10

5.2K 536 10
                                    

Selamat membaca🎉


Shamira POV

Aku berjalan menyusuri lorong sepi.
Sekarang masih pukul 06.15 wajar jika lorong ini sepi.

Aku terbiasa berangkat pagi, sudah kebiasaan dari kecil.

Biasanya jika masih sepi seperti ini, aku selalu memelankan langkahku. Menikmati udara sejuk pagi hari, suasana yang sunyi, juga pikiran yang masih belum terbebani. Sebelum nanti, keadaan seperti ini tak akan kudapati lagi.

Karena menjelang siang nanti, lorong akan dipadati oleh siswa-siswi. Sunyi akan berganti dengan suara-suara yang memekakkan telinga. Dan udara yang telah terkontaminasi.

Bumi ini sudah semakin tua, tapi kita sebagai penghuninya kadang lupa. Bahkan disaat iklim sudah tidak menentu seperti ini, hanya sedikit orang yang peduli.

Sampah yang dibuang sembarangan, pepohonan yang ditebangi demi membangun hal yang menguntungkan diri sendiri, juga kebakaran yang dilakukan demi sebuah kepuasan pribadi.

Kenapa manusia kian hari semakin memikirkan diri sendiri?

Kenapa mereka tidak memikirkan dampak apa yang akan mereka dapati 10-12 tahun lagi?

Aku menghentikan langkahku, lalu menunduk untuk mengambil sampah plastik yang kudapati disekitar tong sampah.

Aku kembali berpikir, apa sebegitu susahnya sih untuk memasukkan sampah kedalam tong sampah secara benar?

Bahkan diwaktu sepagi ini sudah ada pelanggaran yang terjadi.

Aku kembali berjalan setelah memasukkan plastik itu tepat ke tempat sampah. Bukan berjalan menuju kelas, melainkan menuju kran air yang ada tak jauh dariku. Mungkin sekitar 4-5 meter.

Aku menghentikan kegiatan mencuci tangan. Kemudian mengangkat kepala ketika tak sengaja mendengar suara yang kuhapal diluar kepala.

"Pagi-pagi udah main air aja Sha."

"Kamu tumben berangkat pagi, biasa juga mau masuk kamu baru berangkat." ucapku seraya menempatkan diri di sebelahnya.

"Iya nih, gara-gara si abang harus berangkat pagi." jawabnya sembari merengut.

Aku mengernyitkan dahi tak mengerti

"Kok cemberut gitu sih malah bagus tau berangkat pagi, lain kali berangkat pagi lagi. Biar aku gak komen 'tumben' lagi." ucapku sembari tersenyum

"Ya tapi gimana ya Sha. Aku tuh masih ngantuk, belum lagi kita kan sekolah seharian. Nggak ada waktu buat tidur siang, belum lagi tugas-tugas yang banyaknya tak terhingga itu."

Aku tertawa pelan. Lucu melihat Aika cemberut seperti itu, iya karena dia emang selucu itu kalo cemberut. Biasanya kan dia marah-marah.

"Yaudah, yaudah, terserah deh. Tapi nanti kalo abang mu itu berangkat pagi lagi terus kamu nggak ikut. Kamu mau naik apa?"

"Nah itu masalahnya, aku nggak bisa naik motor pula. Mau naik angkot juga takut nyasar."

Aika ini, emang suka banget marah-marah. Tapi percaya deh, dia jangan dibolehin naik angkot ataupun ojek dan sebangsanya lah.
Pernah sekali dia naik angkot sendiri sepulang sekolah, eh dia ketiduran di angkot. Sampe si abang angkot tiba di pengkolan terakhirnya dia belum bangun, dan itu jaraknya udah jauhh banget dari rumah dia. Kalo nggak di bangunin si abang angkot dia bakal disana seharian kali ya.

Seperti Fatimah & AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang