PART 25
Jay dan Malika tiba di kantor Bian tepat pada pukul 3 menjelang sore.
Tanpa mengetuk pintu, Malika bergegas masuk di ikuti Jay yang terlihat sungkan karena aksi barbar Malika.
Sementara Sisi, sekretaris Bian hanya bisa menggeleng pasrah dengan tingkah laku pacar atasannya itu.
"Bang!" panggil Malika membuat Bian mendongak. Sebelah alis pria itu terangkat ketika melihat sosok pacarnya datang tidak seorang diri melainkan bersama seorang pemuda yang sering ia lihat bersama Malika.
"Kenapa, Sayang?"
Malika tanpa sungkan duduk di depan meja Bian dan membiarkan Jay berdiri di samping kursi yang ia duduki.
"Ada yang mau disampaikan sama Bang Jay," kata Malika menunjuk Jay dengan bibirnya.
Bian mengalihkan perhatiannya pada Jay dan menatap pemuda itu dengan satu alis yang ia naikkan.
"Gue kesini mau minta maaf, Bang, karena ngaku ke semua teman di kampus kalau Malika pacar gue," ucap Jay tenang.
Mendengar pernyataan pemuda di hadapannya, Bian memicingkan matanya menatap Jay tajam.
"Apa maksudnya ini semua?"Jay tak menjawab. Jay justru mengeluarkan ponselnya dan mengutak-atiknya sejenak sebelum menyerahkan ponselnya pada Bian.
"Ini, Bang."
"Apa ini?"
"Abang lihat gambarnya," pinta Jay yang langsung dituruti Bian.
Setelah melihat gambar yang dimaksud oleh Jay, Bian mendongak menatap Jay.
"Jadi, kamu--""Iya, Bang. Gue udah menikah dan istri gue lagi menempuh pendidikan di luar negeri."
Tidak hanya Bian yang terkejut, Malika pun sampai berdiri untuk melihat gambar yang ditunjukkan Jay.
"Wah iya, lo beneran udah nikah, Bang?" seru Malika terkejut.
Jay mengangguk sebagai jawabannya. Dirinya memang sudah menikah dua tahun yang lalu ketika pacarnya akan melanjutkan pendidikan di luar negeri. Jay yang takut pacarnya pergi meninggalkannya meminta jaminan untuk menikah.
"Gue beneran enggak ada perasaan apa-apa sama Malika. Gue murni memang udah enggak tahan lagi selalu di ganggu cewek di kampus." Jay menjawab dengan tegas.
Bian terdiam sejenak, kemudian mengangguk dua kali.
"Saya harap kamu memang enggak punya perasaan apa-apa sama pacar saya. Saya enggak akan suka kalau ada orang ketiga dalam hubungan saya," ucap Bian tegas. "Ada lagi?" tanyanya menatap Jay.Jay menggeleng sebagai jawaban. Pemuda itu pamit untuk pulang lebih awal dan meninggalkan Malika dan Bian di ruangan.
"Hari minggu kamu mau ikut abang?" Bian menatap Malika yang terlihat sibuk membalasan pesan orang lain.
"Kemana, Bang?"
"Pak Hermawan mau mengadakan acara ulang tahun anaknya."
"Pak Hermawan siapa? Apa klien mama?" Malika mendongak menatap Bian dengan kernyitan di dahinya.
"Mantan ayah abang, Malik."
Malika terbelalak mendengar ucapan Bian. Bukan orangnya yang dikejutkan Malika, tapi memang bicara Bian yang sedikit melantur.
"Mana ada mantan ayah. Orang darah Om Hermawan ngalir dalam tubuh abang kok," ujar Malika tak setuju.
"Iya-iya apapun itu sebutannya. Kamu mau 'kan temani abang?" timpal Bian tak mau ambil pusing.
"Mau dong, Bang. Bawa ke sini kartu ATM abang biar aku belikan kado buat anaknya Pak Hermawan." Malika tersenyum penuh arti dengan seribu akal licik yang bersemayam di otaknya.
Bian mendengkus melihat seringaian Malika yang entah mengapa membuat perasaan tak enak di hati Bian tumbuh tanpa bisa di halangi. Namun, tak urung Bian tetap mengeluarkan satu kartu dari dalam dompetnya yang langsung diserahkan pada Malika.
Malika tersenyum lebar menerimanya.
"Abang pokoknya tenang aja ya. Semuanya pasti beres di tangan Malika.""Semoga aja."
****
Hari minggu akhirnya tiba.
Saat ini Malika dan Bian sedang dalam perjalanan ke rumah Hermawan dan istrinya. Jika memang mereka belum pindah, maka akan bisa dipastikan rumah yang mereka tempati adalah rumah lama yang didatangi Bian datangi delapan tahun lalu.
Mobil mereka memasuki sebuah pagar yang terbuka lebar. Di depan pagar tadi terdapat sebuah tulisan HAPPY BRITHDAY yang ditulis besar-besar.
"Enggak salah lagi ini rumahnya," kata Malika ketika melihat jejeran mobil di halaman rumah Hermawan.
"Iya." Bian mengangguk pasti. "Kamu sudah bawa kadonya?" tanyanya pada Malika.
Malika tersenyum lebar sambil mengeluarkan satu bungkus kado berukuran sedang dari dalam tasnya.
"Itu apa?"
"Abang lihat aja nanti. Karena ini kado spesial, pasti akan dibuka duluan," jawab Malika sembari tersenyum penuh arti.
Bian hanya menggeleng tak habis pikir. Bian tahu nanti pasti akan ada yang berteriak histeris akibat ulah Malika nanti.
Keduanya melangkah masuk bersamaan dengan tamu undangan yang lain.
Jika Bian mengenakan kemeja biru lengan di gunung dipadukan dengan jean biru, berbeda dengan Malika yang kali ini tampil glamor dengan berlian sebagai hiasan di rambut, jemari, telinga, dan lehernya.
Hal tersebut tampak membuat Malika terlihat berkilau. Bahkan, Silvi sebagai tuan rumah pun akan mati dibuat iri ketika melihat penampilan Malika saat ini.
"Selamat ulang tahun, ya, Dek. Untuk yang ke delapan ya?" sapa Malika seraya berhadapan dengan keluarga Hermawan.
Matanya menatap gadis yang tengah berulang tahun yang ke delapan. Gadis itu tidak terlalu cantik menurut Malika. Bahkan, tidak ada aura bintang yang menguar dari tubuh gadis kecil ini. Berbeda dengan Sofie yang sejak kecil sudah terlihat sangat cantik dan mungkin ketika besar, adiknya itu akan semakin cantik dan anggun.
"Iya, Kak." balas Tita singkat. Tita adalah putri Hermawan dan Silvi yang terpaut usia tiga bulan dari Sofie.
"Kakak do'ain semoga panjang umur, sehat selalu, dan dijauhkan dari sifat pelakor, ya, Dek." Malika terlihat berdoa dengan tulus sehingga tidak ada yang menyadari jika saat ini ia tengah menyindir ibunya Tita yang berperan penting sebagai perusak keluarga ibu kandung Bian.
Tita tersenyum meski ia tak mengerti. Lalu, tatapannya beralih menatap apa yang ada di tangan Malika.
"Itu apa? Buat aku?" tanyanya tanpa sungkan.Melihat kado yang ada di tangan Malika, Silvi ikut tersenyum. Wanita itu yakin jika kado yang berada di dalam kotak sedang persegi panjang itu berisi kado yang mahal dari Bian.
"Itu pasti kado dari Kak Bian, Ta. Kado spesial yang dikhususkan buat kamu," kata Silvi dengan senyum lebarnya.
"Oh, terimakasih." Tita mengambil kado dari tangan Malika padahal Malika sendiri belum memberikannya pada Tita.
Malika tersenyum dan mengangkat bahunya tak berdaya. Nilai sopan Tita saat ini adalah minus sehingga membuat Malika kurang respect dengan adik tiri Bian satu ini.
Di hadapan tamu undangan yang lain, ibu dan anak itu mulai membuka bungkus kado yang diberikan Bian untuk Tita.
Mereka tidak sabar untuk melihat isi dalam kotak yang dari luar saja sudah terlihat mewah.
Setelah bungkus kado terbuka, Tita dengan tergesa-gesa mengeluarkan isi kado yang langsung segera di lempar Tita ke sembarang arah saat melihat kado yang berada di dalam kotak.

KAMU SEDANG MEMBACA
OMG! MALIKA
General FictionMalika Tresia Jarec, cewek cantik yang baru menduduki bangku kuliah semester awal. Cewek biang onar yang selalu bikin ulah dimana pun kakinya berpijar. Cewek cantiknya yang sialnya adalah pacar dari Bian Baskara, seorang pengusaha sekaligus dosen ga...