"Aku akan kesana."
Tak ada yang bisa menghentikan langkahnya karena ia sudah keburu pergi.
Pintuku terbuka sedikit, dimunculkannya kepalanya ke dalam kamarku. Pintuku ditutupnya lagi lalu dia berjalan menghampiriku secara perlahan.
Dia duduk tepat di kasurku, di samping tubuhku yang sedang lelap tertidur.
Di helusnya pipiku yang lembab karena air mataku sendiri.
Tekk...
Air matanya jatuh tepat di atas pipiku.
Apakah dia menangis? Untuk apa?
"Cewek yang super kuat." Lirihnya sambil mencium keningku dan menghelus lembut puncak kepalaku.
Aku masih tertidur karena capek terus menerus menangis.
"Aku akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi."
Mengapa selalu kalimat omong kosong seperti itu yang keluar saat ini? Aku tak butuh ucapan, yang kubutuhkan adalah perbuatan kalian semua. Tidak kah kalian memahami itu?
Dia terus menemaniku di sini.
Tak sengaja aku memeluk pinggangnya yang kukira gulingku.
Dia tersenyum lalu menghelus lenganku.
Aku merasa nyaman di dekatnya. Paling tidak dia bisa menggantikan sedikit kasih sayang seperti kasih sayang dari ayah.
Tak lama, ia juga tertidur sambil terduduk di sampingku. Disenderkannya tubuhnya ke kepala ranjangku ini. Diselonjorkannya kakinya ke atas kasurku.
Aku terbangun karena merasa ada yang janggal.
Ku melihat ke atas, wajah itu tidak asing bagiku.
Ku kucek kasar mataku untuk melihatnya.
Ya benar, itu Leo.
Aku tak kuasa membangunkannya. Dia sepertinya juga lelah menungguku seperti yang dulu.
Kutarik selimutku ke tubuhnya hingga tubuhnya tenggelam sampai bahunya di telan oleh selimutku.
Aku turun ke bawah untuk melihat semuanya. Memang tak sepantasnya aku berlarut-larut dalam kesedihanku ini.
Menangisi yang sudah pergi memang tak apa, tapi jangan sampai berlarut-larut, itu akan menyiksa diri kita sendiri yang tak tau apa-apa mengenai kejadian takdir.
Mereka yang di bawah melihatku dengan keheranan. Kubalas dengan senyum manis yang kupaksakan.
"Ada apa melihatku seperti ini?" Risihku.
"Kamu sudah tak apa?" Selidik Andini.
"Aku baik saja."
Kulemparkan kembali senyum manisku.
Merasa keadaanku sudah membaik, sedikit demi sedikit semuanya pulang ke rumahnya. Dan juga mereka sudah lumayan lama berada di sini.
Aku juga tidak suka keramaian yang seperti ini. Membuatku pusing saja.
Ku duduk di lantai ruang tamuku.
Rean memerhatikanku, "Leo kemana?"
"Dia tertidur karena menungguku bangun."
"Dasar, mengambil kesempatan dalam kesempitan hahahha."
"Kamu?!!" Geram Andini lalu mencubit perut kekasihnya itu.
"Canda sayang."
"Maaf yah Lex, orang tuaku lebih dulu pulang."
"Oh tak masalah." Aku tersenyum. "Mamaku dimana?"
"Ada di kamar." Jawab Andini.
Tanpa pamit akupun langsung bangkit bergegas ke kamar Mama.
Kutuntun kakiku menuju kamarnya.
Kubuka pintu kamarnya ketika sudah berada tepat di depan kamarnya. Kulangkahkan kakiku menuju ke dalam kamar.
Kulihat mama sedang duduk mengarah dengan sebuah bingkai foto besar yang ditancapkan di dinding kamar tersebut.
Kudekatkan diriku ke mama, kulihat bingkai tersebut.
Baru.
Di sana ternyata foto kami bertiga saat berada di taman satu tahun yang lalu.
"Cepat sekali." Lirih mama.
"Sudahlah ma," Ujarku menenangkan mama, padahal batinku masih kacau.
"Mama menyesal." Dia menangis tersedu.
"Tak ada yang harus disesali tetapi dipelajari. Dari pengalaman selama ini kita tidak harus menyesalinya tetapi mengambil makna dari pengalaman tersebut untuk pelajaran hidup." Bijakku.
Mama terdiam akupun begitu.
Kami saling diam hingga aku memilih untuk meninggalkan mama sendirian di kamar ini.
Kukecupakn keningnya lalu pergi meninggalkannya sendirian. Dia butuh waktu sama seperti diriku ini.
Aku memilih menuju ke kamarku. Kudapati Leo yang masih dengan posisi ketika aku meninggalkannya tadi.
Aku merasa bahwa posisi tidurnya salah. Aku memilih membangunkanya.
"Yo?" Aku menggoyangkan pelan tubuhnya.
Dia terbangun dengan sedikit kaget.
"Ah? Maafkan aku Lex, aku gak sengaja." Aku tersenyum memakluminya.
"Seharusnya aku yang meminta maaf." Ujarku lembut. "Kamu tidur nya yang benar nanti badanmu sakit-sakit."
"Ah aku sudah tak ngantuk."
"Kamu mungkin memang tak ngantuk tapi kamu lelah bukan karenaku?"
Leo terdiam.
"Ayo ku antarin kamu ke kamar supaya kamu bisa istirahat."
Ku antarkan Leo ke kamarnya yang tepat berada di samping kamarku. Paling tidak dia bisa istirahat di sana.
Seusai mengantarnya aku ke bawah lagi, mengajak Rean dan Andini untuk tidur juga di rumahku.
Mereka tak menolak, karena malam juga sudah sangat larut.
Rean tidur dengan Leo sedang Andini tidur denganku.
Setidaknya aku bersyukur karena masih memiliki mereka semua ketika kondisiku seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me!!!
De TodoSemuanya berubah dalam seketika, saat aku menghadapi kenyataan-kenyataan yang begitu pahit! Direndahkan? Disepelekan? Tidak dianggap? Diacuhkan? Dicaci? Sudah biasa aku terima. Menyakitkan? Jelas, tapi inilah rintangan hidup bukan? Yang harus kita h...