21. Apakah Ini Akhir?

555 54 3
                                    

"Mau sampai kapan?"

~❄️❄️❄️~

Soobin melangkah menuju kantin dengan lesu. Kejadian kemarin membuatnya tak enak dalam melakukan segala hal. Lucu sekali kalau dia ijin tidak masuk sekolah hari ini hanya karena masalah kemarin. Sejak kapan dia menjadi aneh begini hanya karena cewek pendek yang cempreng itu?

"Bin, cerita dong." Yeonjun mulai khawatir melihat keadaan temannya itu. Meskipun dia memang bukan tipe orang yang tak banyak bicara kepada siapapun, terkecuali Yeonjun sendiri.

Soobin bergeming. Tidak ada jawaban yang keluar darinya. Meskipun hanya untuk berdeham saja.

Yeonjun menyerah. Sia-sia saja dia sedari tadi bicara. Tidak ada sahutan ataupun jawaban yang diinginkan. Kalau begini rasanya dia seperti berbicara sendiri.

"Lebih susah memahami lo, ketimbang Yeji sumpah." Yeonjun melenggang ke kedai mie ayam yang memang dia dan Soobin tuju.

Mereka berdua duduk tempat paling pojok. Sekarang saatnya Yeonjun mengintrogasi temannya yang aneh sejak beberapa hari belakangan ini. Pertama tama dia menarik nafas panjang. Dan yang kedua, adalah memulai tanya jawab.

Saat Yeonjun baru membuka mulutnya untuk berbicara, helaan nafas putus asa keluar dari Soobin. Sontak, Yeonjun terkejut ketika melihat orang di hadapannya ini menjambak rambutnya sendiri.

"Woi, bar bar amat sih lo." terkejut karena untuk pertama kalinya dia melihat seorang Soobin lebih aneh darinya. Yeonjun berusaha untuk menghentikan kegiatan Soobin ini yang mencuri perhatian semua orang di kantin.

"Jun, gue ngaku gue emang goblok." katanya merutuki dirinya sendiri. Yeonjun hanya bisa menganga tak percaya dan mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Gue gak mau lanjutin tentang kata goblok itu ya," Yeonjun membasahi mulutnya. "Sebenernya ada apa?" kemudian menatap Soobin secara intens.

"Cecil bakalan benci seumur hidup sama gue." Soobin menggaruk rambutnya kasar.

"Benci?" Yeonjun masih belum paham.

"Coba deh lo ceritain detailnya, gue mana paham."

"Gini, kemarin gue bentak Cecil. Tapi jujur, gue gak sadar. Karena kecapekan habis pemotretan gue jadi lampiasin emosi ke Cecil." jelas Soobin singkat.

"Gak mungkin lo marah tanpa alasan," Yeonjun memicingkan kedua matanya meneliti setiap inci wajah Soobin.

"Susah di jelasin njir," Soobin lama-lama mulai depresi juga karena Yeonjun yang tak kunjung paham.

"Dia ada bilang apa gitu?" Yeonjun mengelus dagunya sok berpikir.

"Bentar gue inget-inget dulu," Soobin mulai menerawang kejadian kemarin agar dapat mengingat kembali perkataan Cecil yang membuatnya seperti kerasukan setan.

"Dia sempet bilang, gue pinter ngedrama. Trus, gue jadi nerima tawaran majalah ini." Soobin menghela nafas sedih. Wajahnya murung. Bahkan lebih murung daripada saat dia mendapat nilai tujuh puluh di mata pelajaran apapun.

"Loh kok, kok loh?" Yeonjun mengerutkan dahinya pertanda semakin bingung dengan penjelasan Soobin barusan.

"Gue, lupa, kasih tau lo," Soobin menipiskan mulutnya. "Pas, dua minggu yang lalu gue ke rumahnya Cecil. Jengukin dia, karena dia ngaku sakit ke gue," malu karena baru mengakui kenekatannya ini, Soobin menggaruk leher bagian belakangnya kikuk.

"Nah, waktu ngobrol tiba-tiba dia nanyain masalah tawaran itu. Gue bilang enggak dong. Eh, tapi karena sesuatu dan lain hal--" Soobin menyadari sesuatu lalu mendongak menghadap Yeonjun. Ternyata orang di hadapannya ini justru menampakkan ekspresi tak terduga.

My Cold Crush [On Hold/Slow]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang