkan, pikir mereka.
"Kita pulang, Sayang. Biar Malika, Bian yang jaga," ajak Digo yang disetujui yang lain.
Orangtua Digo sudah pulang duluan disusul oleh keluarga Naya, lalu keluarga Alify, dan terakhir Digo bersama anak-anak dan istrinya.
Akhirnya setelah beberapa menit menunggu, Bian bisa menghela napas lega karena semua anggota keluarga sudah pergi. Sedari tadi ia sudah menahan diri untuk tidak berbicara dengan Malika karena tak ingin pertengkaran mereka diketahui oleh keluarga besar.
"Malika, abang minta maaf karena sudah marah sama kamu tadi, ya?" Bian menggenggam tangan Malika, namun gadis itu segera melengos.
"Tidak semudah itu, Rhoma. Perkataanmu sungguh menggores luka dihati," ujarnya tanpa menatap Bian. Kali ini ia berperan sebagai Ani di film Raja dangdut Indonesia zaman dahulu.
Malika tidak akan mudah memaafkan Bian. Hii, nanti kebiasaan si Bian membela benih pelakor.
Bian tersenyum menanggapi kalimat pacarnya ini.
"Tapi, Ani, sungguh aku tidak bermaksud. Maukah kau memaafkan aku?" Bian mengikuti gaya bicara Rhoma dengan menekan suaranya agar bisa sedikit mirip dengan raja dangdut.
"Tidak semudah itu. Hatiku sakit saat kau membela Suketi dari pada aku."
Tawa lepas lolos dari bibir Bian ketika Malika mengganti nama Arin dengan nama Suketi. Kira-kira apa reaksi Arin saat tahu namanya diganti Malika.
"Kenapa ketawa? Enggak ada yang lucu ya, Bang. Pokoknya aku lagi marah sama abang yang sudah belain mbak-mbak itu dari pada aku." Malika memelototi Bian.
"Aku enggak belain mereka," elak Bian berusaha menyembunyikan senyumannya.
"Halah! Jangan ngelak, Bang. Buktinya abang aja terima ajakan makan siang mereka padahal aku udah bilang mau bawa makan siang buat abang," kata Malika masih mengungkit penyebab ia berada di sini. Andai saja Bian tegas menolak ajakan makan siang dua medusa itu, mungkin tidak akan ada pertengkaran dan ia tidak akan nongkrong di rumah sakit ini.
"Abang minta maaf, Sayang. Abang enggak akan mengulanginnya lagi." Bian mengecup tangan Malika berkali-kali berharap pacarnya itu luluh.
"Minta maaf itu mudah, Bang. Tergantung abang mau mengubah sikap abang apa enggak. Abang lemah kayak gitu buat pelakor buka celah biar masuk ke dalam hubungan kita." Kali ini Malika menatap Bian tajam. "Kalau abang masih buka celah buat dekat sama perempuan lain, maaf saja, Bang. Lebih baik kita kembali ke status awal kita. Kakak dan adik."
Bian tertegun mendengar pernyataan pacarnya ini. Hatinya sakit dan mengerang tak terima ketika mendengar Malika mengatakan kalimat seakan ia mundur dari hubungan mereka yang sudah terlanjur serius.
"Abang janji, Sayang, enggak akan kayak gitu lagi. Tolong, jangan tinggalkan abang. Abang sayang banget sama kamu, Malik," ujar Bian penuh pengharapan.
"Enggak akan asal abang tegas. Awas aja kalau abang masih dekat-dekat sama perempuan lain."
Bian mengangguk.
"Aku 18 tahun. Masih muda dan fres. Banyak yang mau sama aku. Abang selingkuh, aku cari cowok lain, titik."
Bian kontan melotot mendengar pernyataan yang begitu enteng keluar dari mulut pacarnya itu.
"Umur kamu genap 20 tahun fix kita menikah. Biar kamu enggak kepikiran buat cari cowok lain," kata Bian menatap Malika tegas.
"Apa? Enggak bisa begitu dong, bang!" seru Malika tak terima.
Gila saja. 20 tahun itu Malika masih unyu-unyu dan imut. Jika ia menikah di usia muda, bisa-bisa ia akan terlihat tua karena mengurus anak dan suaminya. Bukannya terlihat unyu-unyu yang ada justru amit-amit.
Tidak!
Malika tidak siap untuk menikah muda.
"Ya sudah kalau begitu. Ulang tahun kamu yang ke 19 kita on the way pelaminan."
"Abang stres!" teriak Malika kesal.
![](https://img.wattpad.com/cover/203418705-288-k291753.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OMG! MALIKA
General FictionMalika Tresia Jarec, cewek cantik yang baru menduduki bangku kuliah semester awal. Cewek biang onar yang selalu bikin ulah dimana pun kakinya berpijar. Cewek cantiknya yang sialnya adalah pacar dari Bian Baskara, seorang pengusaha sekaligus dosen ga...