Jika asa menjadi renjana
Langkah tenang menderap angan
Di sini ada hati menjejak
Terdengar elegi rasa sesak
Setiap hari adalah mimpi
Pun kisah tak tertuang di benak
Saat kepedihan mengaliri jemari
Batu kerikil pun bagai perak
Wahai penikmat kata
Tut...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Akri merasa dirinya diawasi sejak tadi pagi. Namun, ia tak bisa menemukan siapa gerangan pelakunya? Firasat buruk menerpa. Akan tetapi, dia tak mungkin diam di rumah hari ini. Akri harus bertemu Nora dan Bokir untuk menuliskan petunjuk soal cara menemukan harta yang semalam mereka kubur.
Pertama ia menjemput Nora dulu, baru dia akan secepatnya menuju rumah Bokir. Kali ini, langkah kaki Akri terasa lebih cepat dari biasanya menyusuri jalan setapak menuju rumah besar tempat Nora tinggal.
"Yer kenapa kelihatan pucat?" Nora terlihat khawatir saat melihat Akri datang tergesa ke rumahnya.
Akri hanya menggeleng. "Tidak ada apa-apa. Ayo kira berangkat." Pria itu berusaha tersenyum santai. Selama ini firasatnya tidak pernah salah. Namun, apa yang bisa ia lakukan jika dia tak tahu apa bahaya yang ada di hadapannya?
Nora setengah tak percaya, tapi dia menghargai keputusan Akri untuk diam. "Oke, eik cuma khawatir. Asal yer merasa baik, eik tidak akan memaksa."
Rumah Bokir tak terlalu jauh. Hanya 700 meter ke arah Timur setelah pasar kaget. Namun sepanjang perjalanan, Akri selalu mengedarkan pandangan penuh kekhawatiran. Tidak ada apa pun.
Napasnya sedikit lega ketika memasuki keramaian pasar. Ia tak ingin terjadi apa-apa dengan Nora. Bagaimana pun, Nora adalah wanita baik-baik. Gadis itu membenci penjajahan yang dilakukan negerinya dan justru diam-diam mengajarkan membaca kaum miskin pribumi.
Akri mengaguninya.
Tiba-tiba mata Akri tertumbuk pada sosok tunadaksa yang tak berlengan. Pria itu duduk bersila di depan gerobak penjual sayuran. Kakinya yang tak beralas sibuk melukis di atas kertas. Beberapa orang berhenti dan menikmati karyanya dengan takjub.
Tanpa diduga, pria tunadaksa itu memutar kertasnya ke arah Akri dan Nora. Betapa terkejutnya ketika Akri melihat siapa objek yang digambar pria itu.
"Itu gambar wajahmu, Nora?"
Belum sempat Akri pulih dari keterkejutannya, pria tunadaksa tadi langsung bangkit dan kakinya yang panjang tiba-tiba sudah menjapit gunting dan bergerak ke arah Nora.
Sial! Refleks Akri merasakan tubuhnya bergerak sendiri. Tak sampai satu detik kemudian, gunting itu sudah menusuk Akri karena menjadi tameng bagi Nora.
Jeritan Nora menyadarkan Akri bahwa memang sulit orang pribumi bersahabat dengan warga penjajah di depan umum. Nora pun menjadi korbannya.
Hiruk-pikuk terjadi saat pasar didatangi tentara Belanda saat mendengar Nora berteriak. Semua terjadi begitu cepat. Hanya sesaat ia melihat Nora menangis menatapnya sebelum rasa sakit menenggelamkannya dalam kegelapan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TBC aja. Biar rusuh besok temanya apa. Bisa nyambung ga.