"Apaaa?!!!!" Terdengar teriakan keras Ayah dari luar, yang membuatku terbangun dari tidurku dengan tersentak kaget.
"An? Siapa yang berteriak tadi?" Tanyaku kepada Andini sambil mengusap mataku.
Sedangkan Ayah langsung pergi entah kemana dan masih mengenggam telfonnya.
"Aku gak tahu Lex, sebentar coba aku periksa dulu." Jawab Andini, lalu membuka pintu ruanganku dan menongolkan kepalanya sedikit sambil celingak-celinguk.
"Gak ada siapa-siapa Lex." Lanjut Andini dengan keheranan, karena tidak berhasil mendapatkan sesosok pria yang berteriak tadi.
"Oh, ya sudah. Pak Agus belum dateng yah?" Tanyaku lagi.
"Belum tuh, paling sebentar lagi sudah nyampe kok." Jawab Andini.
"Kamu tidur aja dulu Lex, nanti kalau Pak Agusnya sudah dateng, aku bakalan bangunin kamu." Lanjut Andini sambil menghelus lembut tubuh Moji yang kecil.
Dan akupun mulai melanjutkan tidurku yang lelap. Sebenarnya aku terpaksa tidur, karena di ruangan ini sungguh meresahkan diriku. Ingin rasanya pergi mengitari taman yang ada di rumah sakit ini, tapi sayangnya belum waktunya untuk aku begitu. Yahh mungkin tunggu keadaanku mulai membaik, mungkin sekitaran dua hari kedepan.
"Permisi?" Ujar Pak Agus ketika memasuki ruanganku.
"Eh ada Pak Agus. Taruh di sini aja Pak barang-barangnya, jangan berisik, Alex sama Moji lagi tidur." Jawab Andini sambil menunjukkan salah satu tempat untuk menaruh makanan dan minuman Moji.
"Oh baiklah Non. Non? Ini ada buah tangan di luar rungan Non Alex, dan terdapat secarik kertas yang bertuliskan 'Untuk Alex tersayang'. Ujar Pak Agus sambil meletakkan keperluan-keperluan untuk Moji.
"Benarkah? Coba aku lihat Pak?"
Kemudian buah tangan tersebut sudah berada di atas pangkuan sahabatku Andini. Andini melihat dengan seksama, memperhatikan betul buah tangan dan tulisan yang berada di secarik kertas tersebut."Sepertinya aku kenal dengan tulisan ini?" Gumam Andini di dalam hati sambil berfikir dengan keras hingga melupakan keberadaan Pak Agus yang sudah berdiri di sampingnya.
"Non Andini? Non?" Ujar Pak Agus sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Andini, yang membuat Andini berhenti berfikir.
"Eh, iya? Kenapa Pak?" Sahutnya dengan sedikit kaget.
"Kalau begitu, Bapak permisi pulang yah?" Izin Pak Agus kepada Andini.
"Oh iya gak apa-apa Pak. Hati-hati di jalannya. Dan tolong taruh buah tangan ini di sofa aja Pak."
"Oh baiklah Non." Jawab Pak Agus sambil mengambil buah tangan dari pangkuan Andini lalu meletakkannya di sofa.
Tidak lama kemudian, sosok Pak Agus telah pergi dari ruanganku.
"Eh? Kenapa kamu bangun Lex? Tanya Andini yang kaget melihatku terbangun.
"Aku resah di sini An, aku gak betah berada terus-terusan di ruangan seperti ini. Dan selalu tidur di ranjang seperti ini." Jawabku sambil menahan rasa resah.
"Mangkanya, kalau mau apa-apa di ke tengah jalan, ya kamu harus melihat kanan-kiri, depan-belakang dulu. Jangan langsung ke tengah jalan. Jadi gini kan akibatnya." Timpal Andini dengan penuh kehangatan."Kamu tunggu sebentar di sini ya? Ada yang mau aku ambil di sofa." Lanjut Andini kemudian pergi mendekati sofa yang berada tidak jauh dari ranjangku."Itu apa An?" Tanyaku sambil melihat sebuah bingkisan di pangkuan tangan Andini.
"Ini buah tangan Lex, tapi aku gak tahu siapa, dan ada secarik kertas yang bertuliskan 'Untuk Alex tersayang'. " Jawabnya sambil melihat bingkisan tersebut dan meletakkannya ke pangkuanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me!!!
RandomSemuanya berubah dalam seketika, saat aku menghadapi kenyataan-kenyataan yang begitu pahit! Direndahkan? Disepelekan? Tidak dianggap? Diacuhkan? Dicaci? Sudah biasa aku terima. Menyakitkan? Jelas, tapi inilah rintangan hidup bukan? Yang harus kita h...