Extra Chapter I

3.3K 356 75
                                    

Happy reading 🎉

Hafidz POV

Aku terbangun karena merasakan tenggorokanku tidak nyaman jadi, aku ingin mengambil segelas air putih untuk menghilangkan rasa tidak nyaman itu. Tapi saat aku menoleh ke sisi lain tempat tidur, Shamira tidak ada.

Pandanganku tertuju ke arah jam dinding di sebelah kiri tempat tidur. Pukul 12 malam.

Shamira kemana?

Aku beranjak dari tempat tidur untuk mencari Shamira. Mulai dari kamar mandi, ruang tamu, ruang keluarga, dapur... dan ternyata Shamira berada di halaman belakang rumah. Duduk di atas ayunan kayu besar yang aku buat sendiri karena permintaan Shamira saat ulang tahun pernikahan kami yang ketiga, dua bulan lalu.

Kenapa dia duduk sendirian disana malam-malam begini?

Pikiranku bertanya-tanya.

Aku ingin menghampiri Shamira, tapi saat melihatnya hanya memakai baju tidur lengan panjang yang tipis tanpa cardigan ataupun outer hangat, aku kembali ke kamar untuk mengambil cardigan yang sering Shamira pakai agar dia tidak kedinginan. Tidak lupa sebelum menghampiri Shamira aku meminum segelas air putih agar tenggorokanku kembali nyaman.

Shamira terkejut sewaktu aku menyampirkan cardigan ke pundaknya.

"Dingin," kataku sembari duduk di sebelahnya.

Shamira tidak mengatakan apapun. Dia juga tidak menatapku, bahkan cenderung terlihat enggan menatapku.

Apa aku baru saja membuat kesalahan?

"Nggak takut malam-malam duduk di sini sendirian?" tanyaku mencoba mengambil perhatiannya.

Tapi tidak berhasil. Shamira tetap enggan menatapku.

"Dingin, gelap, terus kata Kanaya di pohon mangga besar itu ada hant-" Ucapanku terhenti saat mendengar isakan yang berasal dari sebelahku, dari Shamira.

"Kamu nangis, Dek?" tanyaku khawatir.

"Apa aku melakukan kesalahan?"

"Apa aku melukai perasaanmu?" tanyaku lagi, tapi tetap tidak di jawab.

Aku semakin takut sekaligus khawatir. Ada apa dengan Shamira?

"Hei," ucapku lembut supaya dia tidak takut.

Lalu perlahan aku mengulurkan kedua tangan untuk menyetuh wajah Shamira, untuk membuatnya menatapku.

"Ada apa?" tanyaku lembut seraya menundukkan wajah untuk melihat Shamira karena dia menundukkan kepalanya.

Isakannya masih terdengar, beberapa kali tubuhnya juga bergetar. Sepertinya Shamira sudah menangis cukup lama.

"Sini cerita, mas bakalan dengerin kok," bujukku.

"Kalau mas bikin kamu sakit hati, kamu boleh pukul mas, silakan pukul puas-puas tapi jangan nangis..."

"Karena nanti, mas juga bakalan ikut sedih."

Usai perkataan itu, tangis Shamira malah makin menjadi. Dia menatapku dengar air mata yang terus mengalir, lalu memelukku, erat, sangat erat. Tapi aku nggak tau kenapa dia melakukan itu.

Mungkin dalam kondisi seperti ini, Shamira butuh ketenangan, jadi aku tidak banyak bicara lagi.

Tanganku bergerak untuk balas memeluknya, isakannya perlahan menghilang seiring dengan berjalannya waktu, seiring dengan tanganku yang mengusap punggungnya lembut, terkadang juga menepuk-nepuk punggungnya pelan.

Seperti Fatimah & AliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang