Day 23 - 2019 - Agama

87 18 8
                                    

Tema : Mengubah Dunia

Akri masih berusaha mencerna kalimat Nora barusan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akri masih berusaha mencerna kalimat Nora barusan. Gadis itu melamarnya? Gadis yang bahkan belum genap berusia 20 tahun itu melamarnya yang sudah nyaris berumur 25?

"Kamu serius? Akri berharap yang Nora katakan hanyalah canda. Namun, tatapan penuh kesungguhan itu tak bisa membodohi siapa pun. Nora benar-benar melamarnya.

"Eik akan merawat yer." Nora masih berdiri kaku di hadapan Akri.

"Apa karena kamu merasa bersalah pada apa yang terjadi padaku?" Akri memandang kedua kakinya. "Kamu tidak perlu cemas, ini semua bukan salahmu. Aku yang ingin melindungimu. Bagaimana bisa aku melihat sahabatku terluka."

Sinar di wajah Nora meredup. "Jadi yer hanya anggap eik sahabat?"

Akri terdiam sesaat. Wajah cantik di hadapannya terlihat terluka. "Kamu serius suka sama aku? Aku miskin, cuma guru ngaji, kita beda agama, beda warga negara."

"Apa itu akan menjadi masalah?"

Akri menghela napas panjang dan mengangguk. "Aku tidak bisa menikah dengan yang bukan beragama Islam. Itu terlarang."

Nora membuka mulutnya penuh keterkejutan.

"Aku tidak ingin kamu berpindah agama karena cinta. Karena agama itu terlalu tinggi jika hanya dimasuki karena alasan duniawi." Akri tersenyum getir. "Aku pun mencintaimu Nora. Sedari dulu. Namun, aku tahu, jarak kita terlalu jauh."

Nora terdiam. Koridor masih lengang  dengan sepoi angin menerbos masuk sesekali menemani keduanya dalam sepi.

"Apa agama justru yang mengubah dunia menjadi terkotak-kotak?" Nora menggigit bibir bawahnya.

"Tidak." Akri tersenyum. "Agama adalah penyelamat, pengatur, juga menjadi kabar gembira bagi setiap penganutnya." Akri membuang pandangannya ke arah jendela kaca. Pandangannya menerawang. "Aku tidak tahu mengapa Tuhan menciptakan banyak agama. Mungkin karena Tuhan ingin kita mencari kebenaran. Mana agama yang paling sesuai hati nurani."

"Jadi agamamulah yang paling benar?" Mata Nora menyipit. Ia memang bukan orang yang terlalu religius. Ibu bapaknya terlalu sibuk bekerja. Ia hampir tak pernah diajari cara beribadah. Namun, Nora tahu pasti, Islam bukanlah agamanya saat ini.

"Buatku iya." Akri kembali menatap Nora dengan penuh kasih. "Islam adalah agama yang paling sempurna. Penutup dari agama-agama lain. Agama yang mampu mengubah dunia menjadi lebih baik." Kalimat Akri terhenti. "Tapi, aku yakin, setiap pemeluk agama akan merasakan hal yang sama. Mereka akan merasa bahwa agama yang mereka anutlah yang mampu mengubah diri mereka dan dunia menjadi lebih baik."

"Jadi semua agama sama saja? Sama baiknya?" Nora masih mengejar penasaran.

Pandangan Akri meredup. Kadang ia merasa sedih melihat Nora tak tahu harus berpegangan pada apa. Wanita itu percaya Tuhan, tapi tak tahu harus menyembah-Nya dengan cara apa. Namun, ia tak ingin memaksa. Karena Islam bukan agama pemaksa.

"Semua agama Tuhan baik, tapi hanya ada satu yang benar." Akri akhirnya angkat bicara. "Karena itulah kita memilih mana yang paling benar dan sesuai hati nurani. Karena kebenaran itu akan terlihat jika kita mempercayai."

Nora terdiam. "Kenapa yer tidak pernah ajak eik untuk beragama Islam? Kalau eik Islam, kita bisa menikah, bukan?"

Akri kembali melengkungkan bibirnya ke atas. "Itulah toleransi. Aku membiarkanmu dengan kepercayaanmu. Tak memaksamu, kecuali jika kamu memintaku mengajarkan tentang Islam. Karena aku percaya, seharusnya agama lain pun begitu. Semua mengajarkan manusia untuk saling mengasihi dan memahami."

Wajah Nora terlihat lebih cerah. "Ya ... Seandainya dunia mau mempelajari agamanya masing-masing sepenuh hati, mungkin kita semua akan saling mengasihi, tidak saling menyakiti." Nora melangkah mendekati Akri. "Lalu, tidak akan ada lagi penjajahan di muka bumi."

Akri terdiam. Ya, seandainya manusia mau memahami, mungkin dunia tidak akan dipenuhi darah dan air mata. Namun, saat ini yang bisa ia lakukan hanya mendalami agamanya baik-baik dan berbuat hal positif bagi sesama.

Adalah hal yang membahagiakan jika Nora mau menjadi mualaf. Namun, Akri tak ingin terburu-buru. Ia ingin gadis itu memeluk Islam bukan hanya karena sekadar ingin menikahinya. Namun, ia berharap Nora bisa terpanggil hatinya dan berkata bahwa Islam adalah penyelamat diri dan juga dunia.

 Namun, ia berharap Nora bisa terpanggil hatinya dan berkata bahwa Islam adalah penyelamat diri dan juga dunia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

hmmm kenapa jadi religi? wakkaka

Vide et Crede x 30 DWC 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang