26. Tidak Sesederhana Itu

293 14 0
                                    

Di sudut ruang, Tarno Carito menyeka ujung matanya yang basah. Sambil memperhatikan Kiky yang kehabisan air mata.

Ia ingin mengatakan sesuatu untuk menghibur perempuan itu. Biar tidak sedih berkepanjangan. Tidak berlama-lama terbebani pertanyaan tentang dirinya. Tapi ia tak bisa melakukannya.

***

Matanya masih bengkak ketika menemui Gaharu siang itu. Agar tidak menarik perhatian Kiky menutupinya dengan kacamata gelap.

"Kamu kenapa?" Gaharu menyambut pacarnya. "Belekan?" tanyanya sambil tersenyum geli.

Melihat Kiky tidak membuka kacamata, bahkan saat sudah duduk, seketika hilang senyum geli Gaharu. Ia tahu Kiky menyembunyikan sesuatu.

Sejak pulang dari Yogya Kiky tidak mau dihubungi. Gaharu penasaran. Tapi tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali menunggu. Kalau Kiky bilang tidak mau dihubungi atau ditemui, percuma Gaharu memaksa. Kiky tidak mudah dirayu. Ia teguh pendirian, begitu istilah Kiky. Kalau kata Gaharu, ia keras kepala.

"Nangis seharian?" Gaharu memperhatikan mata Kiky. Samar-samar ia bisa melihat bengkak di kedua kelopak mata pacarnya.

"Seminggu," jawab Kiky tanpa mau menatap Gaharu.

Gaharu mengerutkan dahinya sekilas. "Kenapa? Boleh tahu?" Gaharu bertanya. Hati-hati.

"Memangnya ngapain kita ketemu? Aku memang mau ngasih tahu."

Gaharu tersenyum. "Oh. Oke, oke. Aku pesankan minum? Apa? Coklat panas?" Begitu Kiky mengangguk, Gaharu bangkit dari bangkunya.

"Habis ujian semester besok aku mau ke Yogya. Agak lama," Kiky mengawali pembicaraan.

Gaharu menegakkan tubuh. Radarnya menangkap sesuatu yang tidak biasa.

"Kalau selama liburan urusanku belum selesai, semester depan mungkin aku cuti."

Kali ini dahi Gaharu benar-benar berkerut. "Urusan apa? Butuh selama itu? Skripsimu gimana?" tanyanya bertubi-tubi.

Kiky menghela napas panjang. Semester depan mestinya ia mulai menyusun skripsi. Proposal yang diajukan semester ini sudah disetujui.

"Mungkin tunda," bisiknya. Matanya kembali panas. Ia ingin menceritakan pembicaraannya dengan Nares. Tapi melakukannya hampir seperti mengulang lagi pembicaraan itu. Dan itu pasti akan membuat hatinya ngilu, air matanya mengucur. Tapi menyimpan untuk diri sendiri juga akan membuatnya lebih terbebani.

"Soal wayang itu," kata Kiky akhirnya.

Gaharu menahan desahannya. Mimpi itu lagi, katanya dalam hati.

"Aku nggak tahu ini ada hubungannya apa nggak. Makanya aku mau cari tahu," kata Kiky sambil mengaduk cokelat panasnya. "Kemarin di Yogya aku ketemu bapakku. Baru tahu ternyata dia bukan bapakku," kata Kiky cepat. Seolah menceritakan isi berita yang baru saja dibacanya. Ia pernah membaca, mengungkapkan sesuatu yang penting dengan cara seperti itu akan membuat kita lebih mudah dan ringan melakukannya.

"Sebentar," Gaharu menyela. Tidak yakin dengan apa yang didengarnya.

"Aku bukan anak kandungnya," ulang Kiky getir.

Gaharu segera mengulurkan tangannya. Menggenggam tangan Kiky. "Siapa pun orangtuamu, nggak akan mempengaruhi perasaanku," bisiknya coba meyakinkan Kiky.

"Nggak sesederhana itu," kata Kiky. Ketenangannya mulai memudar.

***

WANODYA: Ayahku adalah Ayah Ibuku (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang