Day 2 - 2019 - Rumah Uyut

103 20 8
                                    

Tema : Artikel Pilihan Wikipedia 2 Nov 19 - Rumah Panggung Betawi

"Lo jangan ngomong ke Enyak ama Babe, ye, Tong!" Uyut berbisik pada Yura sekitar tiga tahun lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo jangan ngomong ke Enyak ama Babe, ye, Tong!" Uyut berbisik pada Yura sekitar tiga tahun lalu. Beberapa saat sebelum Uyut terjatuh dan terus terbaring lemah hingga ajal menjemput di usianya yang sudah 102 tahun kala itu.

Yura masih ingat betul bagaimana diam-diam Uyut laki-lakinya itu memberikan sebuah peta berbahan kulit yang sudah kumal. Ada petunjuk arah di sana menuju harta karun yang disembunyikan kakeknya uyut sejak zaman penjajahan Belanda.

Di atas rumah panggung itulah Yura biasa mendengarkan Uyut bercerita tentang banyak hal. Diiringi suara derit kayu di setiap langkah, Yura acap kali mendengar kisah tentang rahasia harta karun yang dikubur. Serta bagaimana Yura harus tumbuh menjadi lelaki kuat agar bisa mengambil harta itu.

Dibanding rumah orang tuanya di Depok, Yura lebih menyukai rumah Uyut di tepian kali Bekasi. Rumah dengan kaki-kaki kayu yang kukuh menjulang, atap warna jingga yang indah, serta ukuran yang sangat luas untuk Yura dan kedua adiknya berlari-lari sepuasnya.

Kala hujan, Uyut suka duduk di beranda berbataskan tiang-tiang semen yang dicat warna putih. Pohon palem besar sesekali berayun diterpa angin hujan. Percikan air yang sesekali menyapa kaki membuat segalanya menjadi lebih segar.

Sepiring singkong rebus dan kopi hitam yang masih mengepulkan asap selalu menjadi teman setia Uyut bercerita. Bagi Yura, cucur dan kue rangi adalah penganan favoritnya jika mampir ke Bekasi.

Diiringi air yang mengguyur bumi, Uyut berkisah tentang kelabnya yang harus bersembunyi dari kejaran penjajah. Kelab adalah tuan tanah di zamannya. Agar hartanya tak direbut Kompeni, dia memendam harta di tengah hutan. Berharap Belanda segera pergi agar dia bisa mengambilnya kembali. Akan tetapi, Jepang ternyata mengambil alih.

"Lalu kenpa uyut tidak mengambilnya setelah merdeka?" Yura tak bisa menyembunyikan keheranannya.

Uyut menggeleng. "Bar merdeka, kaga semua waktu bebas perang. Ada banyak pemberontakan. Uyut mikirin anak istri ketimbang harta yang kaga jelas posisinye di mana. Lagian, Uyut pikir Kelab lo pan cuma ngarang aje buat seseruan." Pandangannya mendadak terlihat serius. "Sampe akhirnye, Uyut nemuin peta itu."

"Ketemu di mana?"

Uyut melirik ke kanan dan ke kiri seolah meyakinkan tidak akan ada yang mendengar. "Di balik salah satu kayu yang menjadi lantai. Kayaknya diumpetin di sono. Dibungkus kotak besi kukuh yang bikin petanya jadi kaga rusak."

Yura mengangguk-angguk. Ia teringat beberapa waktu lalu rumah panggung ini direnovasi habis-habisan oleh papanya hingga Uyut terpaksa mengungsi ke Depok beberapa waktu. Bagaimanapun juga, rumah ini adalah cagar budaya yang langka. Rumah tradisional Betawi yang nyaris hilang ditelan zaman.

"Jadi, ambil aje harta itu buat lo dan keturunan lo kelak. Jangan lupa bagi adek-adek lo juga."

"Kenapa bukan Papa?"

Uyut terkekeh. "Babe lo kaga percaye yang Uyut bilang. Jadi, ya, bodo amat, deh! Artinye, Babe lo kaga mau hartanye. Gampang kan?"

Yura hanya membuka mulutnya kaget.

"Jadi, lo mau kaga ambil hartanye?"

Yura mengangguk mantap.

2 November 2019Yak, cocoklogi dimulaiiiii

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2 November 2019
Yak, cocoklogi dimulaiiiii

Vide et Crede x 30 DWC 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang