Happy reading🎉
Hafidz POV
"Jadi, kapan kamu mau lamar dia?" tanya Ayah setelah terjadi keheningan yang cukup panjang.
Pagi ini aku, Mama, Ayah, sama Kanaya lagi kumpul di taman belakang rumah Ayah. Tapi sekarang Mama sama Kanaya lagi ke pasar.
Aku nyeritain niatku untuk menikah tahun ini. Ayah dan Mama alhamdulillah merestui setelah aku menjelaskan gimana sosok wanita yang mau aku nikahi, Shamira. Kanaya, dia senang banget waktu aku bilang akan menikah.
"Insyaallah akhir bulan ini, Yah," jawabku mantap.
Ayah mengangguk, meraih secangkir kopi dihadapannya.
"Kamu tau kan setelah menikah nanti kamu punya tanggung jawab yang lebih besar?"
Aku mengangguk dan menjawab pertanyaan Ayah dengan tegas, "Tau, Yah."
"Setelah menikah nanti tanggung jawabmu bukan hanya diri kamu sendiri, tapi juga ada istrimu. Kamu harus bisa membimbingnya dengan baik, jangan mudah marah dengan kesalahan kecil yang dia lakukan. Kamu nggak sempurna begitu juga istrimu nanti, tugas kalian adalah saling menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing."
"Mungkin nanti setelah kalian menikah, kamu akan menemui banyak gadis cantik yang lebih muda dari istrimu. Tapi, jangan pernah tinggalkan dia hanya karena ada yang lebih cantik darinya. Tundukkan pandangan, jangan mudah tergoda dengan wanita diluaran sana… karena belum tentu mereka lebih baik daripada istrimu."
"Jangan kecewakan istrimu nanti, bimbing dia dengan sepenuh hati, kalau kalian nggak sejalan, bicarakan baik-baik dan cari jalan keluar. Jangan pernah berfikir untuk meninggalkannya, Pid…"
"…dan jangan pernah menutupi sesuatu darinya. Bersikaplah terbuka dan jujur kepadanya."
Ayah nggak lagi bicara, beliau diam dengan pandangan menerawang jauh ke depan.
"Iya, Yah, aku akan berusaha menjaga dan membimbingnya dengan baik."
Ayah mengangguk dan menghela napas berat.
"Maaf karena selama ini nggak bisa jadi Ayah yang baik buatmu, Pid," gumam Ayah.
Aku menggelengkan kepala, nggak setuju dengan ucapan Ayah.
"Nggak, Yah."
"Ayah adalah Ayah terbaik yang pernah aku temui."
"Benarkah?"
"Hm," gumamku sambil mengangguk.
"Pernah melakukan kesalahan bukan berarti Ayah adalah orang yang jahat. Mungkin, Ayah memang jahat, tapi di satu sisi ada banyak kebaikan yang tersimpan dari diri Ayah."
"Ngobrolnya nanti lagi ya? Sekarang sarapan dulu, gih," suruh Mama dari jendela dapur.
Aku dan Ayah saling bertatapan lalu tersenyum secara bersamaan.
Dengan sikap Mama yang seperti itu aku merasa bahwa keluarga kami masih utuh. Meskipun sebenarnya nggak benar-benar utuh. Tapi aku bersyukur, keadaan membaik seiring berjalannya waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seperti Fatimah & Ali
Teen Fiction[Dipublish pertama kali September 2019 dan selesai Desember 2020] Namanya, Shamira Putri Aisyah. Dia adalah seorang wanita yang diam-diam memperhatikan Hafidz dari kejauhan. Mencintainya dengan ketulusan, mengaguminya dalam diam, serta mendoakannya...