32. Jalan Lain

250 14 0
                                    

Sampai di rumah Danar dan Kiky disambut Mita. Tahu wajah dua orang yang baru datang tertekuk, ia tidak bertanya apa-apa. Segera dihidangkannya dua cangkit teh panas di atas meja depan.

"Kamu pernah tidak punya teman atau kenalan yang kerja di Laras Wanodya?" Danar bertanya sambil menyesap tehnya.

Mita tampak mengingat-ingat. "Kayaknya pernah ada teman kuliah yang cerita dulu. Temannya magang atau apa di kantor itu. Tapi siapa teman yang cerita itu aku lupa. Mungkin Reni mungkin Titin. Lupa!" Mita menggeleng.

"Bisa kamu coba lacak?"

Mita mengangguk. "Ya. Bisa." Lalu perempuan itu menoleh pada Kiky. "Minum dulu tehnya, Nak. Biar lebih segar."

Kiky mengangkat kepala. Berusaha tersenyum pada Mita. "Iya, Bu," jawabnya sambil meniup tehnya.

Ia sebenarnya ingin bersikap lebih baik pada Mita. Tapi kali ini tak bisa. Ia terlalu sedih untuk beramah-tamah. Kiky kenal Mita. Meski tidak dekat. Kiky merasa Mita orang baik. Mereka bertemu setiap lebaran. Saat Kiky kecil, Mita selalu memberinya uang saku lebaran. Mungkin itu yang seketika membuatnya punya kesan baik terhadap Mita. Danar mengajarkannya memanggil "ibu" pada Mita. Waktu pertama kali bertemu dulu Mita masih sangat muda dibanding mamanya. Tapi ia tidak menolak memanggilnya "ibu". Toh semua guru perempuan di sekolah, tua dan muda juga ia panggil "ibu". Anggap saja begitu.

"Kalau nggak ketemu gimana, Pa?" tanya Kiky setelah beberapa saat ketiganya tidak saling berkata-kata. Air matanya mulai merebak lagi.

"Sabar. Kita cari jalan lain," jawab Danar terdengar tak yakin.

"Apa?" desak Kiky.

Danar mendesah. "Belum ada ide. Tapi semoga besok muncul ide yang bagus. Kamu bisa jalan-jalan dulu. Sambil menunggu kabar atau ide itu datang."

Kali ini ganti Kiky yang mendesah. Jalan-jalan pada saat usaha kita belum membuahkan apa-apa? Sanggah Kiky dalam hati. Tapi memang tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan. Dan mungkin saja dengan berjalan-jalan, nanti akan ketemu jalan itu. Kata hatinya kemudian.

"Aku mau ke kota saja, Pa," kata Kiky begitu terlintas gagasan itu. "Nginap di sana satu atau dua malam. Biar lebih dekat ke Laras kalau sewaktu-waktu ada kabar."

Begitu alasan yang Kiky ucapkan. Tapi yang sebenarnya adalah Kiky ingin menyepi dulu. Ia ingin sendiri.

***

WANODYA: Ayahku adalah Ayah Ibuku (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang