Jika asa menjadi renjana
Langkah tenang menderap angan
Di sini ada hati menjejak
Terdengar elegi rasa sesak
Setiap hari adalah mimpi
Pun kisah tak tertuang di benak
Saat kepedihan mengaliri jemari
Batu kerikil pun bagai perak
Wahai penikmat kata
Tut...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jangan berisik!" Suara lelaki terdengar berat dan serak. Suasana malam terlihat mencekam. Obor dan lampu minyak yang menyala sudah mereka matikan. Dengan mengendap, ketiganya keluar dari rumah.
Dua orang mengangkat peti ukuran sedang yang kelihatan cukup berat. Sementara orang yang tersisa membawa tiga pacul serta bungkusan yang dicangklongkan ke bahu.
Suara riang air mulai terdengar di kejauhan. Hawa dingin menyergap ketika langit mendukung aksi mereka dengan membuat sekitar nyaris gelap gulita.
Bulan purna terlihat malu-malu menyembul dari balik awan yang rapat. Cahayanya cukup terang untuk membuat mereka melihat jalanan, tapi tak cukup besar untuk membuat sosok mereka terlihat.
"Mau dikubur di mana?" Bisik wanita yang tampak kesulitan membawa tiga pacul sekaligus itu.
"Agak ke dalam hutan agar lebih aman," sahut salah satunya.
Ketiganya kembali melanjutkan perjalanan. Hutan tampak semakin gelap. Mereka membawa obor kecil sebagai alat bantu penerangan. Bahkan sinar bulan purnama kali ini tak mampu menolong.
Sementara mereka beejalan, satu orang terus beekomat-kamit menghafalkan sesuatu.
"Di sini...."
Tepat saat itu, awan menyingkir sejenak. Membiarkan ratu malam memantulkan cahaya dengan sempurna. Memberikan terang yang membuat tiga sosok itu mampu melihat tujuan mereka.
"Ayo kita mulai!"
Kemudian, bulan pun menjadi saksi bisu jerih payah yang mereka lakukan dan tetap menyimpan rahasia itu hingga saatnya tiba.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.