13

156 8 0
                                    

Venus,sebuah nama yang terpatri kuat dalam hati Xander.
Nama yang selalu ia sebut di setiap doanya.
Nama yang selalu mampu menjadikannya pria bodoh.

Venus adalah satu-satunya wanita yang mampu membuatnya menitihkan air matanya.

Bukan salah Venus jika ia di tinggalkan.

Xander pun merasa pantas di tinggalkan pasca penghianatannya kepada Venus.

Sejak sekolah menengah ia mengejar Venus yang waktu itu masih smp,hingga Venus ia dapatkan dengan perjuangan yang panjang.

Melalui Axel adalah hal terberat yang harus Xander lalui.
Pasalnya kakak kelasnya itu tak hanya cuek,tapi juga kejam.
Apalagi jika itu menyangkut Venus.

Tapi kini semuanya semakin sulit dan menyakitkan,Venus memang tidak marah dengannya atau menamparnya.

Percayalah,penyiksaan terkejam  adalah kebaikan seseorang yang telah kau sakiti dalam arti lain penyesalan itu sendiri.

Xander yang kini berada di sebuah cafe yang tak jauh dari apartementnya pun merenungi nasibnya yang ia buat buruk sendiri.

"Silahkan tuan.. pesanan anda" pelayan cafe meletakkan secangkir kopi pahit di hadapan Xander.

"Oh... terimakasih"Xander yang terkejut menetralkan rasa tetkejutnya dan .erutuki kebodohannya.

Pelayan tadi tersenyum dan berlalu setelah berpamitan kepada Xander.

Ting.....

Bell di cafe tersebut berbunyi.
Menandakan ada pengunjung lain yang masuk kedalam,Xander tak tahu siapa yang memasuki cafe tersebut karena posisinya yabg membelakangi pintu.
dan Xander juga tidak peduli,toh ini juga bukan cafenya,buat apa ia meneliti pelanggan yang berkunjung.

Tak lama kursi di belakangnya bergeser,dan Xander melanjutkan kegiatannya.
Melamun.

"Pagi mbak Venus.... mas Axel.... mau pesan apa? Tumben pagi-pagi udah kesini,biasanya sore."sapa pelayan ramah.

Xander yang mendengar nama Marchetti bersaudara itu pun memasang telinga baik-baik.

Ingin sekali rasanya Xander berbalik dan menyapa Venus,tapi ia sadar jika Axel tak akan suka.

Bukan Xander tak berani kepada Axel,ia hanya menghormati Axel dan tak mau membuat keributan disaat ada Venus.

Karna 100% Xander yakin jika hasrat membunuh Axel terhadap dirinya masih sama besarnya seperri dulu.

"Iya ni,Ale. Aku pengen greentea latte kaya biasanya"jawab Venus kepada pelayan yang dipanggil Ale itu.

"Ok mbak,kalo mas Axel apa?"tanya Ale kepada Axel.
"Kaya biasa? Americano?"lanjut Ale dan hanya di balas anggukan dan senyum manis oleh Axel.

"Ok wait ya mbak,mas"Ale pun berlalu membuatkan pesanan untuk marchetti bersaudara itu.

"Adek kenapa?"tanya Axel tiba-tiba kepada Venus yang tengah memainkan ponselnya?

"Hah? Kenapa?"jawab Venus berpura-pura tak paham.
Axel jengah dengan itu,apa Venus melupakan fakta bahwa Axel adalah orang yang peka?

"Ve,sepanjang umurmu kakak yang menemanimu.
Apapun yang terjadi padamu,kakak sangatlah paham.
Bicaralah,jangan ada yang kamu sembunyikan.

Sikapmu membuat kakak semakin curiga kepadamu.

Apa ini ada hubungannya kepulanganmu dengan Brian di malam itu?"ok! Sepertinya Axel serius kali ini.

Tapi Venus tidak bisa jujur jika yang membuatnya seperti ini adalah Xander.

"Gapapa kak,adek cuma belum kebiasa aja sama suasana kantor,jadi ya gitu deh" Axel tau...
Sangat tau bahwa itu bukanlah jawaban yang tepat.

Tapi Axel juga tidak bisa memaksa Venus untuk menceritakan apa yang kini tengah dirasakannya.

"Ini mbak Ve,mas Axel, pesanannya"

"Makasih Ale" ujar marchetti bersaudara serempak.

Pelayan bernama Ale itu berlalu,meninggalkan mereka berdua.
Xander yang berada membelakangi mereka tak di pungkiri dadanya semakin bergemuruh.

Ingin sekali Xander berbalik dan memeluk Venus.
Tapi ia sadar bahwa ini bukanlah waktu yang tepat.

"Habiskan minumanmu,kakak antar adek ke kantor"
Venus tersenyum mengiyakan,ia tak mau menambah kecurigaan kakaknya dengan berlama-lama berhadapan dengan Axel.
Percayalah...
Axel adalah pria jomblo yang peka.

Axel dan Venus pergi setelah menghabiskan pesanan mereka.
Xander terdiam di tempatnya,ia tak menyangka jika Venus masih melindunginya.

Melindunginya dari amukan Axel.

Xander menghela nafas.
Ia sungguh ingin memiliki Venus seperti dulu.
Tapi...
Apa Venus bersedia?
Penolakannya di malam itu menunjukkan betapa sakitnya Venus dan Xander paham akan hal itu.

Dering ponsel di saku jas Xander menyadarkan nya dari lamunan tentang Venus.
Nama Brian terpampag di layar poselnya.
Orang yang kini tengah dekat dengan Venus ini tetap mau menjadi sahabatnya meskipun sudah di tonjoknya.

Sungguh,Xander bingung apa yang harus di lakukannya sekarang,ia menginginkan Venus jadi miliknya,tapi ia juga menyayangi sahabatnya sedari ia duduk di bangku sd.

"Hallo..."sapa Brian diujung sana.

"Hmm... apa?" Jawab Xander sekenanya.

"Yaelah... sengak banget sih. Gue cuma mau ingetin.
Pagi ini kita meeting"

"Hmm..."

"Napa sih? Masih kepikiran gue sama Venus?"tepat! Brian memang lah orang yang peka.

Xander terdiam.

"Ah elah Xander.... gue emang tertarik sama Venus,tapi bukan berarti gue mau nikung lo.gini deh,kita saingan dapetin hati Venus,yaaa meskipun gue gak yakin menang.
Tapi apa salahnya kalo kita saingan secara sehat?" Terang Brian yang pilih jalan aman,aman untuk hatinya juga untuk persahabatan nya.

Xander berpikir,haruskah?
Jujur saja,ia tak mau kehilangan Venus untuk yang kedua kalinya,tapi apa ia Venus masih mencintainya?

"Deal" ah sudah lah,toh dia juga sudah setuju,mungkin i i adalah jalan untuknya mendapatkan Venus.

_____

Tbc.
Voment please guys....

Double up ya untuk hari ini.

Thank u 😘

VENUS (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang